; he's way better than Gellar

13.4K 1.7K 373
                                    

Jena menggigit bibir bawahnya gugup ketika Jordan menatapnya lurus. Tangan Jena memelintir bagian bawah jaket yang ia pakai, menciut seketika. Dia mengumpat dalam hati, bertanya-tanya kenapa dia tadi gak nyuruh Afif aja yang nemenin dia buat menjalankan misi. Kenapa malah menelpon Jordan?!

"Ini jam delapan lebih. Sama Papa lo boleh keluar jam segini?"

"Papa, kan, gak ada disini."

"Jena, kalau ngomong lihat ke orangnya. Gue bukan cacing."

Jena mengangkat kepalanya perlahan, makin merinding ketika menemukan Jordan masih menatap ke arahnya dengan pandangan tak terbaca.

Kenapa cowok itu selalu mengintimidasi, sih?! Batin Jena berteriak jengkel.

"Papa gak disini, jadi gak papa."

Jordan menghela nafas. "Ya udah, ayo."

Jena mengangguk, melangkah di belakang punggung Jordan takut-takut. Jordan menarik nafas dalam, langsung berhenti melangkah membuat Jena menabrak punggung keras di hadapannya.

"Aduh!"

"Jalan di sebelah gue, jangan di belakang."

"Gak perlu stop mendadak juga, dong!"

Jena langsung melangkah cepat mendahului Jordan, bahkan tanpa permisi langsung membuka pintu mobil cowok itu, duduk, dan memakai sabuk pengaman dengan cepat, seolah itu mobilnya sendiri.

Seperti yang udah-udah, atmosfer ketika Jena dan Jordan berada di dalam mobil selalu terasa canggung dan tak nyaman. Lagi-lagi Jena hanya kembali merutuki diri-sendiri karena begitu bodoh dalam mengambil keputusan. Apa lagi kalau dilihat-lihat, kali ini Jordan lebih terlihat cuek dan dingin, lebih dari seperti apa Jordan sebelum ini.

"Ini kemana?"

Jena menoleh sekilas, sebelum kemudian membuka ponsel dan membaca alamat yang tertera disana. "Kafe Monstera."

Jordan diam lagi, bahkan sekedar bilang oke saja tidak.

Jena duduk gelisah, rasanya ingin mengompol saja saking tidak nyamannya dia dengan situasi ini.

"Kak Jordan?" Jena memberanikan diri memanggil cowok itu.

Jordan tidak menoleh, hanya bergumam. "Hn?"

"..."

Kali ini cowok itu baru menoleh. "Kenapa?"

"E-enggak. Gak jadi."

"Oke."

Jena menggaruk alisnya. Beberapa saat dia diam, atau hanya bergerak untuk menyamankan posisi duduk. Kenapa pula Kafe Monstera ini letaknya sangat jauh? Dia, kan, jadi harus terjebak lebih lama dengan si manusia es!

"K-kak?"

Jordan melirik gadis itu lewat sudut matanya. "Kenapa?" tanyanya dengan sabar, menghela nafas. "Kebelet pipis?"

Jena menggeleng cepat. "Bukan."

"Terus?"

"A..." Jena meneguk ludah, kedua tangannya saling meremas, grogi sendiri. "Aku gak suka kak Echan."

Jordan menoleh sepenuhnya, tangan kirinya bergerak mengganti persneling sambil mengamati Jena.

"Gimana?"

"Aku gak suka Kak Echan. Maksudnya, aku suka, Kak Echan lucu, tapi bukan suka yang kayak gimana-gimana."

Bahkan setelah lima detik dia berkata begitu, Jordan tak kunjung menjawab, membuat Jena kini jadi menoleh ke arah laki-laki itu, memastikan apakah Jordan masih bisa mendengarnya dengan baik.

kiss me more.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang