Keluar dari kafe di mall, pikiran Dito semakin kalut. Dia tidak lagi menanyakan siapa yang sudah memfitnahnya, siapa yang sudah menjebaknya. Tanpa sengaja, dia sudah tahu semuanya, bahkan dengan sangat jelas dan gamblang. Sungguh, dia tidak menyangka sama sekali jika orang yang sudah membuat semuanya hancur seperti sekarang ini adalah orang selama ini bersama dengannya.
Dito melajukan mobilnya tidak tentu arah. Tubuhnya sudah cukup lelah sebenarnya, tapi otak dan pikirannya membuatnya tidak merasakan rasa capek itu. Kembali, tanpa sadar Dito mengarahkan mobilnya ke rumah susun dimana Nadia dan Mikey tinggal. Ingin rasanya dia menceritakan semuanya kepada Nadia. Sudah tidak sabar dia untuk menceritakan jika Renita adalah aktor dari semua yang sudah terjadi padanya tujuh belas tahun silam. Bolehkah dia berharap dengan ceritanya itu Nadia bisa kembali padanya? Bisakah dengan fakta yang sudah dia genggam itu bisa membuat Mikey memanggilnya papa? Keinginan Dito hanya satu, dia ingin kembali menggenggam Nadia dan Mikey kembali.
Jendela kamar di unit rumah susun Nadia masih belum menyala. Jam sudah menunjukkan pukul delapan malam. Dito memilih menunggu di mobilnya. Dia yakin Nadia dan Mikey sedang tidak ada di unit mereka. Setengah jam dihabiskan Dito di dalam mobilnya hingga satu mobil jenis mid mpv masuk ke parkiran mobil. Mobil yang sama yang Dito lihat kemarin. Hatinya semakin gelisah saat dari mobil itu keluar Nadia dan Mikey. Lagi, dirinya melihat bagaimana dekatnya Nadia dan Mikey dengan lelaki dan anak kecil itu.
Tidak mau membuang waktu, Dito langsung keluar dari mobilnya dan dengan setengah berlari dia menghampiri Nadia dan Mikey yang berjalan masuk ke area unit mereka.
"Nad...." Panggil Dito dengan suara parau. Kompak, Nadia dan Mikey lantas menoleh ke belakang. Manik mata yang berbinar seketika berubah menjadi pandangan yang menunjukkan ketidaksukaan.
"Please Nad, aku sudah tahu siapa yang bikin fitnah itu. Dia...." Belum selesai Dito berujar, Nadia langsung menyela perkataannya
"Dia, Renita, bukan? Istri kamu sekarang. Oh ya, kamu udah tahu belum kalau dia hamil bukan dengan kamu? Hem?" Nadia berucap dengan ringan dan santai. Dito menggeleng heran mendengar apa yang dikatakan Nadia.
"Nad, gimana kamu tahu semuanya itu? Kenapa kamu diam saja? Kenapa gak bilang sama aku Nad?" Dito bertanya beruntun. Kenapa seolah hanya dia yang tidak tahu apa-apa? Kemarin Gerry, dan sekarang Nadia. Kenapa orang lain tahu tapi dia tidak?
"Kenapa aku tahu? Beneran kamu mau tahu ceritanya?" Dito lantas mengangguk menjawab tawaran Nadia.
"Dia dan aku ternyata satu dokter kandungan. Secara gak sengaja, waktu kontrol hamil bersamaan. Dari situ aku tahu semuanya. Dia diantar oleh seorang lelaki dan membicarakan pernikahannya dengan kamu. Dia juga bilang biarpun anak itu bukan anak kamu. Dia juga bilang soal surat kaleng itu." Dito hanya diam mendengar penuturan dari Nadia. Lengkap sudah, dia merasa sudah dibohongi dan dikhianati oleh orang yang selama ini dia pandang orang yang mampu menyembuhkan rasa sakit hatinya pada Nadia.
"Trus kenapa kamu diam? Kenapa kamu diam aja? Kenapa gak bilang ke aku, Nad?" Dito mengulang pertanyaannya.
"Lupa bagaimana kalian memperlakukan saya waktu itu? Lupa bagaimana kamu bahkan langsung mengusirku tanpa kasih aku kesempatan satu detikpun buat bicara? Atau bahkan kamu juga lupa bagaimana ibu kamu yang juga nampar aku waktu itu" Nadia seolah memaksa Dito mengulang kembali peristiwa yang sudah membuatnya kehilangan istri dan juga anak.
Dito melemas. Dia tidak bisa berkata apa-apa lagi. Perkataan-perkataan Nadia tidak mampu dia balas. Dia hanya menatap Nadia dengan tatapan yang sendu.
