Part 11

4.5K 291 3
                                    

Mikey belajar di satu SMA Unggulan yang menuntutnya untuk menggunakan peralatan terbaru untuk menjadi alat pembelajarannya. Mikey membutuhkan laptop untuk sekolahnya. Tapi, dia tidak pernah meminta Nadia untuk membelikannya, karena dia sangat paham bagaimana kondisi keuangannya. Selama ini, jika dia memang membutuhkan laptop, untuk mengerjakan tugasnya, dia akan pergi ke rental komputer yang ada di sekitar kompleks rumah susunnya. Apa yang dialami Mikey ini bukannya tidak diketahui Nadia. Bukannya tidak ingin untuk membelikan Mikey laptop tapi kondisi keuangannya membuatnya sulit mewujudkannya.

Siang ini, Nadia tersenyum lega. Dia mendapat pinjaman uang dari majikan tempatnya bekerja sebagai tukang cuci dan setrika. Majikannya bahkan dengan baik hati memberi keleluasaan Nadia untuk mengangsur pinjamannya itu dengan potong upahnya. Dia memang bertekad untuk membelikan Mikey laptop. Nanti sore setelah Mikey pulang dari sekolah, dia akan mengajaknya untuk membeli laptop. Walaupun pasti bukan laptop terbaru, setidaknya jika mengerjakan tugas, Mikey tidak perlu kebingungan untuk meminjam atau pergi ke rental komputer dan harus mengantri juga.

"Mikey, nanti sore gak ada acara keluar kan?" Hari ini adalah hari sabtu. Biasanya Mikey akan menghabiskan malam minggunya dengan nongkrong bersama teman-teman satu kompleks rumah susunnya.

"Gak sih bun. Palingan ntar ya nongkrong di depan aja kayak biasanya. Emang kenapa bun?"

"Gini, kamu kan butuh laptop buat ngerjain tugas-tugas kamu. Ini kayaknya tabungan bunda udah cukup beli laptop buat kamu. Ya, mungkin bukan yang baru sih. Gimana? Ntar malam kita keluar gitu buat beli?" Sengaja Nadia tidak memberi tahu jika uang yang digunakan untuk membeli adalah uang pinjaman. Jika saja Mikey tahu, tentu Mikey akan langsung menolaknya.

"Waahh... Beneran bun? Tapi Mikey masih bisa kok bun ke rental di depan itu. Gak masalah juga. Kali aja bunda emang nabung buat yang lainnya" Perasaan Mikey tentu saja senang akan mendapatkan laptop baru, tapi tidak menjadi masalah buatnya jika memang harus ke rental komputer untuk mengerjakan tugas sekolah.

"Udah, ini emang sengaja bunda tabungin dari gajiannya bunda. Sejak kamu masuk SMA. Awalnya sih bunda buat jaga-jaga uang masuk sekolah kamu, tapi kan kamu dapat beasiswa penuh dari uang masuk sampai spp. Jadinya gak kepake" Lagi, Nadia harus memutar otaknya untuk memberikan jawaban yang masuk akal buat Mikey.

"Ooo... Gitu ya bun? Eh, tapi semisal bunda emang mau pake uang itu, gak apa-apa lho bun. Beneran, Mikey gak masalah ngerjain tugasnya di rentalan komputer aja"

"Bunda tuh pengennya kamu ngerjain tugas-tugas kamu di rumah aja. Risiko kan kamu keluar malam-malam. Wes, gak usah mikirin apa-apa. Yang penting ini ada uang dan kamu bisa pake uang ini buat beli laptop" Melihat Nadia yang sudah berkata tegas seperti itu, akhirnya Mikey menerima juga.

Sore harinya Nadia dan Mikey sudah berada di salah satu mall untuk membeli laptop. Bagi Mikey, ini pertama kalinya dia masuk ke mall sebesar ini. Mata Mikey langsung memandang takjub dengan mewahnya mall. Nadia tersenyum namun sejujurnya hatinya sedikit trenyuh, melihat Mikey yang begitu kagum dan antusias pertama kali masuk ke mall. Andaikan saja kejadian tujuh belas tahun lalu tidak pernah terjadi, Mikey tentu akan merasakan kebahagiaan dari keluarga yang lengkap.

"BUUNNNDDAAAAA......" Langkah kaki Nadia dan Mikey terhenti. Lengkingan suara itu sangat mereka kenal.

