Part 18

4.4K 291 7
                                    

Dito menghabiskan sisa malam ini di apartemennya. Dia masih belum bisa pulang ke rumahnya dan akan bertemu dengan Renita. Hatinya masih penuh dengan rasa marah, setelah mengetahui yang sebenarnya. Lebih baik baginya jika dia sejenak tidak bertemu dulu dengan Renita. Jika tadi di kafe Dito bisa menahan semua rasa marahnya karena dia sadar jika mereka sedang berada di tempat umum. Namun, jika sudah di rumah sendiri belum tentu Dito bisa menahan semua rasa marahnya.

Hari masih sangat pagi. Jam masih menunjukkan pukul lima pagi. Dito sekarang sudah berada di rumah orang tuanya. Tekadnya sudah bulat untuk menyelesaikan semuanya. Langkah pertama adalah dengan membuka semua yang dilakukan Renita kepada kedua orang tuanya. Tapi, Dito tidak akan membukanya begitu saja. Dia menjemput kedua orang tuanya untuk diajaknya ke rumahnya. Pagi hari, Renita dan kedua anaknya pasti belum melakukan aktivitasnya jadi sekalian saja dia akan membuka semuanya dia. Rangga dan Vito juga harus tahu semuanya.

Kini, Budianto dan Erma sudah ada di rumah Dito. Tidak hanya kedua orang tuanya yang sekarang duduk di ruang keluarga, tapi Renita, Rangga dan Vito ada di sana. Dito melarang Rangga dan Vito untuk bersekolah hari ini.

Situasi cukup tegang. Sungguh tidak nyaman, apalagi Renita. Tentu dia sangat paham apa yang akan terjadi setelah ini. Semalaman dia berusaha menghubungi Dito, namun tidak pernah mendapatkan respon dari Dito. 

"Kamu ada apa ngumpulin semuanya kayak gini? Apa sih yang kamu mau bilang?" Erna sudah penasaran. Dari tadi dia berusaha agar Dito berucap tapi tidak sepatah katapun keluar dari mulut Dito. Dia hanya meminta Budianto dan Erna untuk ikut dengannya saja.

"Ok, semuanya sudah ngumpul di sini. Aku gak akan lama" Dito berkata sambil tangannya mengeluarkan ponsel dari saku celananya. Dia lalu membuka folder di ponselnya, lalu mensetting volume ponselnya untuk bisa didengar oleh orang-orang di depannya.

Tidak ada yang bersuara bahkan setelah rekaman semua yang terjadi di kafe kemarin malam itu telah selesai diperdengarkan. Semuanya diam dengan pikirannya masing-masing.

"Ok, silakan kamu, Renita, jelaskan semuanya!" Dito berkata tegas.

"Silakan jelaskan! Di sini ada mama dan papa, ada Rangga dan juga Vito. Jelaskan apa yang ada di rekaman tadi" Renita masih diam membisu. Dia sungguh tidak tahu apa yang harus dikatakannya. Mau menyangkal, semua bukti rekaman sudah sangat jelas bagaimana dia sendiri mengakui semua perbuatannya. Dia juga tidak mungkin bunuh diri dengan mengakui semua yang ada di rekaman tersebut.

Semua mata sekarang tertuju ke Renita. Mereka melupakan satu orang yang sangat shock dengan apa yang baru saja didengar. Wajah Rangga memucat. Mengetahui fakta bahwa dia bukanlah anak kandung Dito sudah membuatnya shock apalagi ditambah dengan fakta lain tentang bagaimana perilaku Renita, orang yang selama ini dia hormati.

"Ok, kamu diam berarti aku artikan kalau apa yang sudah kita denger bareng-bareng ini emang bener. Sekarang, jangan pernah lagi berharap kalau aku akan menganggap kamu sebagai istriku lagi! Tidak! Kamu sudah bener-bener keterlaluan, Nit. Tega ya kamu ngelakuin ini semuanya? Kamu punya otak gak sih buat mikir?" Dito berkata setelah menunggu beberapa saat dia tidak mendengar suara Renita.

"Kamu, Rangga, papa tetap menganggapmu sebagai anakku. Walaupun kita gak punya ikatan darah sekalipun, tapi tetap kamu adalah anakku. Jangan pernah kepikiran kamu akan kehilangan kasih sayang dari papa." Dito tahu jika dia dan Rangga sama-sama korban. Rangga tidak bersalah sama sekali. Kehadiran Rangga hanya dijadikan alat oleh Renita. Perkataan Dito sedikit menenangkan Rangga. Bagaimanapun sosok Dito sudah terlanjut melekat sebagai ayahnya.

"Buat mama, apa mama ingat apa yang sudah mama lakuin ke Nadia waktu kita mengusirnya? Mama udah nampar dia dan juga mencaci maki dia kan? Dito yakin mama tahu apa yang harus mama lakuin!" Erna yang kena tembak perkataan Dito, hanya menunduk dan diam. Dia malu setelah mengetahui semuanya.

Kembali, semua diam. Ruang keluarga di rumah Dito menjadi hening kembali. Sesekali memang terdengar isak tangis dari Renita. Dia tidak bisa lagi menahan tangisannya.

"Dimana Nadia dan cucuku tinggal? Antar papa ke sana!" Budianto memecah keheningan. Perintahnya langsung dijawab dengan anggukan dari Dito.

"Mereka tinggal di rumah susun, pa. Dito udah ketemu dengan mereka. Tapi mereka tidak mau nerima lagi Dito dan mungkin juga papa dan mama. Wajar sih pa. Kita udah keterlaluan banget sama Nadia." Tiba-tiba saja suara Dito sedikit bergetar. Seketika saja dia ingat bagaimana penolakan Nadia dan Mikey.

"Mungkin belum. Papa yakin kalau mereka akan menerima kamu lagi. Bagaimanapun kamu kan ayahnya" Budianto berniat untuk menguatkan Dito, tapi yang dirasakan Dito justru sebaliknya.

"HAH... Bahkan Mikey, anakku, dia sudah menemukan sosok yang dia panggil papa. Nadia juga tampaknya sudah menemukan sosok suami bagi dirinya."

"Nadia mau menikah lagi? Gitu maksudnya? Kenapa kamu tidak mencegahnya?" Budianto bersuara saat melihat Dito yang nampak berputus asa.

"Dito udah bikin Nadia dan Mikey sedih, udah bikin mereka susah hidupnya, jadi jika sekarang mereka bisa bahagia, Dito gak akan halangin. Belum tentu juga kalau balik sama Dito mereka akan bahagia..." Pandangan Dito nampak menerawang. Secara tidak langsung dia sudah menyerah kalah lebih dulu menghadapi Nadia dan Mikey. Jika memang Nadia dan Mikey bisa lebih bahagia tanpanya, dia akan mengalah saja. Mungkin ini saatnya dia memberikan kebahagiaan untuk Nadia dan Mikey.

Selesai mengurusi keluarganya, Dito langsung meninggalkan rumahnya dan menuju ke rumah Ferdi dan Santi, mertuanya. Dia harus menyampaikan mengenai Nadia dan juga Mikey. Bagaimanapun Nadia adalah anak mereka dan Mikey adalah cucu mereka. Sekaligus dia juga ingin menyampaikan maaf atas apa yang terjadi dengan Nadia.

Jam sepuluh Dito sudah berada di rumah Ferdi. Tentu saja kehadiran Dito mengejutkan Ferdi dan Santi. Mungkin jika Dito dan Nadia masih bersama, bukan sesuatu yang aneh.

"Kenapa tiba-tiba ke sini? Ada apa?" Ferdi masih dengan ramah menerima Dito. Sekarang, ada Ferdi, Santi dan Dito ada di ruang tamu.

"Sebelumnya maaf, tapi ini ada hubungannya sama Nadia dan juga peristiwa yang terjadi tujuh belas tahun lalu" Dito menghela nafas sejenak. Memberi jeda pada kalimatnya. Setelah mengumpulkan keberanian mengalirlah cerita dari Dito. Selama bercerita, Dito tidak sanggup untuk menegakkan kepalanya. Dia hanya tertunduk dan menatap lantai di bawahnya.

"Antar aku ke tempat Nadia! Sekarang juga!"

Hanya kalimat perintah itu yang keluar dari mulut Ferdi. Dia tidak tahu apa yang harus dia katakan. Otaknya sekarang dipenuhi dengan banyak pertanyaan, tapi dia tidak mampu untuk menanyakannya. Bertemu dengan Nadia dan Mikey adalah prioritas baginya.

Tidak menunggu waktu lama, Dito kini sudah satu mobil dengan Ferdi dan Santi. Bertiga, mereka menuju rumah susun dimana Nadia tinggal.

Berbagi Hati (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang