; should end up like this

6.3K 906 66
                                    

Lambaian tangan Tita menarik atensinya. Gellar tersenyum sumringah, bikin dia geli sendiri karena hal sesederhana ketemu Tita aja bisa bikin dia bahagia begini.

Bibirnya baru terbuka hendak bersuara menyapa sang kekasih hingga kemudian semua fokusnya hilang saat seorang perempuan rambut pirang berbalik badan.

Gellar bersumpah dia merasakan waktu seolah berhenti hingga beberapa sekon sementara detak jantungnya melaju lebih cepat.

Mungkin benar adanya betapa banyak orang mengatakan bahwa, first love never dies.

Bukan. Bukan Gellar masih menyayangi perempuan itu. Tapi karena memori akan cinta pertama tidak akan pernah lekang oleh waktu.

Pertemuan yang terjadi detik ini, secara sangat tiba-tiba, setelah bertahun-tahun Gellar tidak pernah mendapat kabarnya, setelah dulu dia ditinggalkan tanpa pamit padahal Gellar berpikir bahwa hubungannya dengan Danila akan berhasil sekalipun melawan restu, membuat Gellar merasakan dadanya bergemuruh.

Banyak pertanyaan muncul di benaknya sekarang. Tapi semuanya ia paksa telan ketika sentuhan jemari Tita di lengannya, untuk kedua kali, menyadarkan dia.

Gellar menelan ludah. Perasaan bersalah merayap begitu saja.

••

Gak pernah sekalipun Gellar dan Tita membiarkan suasana di dalam mobil sunyi senyap, apa lagi tegang dan membuat jenuh dalam waktu yang bersamaan selain hari ini.

Tita sengaja diam, membiarkan Gellar yang suasana hatinya tiba-tiba berubah untuk berbuat semaunya.

Jalanan tidak terlalu padat, Gellar seperti merasa punya kuasa melajukan mobil dengan kecepatan tinggi. Sekali lagi, Tita biarkan.

"ANJING!"

Gellar tiba-tiba berteriak marah ketika sebuah mobil berwarna merah menyalip dan berubah jalur tanpa menyalakan lampu sen. Andai saja Gellar terlambat menekan pedal rem, Tita yakin kini mereka akan dibawa ke rumah sakit.

Tita masih menyentuh dadanya karena terkejut.

"Tai gak bisa nyetir gak usah sok!" katanya marah, entah berteriak pada siapa.

Ketika akhirnya Gellar tiba-tiba menginjak pedal gas dan melaju dengan kencang, Tita tahu laki-laki itu betulan emosi.

"Ge, Ge. Jangan dikejar, gak usah cari masalah."

"Yang kayak gitu perlu dikasih tahu, Yang—alah, bangsat, udah jauh lagi."

"Makanya, udah. Gak lihat apa platnya merah?"

Gellar makin mendengus kesal. Dia menghela nafas kemudian ketika Tita mengusap pundaknya, menyuruh Gellar menenangkan diri.

"Ketaker banget emang. Percuma pake seragam tapi goblok."

Sadar bahwa Gellar udah kembali ke jalur arah pulang, Tita kembali mengalihkan wajah ke jendela sampingnya.

Laki-laki yang emosinya tiba-tiba naik hanya karena disalip itu jelas hanya pelampiasan. Ada sesuatu yang mengganjal di pikiran Gellar hingga dia menggunakan kejadian barusan untuk melampiaskan perasaannya.

Keinginan Tita untuk tetap diam dan tidak mengungkit pertemuan Gellar dan Danila seketika berubah karena melihat kelakuan aneh cowok itu.

Ada baiknya semua ini segera diluruskan sebelum semakin menjadi-jadi.

••

"Aku siapin air anget. Mau mandi dulu, kan?"

kiss me more.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang