"Woah, siapa, nih?" Jeff tersenyum lebar kala dia mendapati puterinya di depan pintu. Jena langsung menghambur ke pelukan papanya, yang dibalas pria itu dengan sama eratnya. "Anak Papa, mentang-mentang udah ikut abangnya sekarang gak pernah kesini."
"Ya ini, kan, sekarang kesini," jawab Jena sambil mendengus. "Lagian gak inget, ya, yang ngusir kemarin siapa?"
"Mana ada Papa ngusir?"
"Cuman maksa aja biar aku ikut abang," ujarnya mencibir kemudian berjalan lebih dulu, meninggalkan Jeff yang kini menutup pintu sebelum mengikuti kemana langkah kaki anaknya mengarah.
"Mama di kamar." tambah Jeff ketika anaknya celingukan, ia tebak Jena mencari Hanna.
Puteri kesayangannya itu langsung berlari kecil, terdengar suara ketukan pintu, sebelum digantikan dengan suara putaran kunci tanda Hanna sedang membukakan pintu untuk sang anak.
"Loh, sendirian apa sama abang?"
"Sendirian. Abang gak mau nganterin."
"Terus kamu dianterin siapa?"
"Bareng sama Kak Echan sama Kak Rea."
Mamanya ber-oh ria. "Mau istirahat di kamar Mama? Kamu nginep sini, kan?"
"Iya, dong, nginep. Dan enggak, aku mau ke kamar aja. Mau mandi dan lain-lain."
"Oke, abis ini mama masakin. Kepiting asam manis mau?"
Jena meringis. "Sebenernya mau. Tapi aku gak makan malem di rumah, Ma. Gimana, dong?" katanya sambil mendudukkan pantat di sofa kamar ibunya.
"Emang kalau gak makan malem di rumah, mau makan malem dimana?"
Kali ini suara papanya yang terdengar. Pria itu mengambil duduk di antara anak dan istrinya. merangkul keduanya dalam dekapan. Jena, sih, menurut aja kepalanya dibawa ke pundak sang ayah, tapi Hanna yang langsung berdecak minta dilepaskan.
"Mau jalan. Hehe."
"Jalan?" mata Jeff memicing. "Sama siapa? Kamu punya pacar?"
"Gak punya, kok. Tapi pengin jalan-jalan. Please, jangan gak dibolehin, dong. Aku udah terlanjur bilang iya."
"Cewek? Cowok?"
Jena mengatupkan bibir.
"Ini valentine," Jeff menebak kemudian. "Berarti cowok?"
"Ma..." Jena merengek ke Mamanya. Meminta bantuan.
"Udah, deh, Pa. Jangan kayak Gellar, Jena ngapa-ngapain gak kamu bolehin. Dia kesini biar bisa bebas dari abangnya."
Jena mengangguk-anggukkan kepala beberapa kali. "Betul, betul, betul!"
"Yang mana cowoknya? Lihat sini dulu."
"..."
"Ya Papa, sih, gampang aja, Jen. Kalau gak tahu orangnya, mending gak usah keluar. Lagian gak boleh perempuan keluar malem-malem."
Mata Hanna memberi kode pada anaknya untuk mengatakan jujur saja siapa laki-laki yang akan mengajaknya jalan malam ini. Toh ada baiknya jujur dan terbuka dari sekarang daripada Jena sembunyi-sembunyi.
"Ya udah gak usah berang—"
"Iya, iya, aku kasih tahu. Tapi Papa sama Mama gak boleh ngomong ke abang, ya!"
"Kenapa gitu?"
"Abang, tuh, bawel banget. Pasti aku diomelin. Masa katanya aku gak boleh pacaran sebelum lulus SMA?!" kata Jena menggebu-gebu.
Jeff mengernyit. "Ya bener, dong, abangmu?"
Hanna mencibir. "Papamu sama abangmu, tuh, bakal akur kalau soal beginian doang. Posesifnya digedein."
KAMU SEDANG MEMBACA
kiss me more.
Teen Fiction[21+] "can you kiss me more? we're so young and we ain't got nothing to lose." 23/12/21 - 25/07/22