"Aku memang tidak berniat sedikitpun untuk mencari kalian dan menceritakan ini semua. Aku sudah bahagia bersama dengan anakku, Mikey. Kalian mengusirku, berarti aku hanya punya Mikey saja dan itu membuatku justru lebih kuat, karena fokusku hanya ke Mikey saja" Nadia berucap lagi. Dia lantas memeluk lengan Mikey yang berdiri di sampingnya.
"Nad, kita mulai lagi dari awal ya? Aku, kamu dan Mikey. Kita bisa hidup bersama. Aku ingin kita bisa bersama...."
"Kamu ngigau atau gimana? Bahkan kamu yang bilang kalau kamu menceraikan aku. Dua kali kamu bilang seperti itu di malam itu." Dito langsung saja menggeleng keras saat Nadia berucap seperti itu.
"Tidak, Nad. Nyatanya sampai hari ini aku tidak pernah mengurus perceraian kita." Memang benar jika Dito tidak mengurus perceraiannya waktu itu. Dia hanya sibuk dengan rasa marahya dengan foto palsu Nadia.
"Ok, kalau memang kamu tidak pernah mengurusnya, aku yang akan mengurusnya. Besok aku akan mengurusnya ke pengadilan. Alamat kamu masih sama bukan? Cuman pastiin aja biar nanti surat gugatan cerai dari aku bisa sampai." Dito terhenyak kaget. Hatinya teremas perih. Tidak. Dia tidak mau berpisah dengan Nadia. Dia ingin sekali bermain bersama dengan Mikey.
"Aku harap kamu gak bikin susah proses perceraiannya. Kalau kamu malu masuk pengadilan, gak perlu datang, cukup tanda tangani aja surat gugatan cerainya!" Air mata Dito langsung saja menetes melihat Nadia yang berucap tegas. Tidak terdegar keraguan dari ucapan yang dilontarkan Nadia.
"Satu lagi, jangan takut karena aku janji gak akan memasukkan pembagian harta atau apapun dalam gugatan cerai. Aku hanya mau status yang jelas atas diriku ini."
"Apa aku gak punya kesempatan Nad?" Jika memang harus memohon sekarang, Dito akan melakukannya. Tapi nampaknya akan sia-sia saja. Sikap dan kata-kata Nadia sangat tegas.
"Aku hanya melakukan apa yang kamu lakukan padaku. Waktu itu kamu tidak memberiku kesempatan, kamu tidak mempercayaiku, kamu mengusirku. Ya udah, sekarang aku juga lakuin yang sama. Gak ada kesempatan buat kamu, dan aku gak percaya lagi dengan kamu"
"Kamu ingin membalasku, Nad?"
"Terserah kamu mau bilang apa. Yang jelas, Mikey sudah ketemu sosok papa untuknya, dan itu bukan kamu!"
Perkataan telak Nadia itu membuat Dito menyerah. Dia sudah kalah. Seolah tidak ada ruang sama sekali untuknya. Semuanya pintu seolah sudah tertutup. Dia melangkah mundur. Apa harus dia merelakan Nadia dan Mikey bersama dengan orang lain?
Merasa tidak ada lagi yang bisa dilakukan, Dito memilih pergi dari rumah susun dimana Nadia tinggal. Jika tadi Dito menangis tanpa suara, sekarang tumpah semua kesedihannya. Isakan kecil secara perlahan berubah menjadi raungan dan tangisan dari Dito. Dia tidak bisa menahan lagi sesak di dadanya.
Selesai meratapi hidupnya, kilasan perkataan Nadia kembali terngiang di kepalanya. Bibir Dito tersenyum hambar. Mungkin dirinya sekarang benar-benar harus mundur.
"Sekarang aku tahu, gimana jadi diri kamu waktu itu Nad. Aku gak akan salahkan kamu kalau kamu sampai berbuat seperti tadi. Kalau memang kamu memilih bahagia dengan lelaki itu aku akan melepasmu. Kalau itu bahagiamu, aku ikhlas melepasmu." Senyum hambar itu hilang, berganti dengan seringai di wajah Dito.
"Dan aku harus membereskan semuanya. Semuanya tanpa kecuali...."
KAMU SEDANG MEMBACA
Berbagi Hati (Tamat)
General FictionSaat tidak ada yang mempercayai. Saat semua ditimpakan tanpa bisa bersuara. Saat semuanya nampak sudah usai, Tapi.... Bagaimana jika dia kembali? Bagaimana jika yang sebenarnya terkuak? dan, Bagaimana jika harus berbagi hati? Cover by Canva