; this is us

34.8K 2.1K 204
                                    

note.
gellar bacanya bukan pakai huruf E di kata 'telur' tapi huruf E di kata 'bebek', ya.

happy reading.

**

Claradia Tita's POV

Gellar M. Januar.

Di antara hentakan pusat tubuh laki-laki yang berada di atas gue, gue sempat-sempatnya membaca ID Card Lanyard miliknya yang dipajang di dekat nakas, di samping figura foto seorang bocah yang masih duduk di bangku SD dengan seragam merah putih. What a cute little Gellar Januar.

Tapi lihat, cowok yang sedang menggagahi gue saat ini gak kelihatan cute sama sekali seperti foto masa kecilnya yang barusan gue lihat. Atau mungkin huruf M yang jadi nama tengah cowok itu adalah singkatan dari Mesum?

Sore ini, lagi dan lagi, gue terjebak di kosan Gellar. Walaupun terhitung sudah satu minggu sejak kami sama-sama disibukkan oleh tugas dan organisasi kampus, akhirnya Gellar kembali berhasil menarik gue ke ranjangnya.

Siang tadi kami bertemu di kantin. Atau mungkin Gellar yang sengaja nemuin gue? Entahlah.

Dia cuman bilang, "Nanti ke kosan gue, dong, Ta. Ajarin pake SPSS."

Ya, ya, ya. Whatever. SPSS macam apa yang pengaplikasiannya berupa satu kelamin keluar-masuk pada kelamin yang lain?

"Berat. Minggir." keluh gue membuat Gellar ketawa.

Gue dan Gellar sama-sama terdiam setelahnya, menatap atap-atap kamar kos yang warnanya sudah mulai memudar.

"Lo kayaknya perlu pindah kos, deh." ucap gue random.

Dia menoleh. "Why?"

"Buat seorang anak Jeff Raksakatama yang duitnya gak bakal habis tujuh turunan, harusnya lo bisa sewa apartemen sekalian."

"Percuma tinggal di apartemen kalau cuman sendirian." ujarnya kemudian, menjawab kalimat gue sebelumnya.

"At least kalau kehujanan lo gak perlu misuh-misuh ke gue karena atap bocor."

"Ta, gue sengaja stay disini biar kalau musim ujan bisa nebeng di kos lo."

"Ye, sialan."

Dia tergelak.

Gue hampir balik badan untuk pergi ke toilet kalau aja si sialan Gellar gak mendahului gue untuk meminta gak mandi lebih dulu.

"Gue dulu, ya, yang mandi. Please, ada urusan. Atau mau mandi bareng?"

Opsi kedua jelas bukan opsi terbaik. Jadi gue menggeleng dan mengibaskan tangan ke arahnya.

"Oke, lo duluan. Mau kemana, by the way?" tanya gue sembari memungut kaos milik cowok itu untuk gue kenakan, kemudian mengambil celana dalam baru di dalam tas.

"Jemput Raya."

Gue tersenyum kecil mendengar jawabannya.

Setengah tahun yang gak mudah buat menjalin hubungan semacam ini dengan bajingan seperti Gellar Januar. Dia gak berhenti memacari perempuan lain sekaligus masih bersama gue.

"Ya udah cepet."

"Iya, bentar."

"Nunggu apa lagi coba?"

"Would you mind to come in with me?"

Gue berdecak. Otak Gellar ditaruh dimana, sih? Ngajak mandi bareng cewek lain pas ceweknya yang asli lagi nunggu dia?

"Gak."

"Please?"

"No."

Dia menghela nafas, mengalah. "Fine."

Kemudian pintu kamar mandi ditutup. Gak lama setelah itu, terdengar suara kucuran air diiringi suara serak Gella yang lagi nyanyi. Gue lebih memilih untuk mengalihkan pandangan ke seisi ruangan kamar, mengamatinya dengan pikiran kosong.

"Taaaa?"

"Apa?" sahut gue malas kala Gellar memanggil.

"Liatin hape gue coba. Kayaknya ada chat dari Raya kayaknya."

Gue menghela nafas, berdiri, dan merogoh saku celananya yang tersampir di gantungan pintu.

"Hm, ada," lapor gue. "Ditanyain jadi nginep di dia apa—hah?!" gue syok. "Jangan bilang lo udah ituan sama dia?!"

Gellar keluar dari kamar mandi dengan pakaian santai dan rapi, wajahnya terlihat lebih segar dengan rambut basah. Seringai kecil keluar dari bibirnya sambil melihat gue dengan mengedikkan bahu. Menolak menjelaskan apapun.

"Sumpah dia masih kelas 10 gak, sih?!"

"Kelas 11, Ta." ralatnya.

"Tetep!" gue menatapnya gak percaya. "Listen, you jerk. Lo, tuh, 22 tahun, dia 17 tahun. Are you kind of pedophil?!"

"I'm not."

"Jesus, lo bahkan baru pacaran seminggu."

Gellar cuman cengengesan sambil meraih ponselnya di tangan gue. "You, listen. Gue gak pernah maksa dia sama sekali, okay? Dia mau, gue mau. So why not?"

"So why not tai kucing," cibir gue kemudian mengambil handuk.

Gue meninggalkan Gellar yang masih ketawa dan memandangi gue sambil geleng-geleng kepala. Well, hei, harusnya yang geleng-geleng kepala, kan, gue.

"Kalau lo mau cabut, kuncinya jangan dibawa!" teriak gue dari dalam kamar mandi saat mendengar cowok itu udah menutup telepon dari Raya.

"Alright, Sweetheart."

Gue mendengus. Apa-apaan dia itu?

"Lo gak mau sekalian gue anter balik ke kos?" tawarnya.

"Gak. Gue mau nge-grab."

"Ya udah."

Kemudian terdengar suara pintu dibuka dan ditutup. Gue menghela nafas sambil memandangi wajah di cermin kamar mandi.

So ladies and gentleman, this is us.

Gue, Claradia Tita, dan cowok brengsek yang barusan pergi, Gellar Morgan Januar, adalah dua manusia yang sedang menjalani relasi entah apa sebutannya.

Or should we call it as friends with benefits?

***

kiss me more.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang