; out of control

24.7K 1.8K 74
                                    


Gellar Morgan Januar's POV

Tahun baru kemarin adalah awal segalanya dimulai.

Gue dan Tita masih jadi anjing dan kucing. Yah, no wonder. Dia pasti bosen dan enek banget sama kelakuan gue tapi mau gimana lagi? Gue suka bikin dia ngamuk-ngamuk. Mendapati cewek itu dengan kening berkerut dan wajah tertekuk setiap kali berdebat dengan gue menimbulkan perasaan puas tersendiri yang gak bisa lo mengerti. Jangankan lo pada, gue sendiri aja gak tahu.

Malam tahun baru dimana orang-orang lebih memilih melihat kembang api di langit, gue lebih suka menghabiskan malam di club malam favorit anak muda, bersama sekumpulan temen tongkrongan gue. Yang gak gue prediksi, gue bakal out of control. Entah berapa botol yang udah gue habiskan, bahkan gue gak sadar kalau gue abis nonjokin muka Echan saking gabutnya.

"Telpon Tita aja biar dipawangin." ujar Echan waktu itu sambil mengumpati gue.

Jordan mengernyitkan dahi. "Kenapa Tita?"

"Dia kalau udah diamukin Tita pasti kicep."

Jordan masih gak ngerti, tapi cowok itu milih buat nurut aja. Gak lama, yang gue denger di tengah kondisi mabuk gue adalah Jordan lagi bercakap sama Tita. Sekitar dua puluh menit kemudian, Echan dan Jordan membopong gue keluar club.

Cengiran lebar muncul begitu aja di bibir gue kala menemukan Tita melengos sambil bersandar dan bersidekap di depan mobil yang dia supiri sendiri. Setelah gue duduk di jok kursi penumpang, gue sempat mendengar Tita mengumpati Echan karena cewek itu gak tahu mau mulangin gue kemana.

Tapi gak lama, cewek itu masuk. Membuat gue yang tadinya meringkuk kini jadi memilih menghadap ke arahnya.

"Ta—"

"Gak usah ngomong sama gue."

'"Dih, galak." cibir gue sambil mencolek dagunya, bikin dia langsung melotot dan menepis tangan gue secepat kilat. "Gue pulang kemana, Ta?"

"Ke neraka."

Gue ketawa.

"Ta, gue pulang ke kos lo, kan?"

"Gak ada pilihan lain, kan?"

"Good. Gue suka tidur sama lo."

Tita menoleh dan mendelik jijik. "Gak ada yang bakal tidur sama lo, oke?"

"Oh, ya?"

"Ya."

"Lo yakin lo gak bakal tidur sama gue malem ini?"

"Ya."

**

Apa gue pernah bilang kalau semakin galak cewek itu, Claradia Tita maksud gue, semakin dia kelihatan panas di mata gue?

Tita itu keras kepala, bener-bener gak mau ngalah dalam segi apapun, apa lagi kalau berhadapan sama gue. Kebayang, kan, sebenci dan semuak apa dia sama gue karena selama ini gue pula satu-satunya yang selalu berusaha buat ngalahin dia di semua mata kuliah?

Beside that, Claradia Tita juga yang jadi alesan kenapa orang-orang punya tanggapan buruk tentang gue.

Gue inget banget pernah nge-gap Tita lagi ngerumpi sama temen-temennya dan cerita soal gue. Gak ada yang bagus, semua jeleknya gue diomongin sama dia. Tapi gue cuman mendengus geli, gak berusaha menegurnya sama sekali. Gue gak tahu Tita tahu dari mana, tapi semua yang dia omongin adalah kebenaran.

Gue, Gellar Morgan Januar, mengakui bahwa gue punya reputasi buruk di kampus. I do sleep with a lot of girls. Gue bukan gak mau menghitungnya berapa jumlahnya tapi gue emang gak inget cewek mana aja yang udah tidur sama gue. Tapi seburuk-buruknya gue, gue punya persyaratan sebelum fiks mau nidurin mereka. Pertama, gue gak mau nidurin perawan. Kedua, kami harus sepakat untuk gak terbawa perasaan.

Seperti yang semua orang tahu, gue dan Tita memiliki sesuatu yang bikin kami saling tarik-menarik tanpa bisa dijelaskan sesuatu apakah itu. Tita is just one of a kind. Cewek cantik tentu menarik. Contohnya Raya. Dia cantik, badannya macem gitar spanyol, dan dengan mudah bisa gue tarik ke ranjang. Tapi cewek kayak Tita yang gak ada takutnya, dia langka. Banyak hal yang bisa dia lakuin, tapi gak semua cewek bisa.

Gue sadar gue menginginkan dia dari awal gue ngerasa ada yang beda sama Tita. Yang bikin gue tiba-tiba merasa merinding setiap kali mengamatinya mengikat rambut, yang bikin gue ingin mendorong ke dinding dan menciumnya liar, yang bikin gue gak berhenti berfantasi gimana rasanya kalau gue bisa memiliki dia seutuhnya.

Dan apa yang gue lakuin tepat di tahun baru kemarin sama sekali gak bikin gue menyesal.

"Ge..."

Di antara kecupan basah yang gue berikan di pahanya, dia berusaha menarik fokus gue untuk mau meresponnya.

"Hm?"

"I'm virgin."

Detik dimana dia mengakui satu hal besar itulah, gue merasa seluruh aliran darah di tubuh jadi berhenti.

"Holy shit, Tita?"

Seharusnya... seharusnya gue memilih untuk berhenti. Seharusnya gue gak nekat untuk melanjutkan sekalipun dia udah terlihat siap menyerahkan semuanya buat gue. Tapi melihat gimana kami berdua udah sama-sama telanjang, jejak kemerahan menyebar di atas kulitnya, bibir basah Tita, dan tubuh indahnya, gue gak bisa berhenti.

Malam tahun baru kemarin adalah saksi bisu gimana gue mengambil kesuciannya, menciptakan desah panas dan gesekan antara kulit gue dan kulitnya, bibir bertaut, dan ranjang berdecit. Katakan gue pecundang dengan mengingkari prinsip yang gue buat sendiri.

But blame her.

Salahin Tita karena dia yang bisa bikin gue ngerusak peraturan yang gue buat sendiri.

**

"Listen, apapun yang terjadi sama kita kemarin dan sekarang, gue gak bakal bisa lebih dari ini, oke?"

"...What?"

"Kita," tekannya lagi. "We're still being a friends, right?"

"..."

"Gak perlu merasa bersalah karena udah nidurin gue yang kemarin masih virgin."

"Kita tetep jadi temen?" tanya gue dengan suara lirih, hampir gak terdengar saking gak percayanya.

"Kita tetep jadi temen."

"Sekalipun gue tidur sama yang lain, lo oke?"

"I'm okay."

"...Okay."

***

kiss me more.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang