; ready to face

8.4K 1.1K 183
                                    

Turun dari taksi, Tita dengan malas-malasan langsung membuka jaket, menyisakan sleeveless blouse warna hitam yang membalut tubuh bagian atas. Kakinya melangkah masuk ke dalam rumah bernuansa putih dan abu tersebut.

Suasana hatinya sedang buruk. Hal itu pulalah yang membuat Tita acuh tak acuh bahkan setelah kakinya memasuki pintu utama. Dia tak berniat mencari kemana papa atau mamanya. Apa yang ada di kepala perempuan itu hanyalah sumpah-serapah untuk Gellar. Marah dan ingin menangis rasanya sangat mendomanisasi sesak di dada Tita.

Gimana enggak? Ini bukan hanya perkara Gellar yang ingkar janji akan menemaninya makan malam. Gak sesederhana itu. Ini tentang janji seorang pria yang baru kemarin malam memintanya untuk bersedia melangkah ke jenjang yang lebih tinggi, lalu diingkari sendiri.

Dengan raut wajah tak enak, dia melanjutkan jalan melewati ruang tamu. Namun langkahnya berhenti ketika tiba-tiba suara papanya menyapa.

"Tita."

Yang namanya dipanggil tentu tersentak. Tita makin tersentak ketika mendapati di ruang tamu, di seluruh sofa yang ada di sana, terdapat banyak manusia dengan wajah familiar. Mulai dari papa dan mamanya, Jeff dan Hanna, Gellar, Jena, bahkan Jordan, Echan, dan Rea.

Tita mengabaikan seulas senyum menyapa yang diberikan Gellar. Dia masih tidak bisa mengurai maksud dari apa yang ada di depan matanya saat ini. Terlalu terkejut.

"Tita, sini."

Perempuan itu meneguk ludah kala sadar semua orang di sana memakai baju formal. Para laki-laki dengan jas dan kemeja. Para perempuan dengan dress bernuansa putih.

What the fuck is going on?!

"Ini..." Tita berdeham membersihkan tenggorokan kala dia mulai bisa menarik kesimpulan paling masuk akal. "Kenapa rame-rame di sini?"

Ditatapnya Gellar penuh tanda tanya, kemudian beralih pada Ryan dan Jane yang sorot wajahnya tak bisa ditebak.

"Kenapa kamu gak bilang ke Mama kalau udah balikan sama Gellar?"

"Hng?"

Gellar menegakkan punggungnya, menyita atensi banyak orang di sana kala ia memotong percakapan kekasihnya dengan Jane. "Aku udah bilang ke orang tua kamu soal rencana kita kemarin. Wait, i know you're mad at me right now. Kamu khawatir aku ingkar?"

"Menurut lo aja, bangsat."

Echan hendak menyemburkan minumannya mendengar jawaban Tita yang blak-blakan.

"I really am sorry. Niatku biar jadi surprise." katanya penuh rasa bersalah.

"Emang bisa hal penting kayak gini dijadiin kejutan?"

Melihat bahwa sang puteri tidak bisa melihat dari sisi baik niat Gellar, Ryan angkat bicara.

"Gellar bilang kamu bersedia diajak tunangan. Sekarang, kalau kamu tanya alasan kenapa di sini rame-rame, alasannya karena Gellar pingin meminta kamu dari Papa dan Mama secara langsung," jelasnya.

Tapi Tita tetap bete.

Okelah dia terkejut. Dia beneran kaget, gak nyangka Gellar bisa kepikiran bikin kejutan yang literally mengejutkannya. Tapi melihat betapa orang-orang sangat well-prepared dengan outfit yang pantas dan sesuai sementara ia hanya memakai legging dan sleeveless blouse rasanya membuat kekesalan Tita bertambah dua kali lipat.

Dia juga ingin hari baik ini menjadi momen paling baik yang indah dikenang.

"Terus jawaban kalian?"

"Semuanya setuju," Ryan berujar. "Siapa yang gak seneng kalau dikasih kabar anaknya mau diseriusin?"

kiss me more.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang