; the book of you and i

8.2K 731 291
                                    



"Masa, sih? Kok dadakan banget?"

Tita gak berhenti tanya pas tiba-tiba Gellar maksa cewek itu buat bantuin dia siap-siap buat pergi.

"Idih, masa gak percaya sama cowok sendiri?" katanya sambil mengusap kening Tita yang mengerut.

"Bentar, bentar. Jadi tante Hanna sama om Jeff udah disana? Ini kamu nyusulin?"

"Iya, tadi pagi."

"Kamu kenapa gak berangkat tadi pagi juga?"

"Kamu, kan, tahu aku ada rapat di kantor."

Tita manggut-manggut.

"Kenapa, sih? Takut aku selingkuh disana? Gak bakal. Aku gak suka cici-cici."

"Bukan gitu," Tita melengos. "Kamu kemarin begadang sampai jam 3 pagi, sekarang balik kantor harus langsung ke sana. Nyetir sendiri pula."

"...terus?"

"Kamu capek!"

"Ooh," Gellar tertawa, dicubitnya hidung Tita. "Enggak. Lagian gak jauh-jauh amat."

Tita diem.

"Atau kamu mau ikut?"

"Pengin, tapi kan aku gak bisa..."

"Nah, makanya."

"Atau aku bilang ke mama biar dia aja yang ketemu orang WO, ya, Ge? Kan cuman tinggal—"

"Jangan, dong, Yang. Kamu, tuh, suka labil. Kalau tiba-tiba ada yang gak srek pas hari H kamu jadi bete. Bisa-bisa gak jadi nikah kita."

"Ya gak gitu juga!"

Gellar ketawa lagi. "Udah, kamu temuin orang WO sama mama kamu. Aku lagian besok pagi udah pulang."

"Kamu bawa temen, kek, Ge. Aku gak tenang kalau kamu nyetir sendiri. At least kan bisa gantian kalau kamu ngantuk atau kecapekan di jalan."

Gellar menghela nafas.

Paham, sih, dia kalau Tita khawatir. Lagian dia sebetulnya emang kecapekan semalam begadang buat rapat hari ini. Tapi mau gimana? Keluarganya udah di rumah duka—iya, saudara jauh dari pihak mamanya meninggal dunia tadi sore.

Sebenarnya, tadi pagi Jeff, Hanna, dan Jena pergi kesana untuk menjenguk di rumah sakit. Siapa yang tahu kalau pamannya itu ternyata malah meninggal beberapa jam kemudian? Makanya, dia gak enak kalau gak dateng walaupun saudara jauh. Gitu-gitu, dulu dia pernah jadi bintang iklan di TV pas masih bocah berkat jasa pamannya.

Cowok itu berlutut di depan Tita, menggenggam dua tangan tunangannya dengan jemari mengusap cincin di jari manis perempuan itu. Cincin pertunangan yang tinggal menghitung 2 minggu lagi sudah akan diganti dengan cincin pernikahan mereka berdua.

"Aku kabarin kalau udah sampe. Jadi gak usah khawatir, oke?"

"Bisa gak, sih, besok aja ngelayatnya?" Tita gak tahu dia lagi PMS atau gimana, cuman rasanya dia mau nangis aja cuman karena dia gak mau Gellar berangkat. "Kan bukan saudara deket."

"Yang, kamu denger sendiri tadi Papa telepon gimana, kan? Aku disuruhnya sekarang, gak enak kalau nanti-nanti."

"Ya udah aku ikut."

"Kita beneran mau debat dari awal, nih?"

Tita mencebik, mengalihkan wajah ke arah lain.

"Ta, kenapa sih?" Gellar mencium dagunya sambil terkekeh. "Idih, matanya merah! Mau nangis, ya?"

"Tau."

"Mau mens, nih, fiks. Besok aku beliin jamu, ya, pulang dari rumah sana."

"..."

kiss me more.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang