Bangun dengan selangkangan sakit sampai berjalan seperti kepiting membuat Tita marah bukan main kepada laki-laki bernama Gellar Januar Morgan.
Semalam, berlindung dibalik alasan 'ngerayain hari jadi', Gellar membuat Tita gak bisa bernapas apalagi kabur dari kamar. Eh, bisa ding. Keduanya bahkan menjelajahi semua ruangan di apartemen. Gellar benar-benar mengambil kesempatan, mentang-mentang gak ada Jena disana.
Kasur, kamar mandi, dapur, meja makan, karpet ruang tengah, di belakang pintu ruang tamu, semuanya! Tempat suci yang gak jadi saksi bisu percintaan mereka hanya di kamar Jena dan di balkon doang.
Beruntung Gellar masih tahu diri buat gak menjadikan kamar Jena sebagai fantasinya, sementara Tita menolak mentah-mentah diajak mencoba di balkon.
Kemarin, sih, Tita ngerasa oke-oke aja, toh dia juga suka dan menikmati. Tapi setelahnya ini, loh! Rasanya pengen ngamuk aja sama Gellar yang sekarang masih mendengkur nyaman di atas kasur, sementara dia harus menanggung kesakitan seorang diri.
Lamunan Tita yang sedang berdiri dengan tangan berpegangan pada meja nakas terhenti begitu saja ketika dia mendapati usapan di lengannya, disusul dengan kecupan singkat di pundak, lalu naik ke pipi.
Tita mendorong Gellar, menyuruhnya menjauh.
"Mau kemana?"
"Kamar mandi."
Gellar sesungguhnya masih benar-benar mengantuk. Masih sangat mengantuk. Mereka baru tertidur di pukul empat pagi, sementara sekarang masih pukul setengah delapan. Tita bukan tipe orang yang suka bangun pagi, tapi kali ini Gellar tahu alasannya. Badan perempuan itu pasti terasa lengket dan Tita gak nyaman.
Dia mengucek mata agar kantuknya bisa hilang.
"Kenapa pagi-pagi udah merengut, sih?"
"Sakit!"
Gellar agak kaget karena Tita tiba-tiba nyolot. Perempuan yang hanya dibalut kaos kebesaran milik Gellar itu tampak sangat badmood.
Oke, sebagai pacar yang baik, Gellar gak mau jadi pacar yang gak tahu diri dengan memilih kembali tidur sementara Tita gak baik-baik aja. Jadi dia menawari pilihan lain.
"Aku gendong?"
"Jangan pake aku-aku, plis. Gak geli lo?"
Gellar menghela nafas. Padahal kemarin saat mereka bercinta, Tita tidak protes.
"Gue gendong, Ta?" tanyanya menawari kembali, kali ini dengan suara lebih lembut. "Maaf, gak lagi, deh, bikin lo sampai kewalahan gini."
Tita cuman memutar bola matanya. Gak bisa percaya begitu saja. Tapi rasa nyeri di selangkangan membuat dia lebih suka diam daripada berdebat sama Gellar. Padahal ini hari pertama mereka berdua resmi berpacaran. Tapi mendapati dirinya jadi kesusahan berjalan, Tita jadi sebel sendiri.
"Gendong."
Gellar mengangguk, dia segera mengulurkan tangan hendak mengangkat tubuh Tita agar bisa bergelantungan macam koala di depan tubuhnya, tapi Tita menggeleng.
"Gendong belakang aja."
Baiklah.
Gellar balik badan, kini sedikit membungkuk dan meminta Tita untuk naik ke punggungnya. Perempuan itu segera menurut. Gellar menyamankan posisi perempuan yang kini sudah menyandarkan dagu dengan nyaman di pundaknya.
Pas sadar kalau pacarnya gak segera jalan, Tita jadi mengernyitkan dahi bingung.
"Kok gak jalan, Pak?"
Gellar menoleh ke samping. Mesem. "Morning kiss, first."
**
Saking baiknya manusia bernama Gellar Morgan Januar, cowok itu bahkan rela menunggui Tita di kamar mandi. Gak tahu, deh, sebenarnya yang kayak gitu bisa dibilang memberi pertolongan apa cuman modus aja.
KAMU SEDANG MEMBACA
kiss me more.
Teen Fiction[21+] "can you kiss me more? we're so young and we ain't got nothing to lose." 23/12/21 - 25/07/22