; wacana

15.4K 1.7K 180
                                    

Bukan perkara ia akan membawa Raya yang jadi alasan kenapa Gellar pengin pindah ke apartemen. Tapi sebenarnya emang betulan karena dia pengin punya ruangan luas, mendesain sendiri seluruh isi rumah, dan bebas membawa siapapun ke apartemennya—sekali lagi, bukan soal Raya.

Apa lagi kosan Gellar emang sering bocor. Walau gak parah tapi tetep aja dia kesel sama Ibu Kos yang menyepelekan dindingnya yang nrembes air hujan. Katanya selama Gellar gak ketetesan air, ya udah, biarin aja dulu.

Malam ini, dia menerima telepon dari mamanya yang bilang bahwa papanya udah deal beli apartemen yang lokasinya paling dekat dengan kampus Gellar. Artinya, besok cowok itu bisa pindah langsung kesana.

"Perlu Mama bantuin buat pindahan?"

Gellar menggeleng di video call-nya. "Gak usah, gak banyak juga yang dipindahin."

"Dikardusin aja kalau koper gak cukup."

"Iya, Ma. Gampang itu, mah."

"Card access-nya besok biar Papa anterin ke kosan kamu, sekalian sama berangkat ke kantor."

Gellar baru mau mengangguk, tapi suara Papanya terdengar menyahut disana.

"Enak aja aku yang nganter. Dialah yang suruh ke kantorku."

"Kamu, kan, sekalian berangkat?" Hanna menatap suaminya dengan mata memicing. "Jangan jahat gitu sama anak sendiri."

"Han, jarak dari kantor ke kosannya Gellar itu jauh. Besok aku ada rapat pagi, gak inget?"

Gellar cuman bisa mendengus doang. Gak heranlah sama kelakuan papanya. Dari dia masih bocilpun, Jeff emang udah kayak kemusuhan sama dia gara-gara suka rebutan mamanya.

"Biar aku aja gak papa, Ma. Tapi soal Jena gimana? Dia jadi tinggal sama aku?"

"Hng..." Hanna ngelirik ke samping, ke arah sang suami. Tapi dia gak bisa berbuat banyak mengingat Jeff pun gak bisa dibantah kalau udah keras kepala. "Iya, ikut kamu. Gak papa, ya?"

"Emang Jenanya sendiri mau? Aku gak yakin dia mau."

"Sebenernya emang gak mau. Dia lebih betah di rumah."

"Tapi papa maksa?"

"Ya gitu, deh."

"Jena bisa jadi CCTV kamu biar gak aneh-aneh kalau di apartemen." sahut Jeff, tapi mukanya tetep gak masuk kamera.

Gellar mendengus lagi. Dia curiga sebenarnya sang papa sengaja mengusir anak-anaknya dari rumah biar seisi rumah bisa dikuasai berdua doang sama mamanya.

**

Gellar:
ray, gue besok sibuk banget sampai lusa
jangan nyariin ya

Setelah mengirim pesan tersebut, Gellar segera menelpon Tita. Gak butuh waktu lama sebelum akhirnya panggilan diangkat.

"Ta—loh, lo clubbing, ya?" tanya Gellar mengernyit karena mendengar suara dentum musik.

"Iya. Cepet gue udah mau keluar kamar mandi ini."

"Dih, songong lu mabok gak ngajak-ngajak."

"Girls time, Ge."

"Ada Echan gak itu?"

"Gak ada. Kan gue udah bilang girls time. Gak bisa Bahasa Inggris, ya?"

"Masa Rea boleh mabok gak ngajak cowoknya?"

"But she's here now. Ngapain nelpon? Cepetan, dih."

"Besok bantuin gue pindahan."

"Apartemennya udah jadi?"

kiss me more.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang