Dito pulang saat hari sudah malam. Sadar bahwa penampilannya yang sekarang akan membuat Renita curiga, Dito tidak langsung pulang ke rumahnya. Dia mampir dulu ke apartemen miliknya. Tidak ada yang tahu bahwa dia memiliki satu unit apartemen. Dia membeli apartemen itu hanya sekedar mengikuti tren yang ada saat itu. Apartemen itu sekarang kosong, dan belum ada yang menyewanya. Selesai membersihkan diri dan berganti pakaian, Dito lalu pulang ke rumahnya.
Sampai di rumah, ternyata istri dan kedua anaknya sedang makan malam. Mereka sedang bercakap ringan sambil menikmati makanan yang ada di meja makan. Beberapa saat mereka masih belum sadar akan kedatangan Dito, hingga saat Dito berdehem sedikit keras membuat perhatian mereka. Dengan isyarat tangannya, Dito meminta Renita untuk tetap duduk dan melanjutkan makan malamnya.
Dito lantas berdiri diantara Rangga dan Vito. Tangannya lalu mengusap pelan rambut mereka berdua. Rangga dan Vito masih terus melanjutkan makan malam mereka.
"Gimana kalian hari ini? Heem..." Dito lantas mengecup sekilas kepala kedua anaknya itu. Sementara, Rangga dan juga Vito membalas perlakuan hangat Dito itu dengan mendongakkan kepala mereka dan memandang Dito lalu tersenyum ringan.
"Pa, ayok sekalian makan. Nih enak lho pa masakannya mama" Vito, anak bungsunya dengan antusias menawari Dito untuk makan bersama malam itu.
"Nanti ya, papa mandi dulu. Udah seharian di luar. Gak enak badan papa. Kalian lanjutin aja makannya. Ntar habis ini papa nyusul kok" Sejujurnya Dito enggan menghabiskan waktunya bersama dengan istri dan anaknya di meja makan malam ini. Saat dia memperlakukan Rangga dan Vito dengan hangat dan penuh kasih sayang, sejujurnya hatinya teriris. Dito ingin juga melakukannya untuk Mikey.
"Papa naik dulu. Kalian lanjutin aja makannya. Ntar habis bersih-bersih papa turun lagi kok" Dito berucap sambil dia beranjak pergi dan naik ke kamarnya.
Renita melihat semua yang ada di depannya itu dengan pandangan penuh tanya. Perasaannya mengatakan ada yang salah dengan suaminya itu malam ini, namun otaknya masih belum bisa menemukan hal apa yang salah dengan suaminya. Semuanya nampak biasa dan normal walaupun hatinya mengatakan bahwa ada yang tidak biasa. Renita sedikit tersentak kaget dari lamunannya saat Dito melangkah meninggalkan ruang makan menuju ke kamar mereka yang ada di lantai atas.
"Kalian lanjutin ya makannya. Ntar kalau udah selesai, biarin bibi aja yang beresin meja-nya" Selesai berkata demikian, Renita lalu meninggalkan meja makan. Dia lantas berjalan mengekori Dito yang sudah beberapa langkah di depanya.
"Bajunya mas Dito kok biru ya? Kayaknya tadi pagi bajunya warna maroon?" Renita masih memilih diam saja. Mungkin nanti dia akan tanyakan, mengapa baju suaminya itu berubah.
Dito langsung masuk ke kamar mandi yang ada di kamar mereka. Dia hanya mencuci muka saja, karena sebenarnya dia juga sudah mandi dan bersih-bersih di apartemennya sebelum dia pulang ke rumah. Sedang Dito ada di kamar mandi, Renita menunggunya sambil membersihkan berkas-berkas kantor yang tadi dibawa oleh Dito. Renita hanya bermaksud untuk merapikannya saja agar tidak berserakan. Pandangannya sedikit bingung saat di depannya ada kertas yang menunjukkan biodata seorang anak remaja.
"Michael Kusumanegara? Siapa dia?" Belum selesai rasa penasaran berubahnya baju yang dipakai suaminya, sekarang penasarannya bertambah.
"Lho, kok disini? Gak lanjut makan sama anak-anak?" Suara Dito sedikit mengagetkan Renita. Dia lantas berbalik dan mendapati suaminya sudah mengenakan kaos santai dan celana pendek rumahan. Renita belum selesai membaca beberapa lembar kertas yang berisi biodata itu.
"Michael Kusumanegara itu siapa mas?" Renita bukan menjawab pertanyaan Dito, dia justru bertanya balik ke Dito. Tampaknya rasa penasarannya lebih besar hingga harus dia mendapat jawabannya segera.
"Oh, dia itu anak penerima beasiswa di sekolah tempat mas jadi donatur. Dia anaknya pinter tapi kurang mampu gitu. Tadi mas ke sekolah minta datanya, kali aja dia mau magang atau kerja freelance di kantor. Lumayan kan buat tambah-tambah uang sakunya dia. Mas juga untung, punya karyawan yang pinter gitu" Renita mengangguk saja. Jawaban Dito memang terkesan masuk akal.
"Oh ya mas, tadi kayaknya mas pakai kemeja yang warna marron ya? Kok tadi waktu pulang pake warna biru? Mas ganti baju dimana?" Renita kembali bertanya soal baju Dito yang tidak sama.
"Tadi waktu ada meeting sama klien, ketumpahan kopi. Akhirnya ya udah ganti aja. Untung sih di kantor ada cadangan baju celana sama jas. Tinggal ganti saja" Lagi, Renita mengangguk saja.
"Lha trus baju kotornya mana mas? Biar sekalian Nita masukin ke ember belakang"
"Hehe.. Kelupaan. Masih ada di kantor. Gak kebawa pulang. Udah, biar diurusin sama ob di kantor aja" Ujar Dito mencoba meyakinkan Renita. Dia tidak mungkin membawa pulang bajunya dengan aroma alkohol dan rokok. Bisa menimbulkan masalah yang lebih serius nantinya.
"Udah yuk. Kita turun aja. Mas pengen ngobrol-ngobrol bentaran sama anak-anak. Pengen denger ceritanya mereka pas masuk sekolah lagi" Dito lalu menggandeng tangan Renita dan dengan lembut menariknya keluar kamar. Semakin lama mereka berdua di sini, semakin banyak hal yang mungkin Renita tanyakan kepadanya. Mengajak istrinya itu untuk turun dan bersantai bersama dengan anak-anak mereka sekedar untuk mengalihkan perhatian dari Renita.
Renita menerima ajakan Dito. Dia akhirnya turun ke bawah, menemui anak-anak mereka di bawah. Sejujurnya, setelah mendengar jawwaban lugas dan masuk akal dari Dito, perasaannya masih mengatakan ada yang salah. Ada yang disembunyikan oleh suaminya itu. Tapi sekali lagi, dia masih belum tahu apa itu. Kali ini mungkin dia memilih untuk mengikuti saja alur yang diciptakan oleh suaminya itu.
"Sebenarnya apa yang terjadi sih mas? Kenapa jawaban-jawaban lugas dari kamu malah bikin aku gak tenang? Kemarin kamu keliatan murung, kamu kayak orang sakit. Kamu bilang banyak yang kamu pikirkan. Sekarang, banyak hal aneh yang aku temui di kamu. Apa yang kamu sembunyiin sih mas? Kenapa perasaanku bilang kalau kamu udah gak jujur sama aku?"
Renita hanya bisa menyimpan semua tanya itu di hatinya. Jika memang Dito tidak bisa meyakinkannya, apa mungkin dia harus mulai mencari sendiri. Ada apa sebenarnya dengan suaminya itu?
KAMU SEDANG MEMBACA
Berbagi Hati (Tamat)
General FictionSaat tidak ada yang mempercayai. Saat semua ditimpakan tanpa bisa bersuara. Saat semuanya nampak sudah usai, Tapi.... Bagaimana jika dia kembali? Bagaimana jika yang sebenarnya terkuak? dan, Bagaimana jika harus berbagi hati? Cover by Canva