; am i so replacable?

9K 1.1K 299
                                    

"Dam, lagi free gak?"

Sadam, yang ditanya, menggumam panjang sebelum memberi jawaban. "Kalau sekarang free. Jam tujuh ada janji sama orang. Kenapa, Ta?"

"Oh, gak papa, sih. Nanya doang."

Sadam ketawa. Ya gimana gak ketawa. Orang Tita, tuh, seumur-umur kenal dia—padahal baru juga berapa lama—gak pernah nelpon dia duluan. Bener-bener baru kali ini. Gak mungkin gak ada motif kenapa dia mendadak nelpon.

"Boong banget. Kenapa? Mau cerita? Atau mau ditemenin kemana?" tanyanya kemudian.

"Iya, mau cerita. Hehe," Tita meringis. "Tapi gak usah, gak jadi, gak penting-penting amat, kok."

Sadam masih menggerakkan kursor laptopnya sembari menjawab. "Gue lagi depan laptop. Bikin link Zoom Meeting aja sekalian gimana?"

Tita ketawa. 

Sadam, tuh, bukan tipe cowok kalau lo abis ngomong 'gak jadi cerita' dia bakal jawab 'oke' begitu aja. 

Sebenarnya Tita gak enak, sih, kalau harus ganggu cowok itu, cuman Tita juga gak mungkin cerita ke Rea soal permasalahannya sama Gellar sementara cewek itu masih nangisin Echan hampir tiap kali ngelamun. Makanya, Tita kepikiran buat curhat ke Sadam karena kayak yang orang tahu, cowok itu emang dewasa dan enak buat diajak diskusi. Lagipula ide buat Zoom Meeting terdengar lucu, jadi Tita akhirnya setuju.

"Oke. Gue kebetulan lagi buka laptop. Yang bikin link siapa, nih?"

"Gue aja. Ini udah jadi. Gue send PC, ya."

Tita langsung mendapat notifikasi pesan masuk dari cowok itu di WhatsApp Web. Link yang dikirim Sadam kemudian ia tekan, membuat layarnya beralih dari ruang obrolan WhatsApp ke opening Zoom di laptop.

Setelah memastikan kamera dan mikrofonnya tidak mati, dia sempat memperbaiki tatanan rambut di depan kamera laptop sebelum akhirnya masuk ruang obrolan. Tita tersenyum menyapa laki-laki yang terlihat... well, Sadam tampil berbeda ketika menggunakan kacamata. Ada kesan anak baik-baik namun juga ada kesan 'panas' disana.

"Hai."

Sadam ikut senyum. "Lagi apa, Ta, ini tadi?"

"Lagi overthinking." akunya.

"Ah, wrong question. Kan tadi udah bilang mau curhat, yak?"

Tita ketawa. Kepalanya manggut-manggut membenarkan. "Beneran gak ganggu, Dam?"

"Enggak, Ta. Emang lagi santai," katanya sambil melepas kacamata, membuat Tita diam-diam mendesah kecewa. "Mau cerita soal apa?"

Diingatkan dengan pokok persoalan yang hendak ia bahas, membuat Tita jadi tertegun sesaat. Raut wajah Gellar yang menyorot ia dengan tatapan sedih tadi membuat perempuan itu jadi kepikiran.

"Gellar, ya?"

Tita mengangguk. "Tadi gue sama dia sempet ngobrol di kampus. Dia bilang kenapa gue ngehindarin dia, gue jawab seadanya, karena dia sendiri yang bilang antara kami sama-sama butuh jarak."

Karena Sadam gak pernah diceritain sebelum ini tentang apa yang membuat Gellar gak lagi bersama Tita, Sadam jelas mengernyit bingung dan agak terkejut dengan pernyataan yang barusan ia dengar dari mulut Tita.

Cewek itu menangkap gurat kernyitan di dahi Sadam, membuatnya segera menjelaskan. "Jadi gue sempet jadian sama Gellar, tapi putus," Tita meringis malu. "Karena... karena ada, lah, sesuatu yang bikin kami jadi gitu. Terus dia ada bilang soal butuh jarak. Makanya, tadi gue jawab ke dia begitu."

Sadam menganggukkan kepalanya mulai paham. "Oke, terus?"

"Terus akhirnya kita debat. Dia ngotot bilang kalau gue salah misal tetep ngejauhin dia begini, dia maunya kita gak jadi orang asing, tapi gue gak bisa kayak gitu, Dam. Kalau mantan, ya udah mantan. Mana bisa gue balik lagi kayak Tita yang dulu jaman masih temenan sama dia. Paham gak?"

kiss me more.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang