; the jealousy

14.8K 1.6K 371
                                    

Gellar tahu Tita akan datang.

Sejudes-judesnya Tita, seribu kalipun cewek itu bilang bodo amat ke dia, kalau Gellar nelpon minta tolong, pasti Tita datang.

Dan itu terbukti ketika batang hidung cewek itu betulan muncul terhitung lima belas menit kemudian. Tita mengetuk pintu mobilnya yang terparkir di pinggir jalan. Harusnya Gellar senang karena pancingannya berhasil. Tapi apa dia tetep harus ngerasa seneng sementara tepat ketika dia menurunkan kaca mobil, dia gak cuman menemukan Tita tapi juga ada Sadam di sebelahnya?

Ekspresi lemas yang tadinya mau Gellar tunjukin karena pura-puranya, kan, dia masih syok abis mobilnya nabrak pohon, jadi berubah sorotnya, kini yang terlihat kening berkerut sebal.

"Lo kecelakaan gimana?!" tanya Tita sambil mencoba menarik tangan Gellar yang berada di kemudi. "Buka pintunya, sini turun dulu."

"Ck, gak papa. Lebay lo, ah." jawab Gellar jadi ogah-ogahan.

"Lah?"

"Cuman lecet doang mobilnya. Tapi gak papa."

"Terus kenapa nelpon, gintong!?"

"Ngabarin, kan? Salah gitu kalau gue pengin ngabarin?"

Tita mendelik. Ini Gellar ngelawak apa gimana, dah?

"Bawa ke rumah sakit aja, Ta," kata Sadam menengahi. "Takutnya dia masih syok atau ada lecet di sikunya. Kalau nabrak biasanya tangan kebentur setir."

Tita udah ilang mood karena dia, tuh, kebayangnya Gellar nabrak apa, kek, yang parahan dikit. Lah ini cuman pohon ceri doang. Tapi cewek itu akhirnya mengangguk setuju pada ide Sadam.

"Ikut gue. Mobilnya tinggalin disini aja, suruh Jordan atau Echan ambil. Lo ikut mobil Sadam sama gue."

Yang cowok menggeleng. "Gak, gak. Apa-apaan lo nyuruh-nyuruh? Gue mau balik."

"Dih, gimana sih?!" Tita meledak. "Terus fungsi lo nyuruh gue kesini kalau lo gak mau dibantuin apaan?!"

"Lo yang nyetir mobil gue, anterin gue balik ke apartemen."

Tita mendelik.

"Apa lo melotot-melotot?"

"Gue kesini sama Sadam, dan asal lo tahu, gue tadi lagi makan sama Sadam pas lo nelpon. Terus menurut lo sopan gak kayak gini nyuruh-nyuruh gue—"

"Langsung poinnya ajalah."

Demi Tuhan, Tita rasanya pengin sumpal mulut Gellar pakai sepatu. Kenapa nih orang nyebelin banget, helo?!

Sadam yang bisa membaca situasi akhirnya kembali menyahut.

"Gini, deh, Ta. Lo yang nyetir mobilnya Gellar gak papa, gue ngikutin mobil kalian dari belakang."

"Gak perlu diikutin gak papa," Gellar menyahut. "Lagian ini udah malem. Lo gak berniat ngajak Tita keluar lagi, kan?"

"Jelas enggak. Tapi biar Tita gue anterin pulang abis dia nganterin lo."

"Dia nginep di apartemen gue."

Sadam mengangkat alis, ekspresinya tetap tenang. "Emang iya, Ta?"

"Enggaklah, ngaco!"

"Ya udah, berarti sekarang kita nganterin Gellar dulu, ya," Sadam ikut ngeyel pura-pura buta ngelihat Gellar kini melotot. "Gue ikutin dari belakang."

Tita mengangguk. "Gak ngerepotin, kan?"

"Enggak, kok."

Gellar berdecak. Harusnya dia tadi nabrakin mobil ke jurang aja sekalian.

**

kiss me more.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang