Haechan tersenyum di balik masker yang ia gunakan saat melihat sang kekasih sedang berlari kecil menuju mobilnya. Ryujin malam ini terlihat sangat tertutup, sama seperti dirinya. Meskipun begitu, penampilan gadis pujaan Haechan itu tidak terlalu mencolok, hingga tidak terlalu memancing perhatian.
Ryujin membuka pintu belakang, duduk di samping Haechan. Parkiran belakang gedung agensi Ryunjin ini memang kerap kali sepi, jadi mereka berdua bisa tetap aman jika ketemuan.
"Hei?" Haechan mengusap lengan Ryujin pelan, membuat gadis itu menolehkan kepalanya.
Ryujin membuka kupluk yang dia kenakan, hingga menunjukan matanya yang memerah. "Oppa ..." lirihnya.
Haechan membuka maskernya, lalu tersenyum tipis dengan hangat. Haechan mengerti kegelisahan yang Ryujin rasakan, sebab dia merasakannya juga.
"Hm?" Tangan Haechan bergerak, sedikit menyisir rambut pendek Ryujin dengan lembut.
"Kau salah," ujar Ryujin, menghentikan kegiatan Haechan.
Pria itu menghela napas, menghadap depan, menyandarkan kepalanya ke sandaran kursi mobil. Beruntung manager yang mengantarnya mengerti, sehingga tadi dia pergi untuk membiarkan Haechan dan Ryujin bicara sesuka hati.
"Aku tahu, Ryu. Tapi ini juga bukan sepenuhnya kesalahanku, kebanyakan yang bersalah itu agensi."
"Apa kau tidak bisa menolak?" tanya Ryujin, mendapat gelengan lemah dari Haechan.
"Jika aku bisa, akupun akan menolaknya."
Kini dua-duanya terdiam. Sibuk dengan pikiran masing-masing yang bercabang. Dalam pikiran mereka, mereka berpikir. Setidak boleh itukah seorang idol seperti mereka untuk merasakan apa itu yang namanya jatuh cinta? Sehingga setiap kali mereka menjalin hubungan, bukannya kebahagiaan, malah kesengsaraan yang mereka dapatkan.
"Apa kita konfirmasi saja hubungan kita?"
Haechan menoleh sepenuhnya, menatap Ryujin dengan sorot mata yang tidak setuju.
"Jangan, Ryu. Apa kau mau mendapat banyak cercaan? Cemoohan?"
Ryujin balas menatap mata Haechan. "Tidak masalah."
"Bukan masalah untukmu, tapi masalah besar untukku. Kau pikir aku akan tega membiarkan semua itu? Kau pikir aku tidak akan marah atau sedih jika suatu saat nanti melihat semua itu?" kata Haechan tegas. Sungguh, dia tidak suka ide Ryujin ini. Membayangkan kekasihnya mendapat banyak ujaran kebencian saja Haechan sudah mau gila rasanya.
"Lalu, bagaimana dengan Aeri eonni?" Ryujin kembali bertanya dengan suara lemah, membuat Haechan diam seribu bahasa. "Dia pasti sangat kesakitan, Oppa. Dia baru saja sembuh dari luka yang di timbulkan oleh banyaknya komentar jahat yang dia terima, tapi kenapa kita malah menambahnya?"
Haechan menggeleng lemah sekali. "Bukan kita, tapi aku. Aku yang menambah luka Giselle."
Entah karena terlalu merasa sedih, Ryujin menitikan air mata, membuat Haechan menarik kekasihnya dengan pelan masuk kedalam dekapan hangatnya.
"Jangan menangis, Ryu. Aku ikut merasa sakit jika kau seperti ini, tolong," ucap Haechan lirih, mengusap punggung Ryujin yang mulai bergetar dengan lembut.
"Aku tidak bisa. Hatiku sangat sakit, Oppa. Apa kita salah karena sudah jatuh cinta?"
Haechan menggeleng tegas, mempererat dekapannya. "Tentu saja tidak. Hanya saja takdir memang tidak berpihak pada kita, Ryu."
Isakkan Ryujin semakin kencang, membuat sesuatu dalam diri Haechan terasa begitu ngilu. Mana ada pria yang tega melihat gadis yang dia sayang seperti ini?
KAMU SEDANG MEMBACA
Fake Rumor!
FanfictionSUDAH TERBIT! Buku tersedia di shoppe! Seorang idol memang tidak akan lepas dari yang namanya rumor. Tapi, bagaimana dengan Giselle yang harus mengorbankan diri untuk menutupi rumor orang lain? Terlebih, rumor tersebut adalah rumor dari seniornya se...