"KAKAKKKK.... BUNNNDDAAA..." Lagi, lengkingan itu terdengar dan membuat Nadia dan Mikey spontan menoleh ke belakang. Sekarang, tampaklah Silla yang berlari ke arah Nadia, dan di belakangnya ada Rama yang kesusahan untuk mengikuti polah tingkah anaknya itu.

"Bunda kok ndak bilang kalo mau ke sini. Kan tadi bisa dijemput sama papa" Silla langsung memeluk kaki Nadia. Nadia meresponnya dengan menunduk lalu membalas pelukan Silla.

"Iya, tadi soalnya bunda sama kakak dadakan ke sininya. Gak ada rencana juga" Sekarang, Silla sudah ada dalam gendongan Nadia. Tentu saja Silla girang bukan main. Tangan kecilnya langsung saja melingkar di leher Nadia.

"Silla, kasihan bunda lho. Ayuk turun. Udah gede kok minta gendong tho?" Rama spontan meminta Silla turun dari gendongan Nadia, tapi langsung dijawab dengan gelengan kepala dari Silla. Dia bahkan mengeratkan tangannya di leher Nadia.

"Gak apa-apa dok. Saya juga udah lama gak gendong anak kecil" Nadia berucap sambil tangannya mengelus kepala Silla.

"Hm.. Kayaknya jangan panggil "dok" kalau di sini. Hm.. Panggil mas saja gimana?"

"Oke, jadi mulai sekarang manggilnya Mas Rama... Gimana?" Nadia memastikan dan langsung dijawab anggukan kepala oleh Rama. Mikey yang hanya diam melihat drama dadakan itu langsung tersenyum. Jika dari rumah, otaknya dipenuhi dengan laptop apa yang mau dibeli, sekarang otaknya bekerja keras memikirkan bagaimana menjodohkan dua orang dewasa di depannya ini.

Jadilah sekarang mereka berempat berjalan ringan menyusuri tenant yang ada di mall itu. Nadia menggendong Silla yang sibuk berceloteh tidak menentu sementara Rama merangkul pundak Mikey.

Berempat mereka menghabiskan waktu hingga malam menjelang. Jam bahkan sudah menunjukkan sepuluh malam. Silla sudah anteng tertidur, masih di pelukan dan gendongan Nadia. Saat Rama ingin mengambil Silla dari gendongan secara reflek Silla akan mengeratkan pelukannya ke Nadia dan akan merengek tidak mau dipindahkan.

"Hm.. Ini gimana ya? Silla kayaknya gak mau lepas" Nadia juga kebingungan dengan Silla yang tiba-tiba saja lengket dengannya.

"Hm.. Besok kan minggu tuh, kalau gak keberatan, gimana kalau ikut aja ke rumah? Silla juga gak bisa dilepas gitu."

"Maksudnya Mas Rama, saya dan Mikey malam ini nginep gitu di rumahnya mas Rama?" Rama menjawab pertanyaan Nadia dengan anggukan.

"Gak apa-apa juga kayaknya sih bun. Gak mungkin juga kan Silla kita bawa ke rumah? Kayaknya sih nginep di rumahnya om dokter gak masalah. Kan ada Mikey juga di sana, kecuali kalau bunda sama om sendirian aja, baru gak bisa itu." Mikey melihat ada satu kesempatan untuk mendekatkan dua orang ini, maka dia langsung saja menyetujui ide Rama.

"Hm... Tapi... Hm.. Baiklah.." Walaupun agak ragu, akhirnya Nadia setuju saja dengan ide itu. Benar juga dia akan bermalam bersama Mikey, jadi ada orang lain di rumah itu. Setidaknya itu akan menghindarkannya dari fitnah.

Selang setengah jam, mereka sudah sampai di rumah Rama. Rumah dengan model town house dengan desain modern minimalis itu nampak sederhana namun terkesan rapi dan bersih. Sesampai di rumah, Nadia langsung menidurkan Silla di kamarnya dan sekaligus juga tempatnya tidur malam itu. Untungnya, Rama memiliki stok baju tidur untuk dipakai Nadia dan juga Mikey. Dan, malam itu mereka berempat kompak menggunakan baju tidur model piyama dengan motif doraemon. Karakter kartun yang sangat digemari oleh Silla.

Berbagi Hati (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang