Haechan salah, perkataannya kemarin pada Giselle salah. Haechan bilang, kemungkinan tidak apa-apa dan tidak masalah jika dia dan Giselle jalan-jalan keluar berdua, karena di mata publik, mereka sepasang kekasih. Namun, kenyataannya jauh berbeda.
Pagi ini, saat Giselle membuka ponselnya tiba-tiba saja dia mendapat banyak pesan masuk yang pengirimnya entah siapa dan dari mana. Isi pesan itu kebanyakan adalah ujaran kebencian soal dirinya yang tidak pantas untuk Haechan, soal scandal dirinya tempo lalu, juga ada beberapa yang menghina betapa buruknya dia.
Belum lagi saat Giselle membuka situs berita, di sana dengan jelas terpampang banyak sekali foto dirinya dan Haechan. Baik saat mereka berdua ada di pantai, di kedai hot pot, dan juga saat mereka berjalan-jalan sebentar di sekitaran kedai tersebut.
Giselle bergeming di tempat tidurnya. Otak, hati dan mentalnya lelah luar biasa. Giselle pikir, ini sudah selesai. Giselle pikir, semakin lama rumor ini berjalan semakin berkurang orang yang membencinya, tapi ternyata tidak.
Bukannya berkurang, malah semakin banyak saja. Yang tadinya hanya sekedar membenci diri pribadi saja, kini sampai fisik dan keluarga di bawa-bawa.
Masa liburan yang harusnya dilewati dengan hati senang, kini malah runyam.
"Dari mana mereka mendapat nomor ponselku?" monolog Giselle, tangannya dengan lincah menghapus satu persatu pesan yang masuk. Beberapa ada yang dia baca, sisanya dia abaikan.
"Mereka sangat mengerikan."
Giselle kembali menjatuhkan tubuhnya ke atas ranjang. "Apa mereka tidak lelah? Atau merasa bersalah sedikit saja karena sudah memberikan kata-kata buruk seperti itu?" Giselle kembali bermonolog.
"Apa tujuan mereka sebenarnya? Mencari kepuasan? Yang benar saja!"
"Mereka gila," lirih Giselle, menghembuskan napasnya berat.
Giselle benar-benar sudah sangat lelah. Dia sudah cukup mendapat banyak ujaran kebencian sejak debut, tapi untuk kali ini, terasa lebih menyakitkan.
Kata-kata mereka yang mengatakan bahwa Giselle sama sekali tidak pantas berdampingan dengan Haechan itu cukup membuatnya tertampar. Seburuk itukah dia di mata orang-orang?
Giselle ingin berteriak rasanya. Dia frustasi. Sebenarnya sampai kapan dia harus seperti ini?
Tolong katakan pada siapapun, Giselle lelah, dia ingin menyerah.
***
"Heh, bangun!"
Haechan mengerang dalam tidurnya saat merasakan seseorang menepuk pantatnya cukup keras. Haechan membalikan badannya, menyipit menatap Renjun yang bersidekap dada. Tampilan pria mungil itu masih rapih. Kupluk, masker, juga jaket tebal masih terpasang apik di tubuhnya.
"Renjun? Kapan kau pulang?" tanya Haechan setengah sadar. Dia tidak bangun, melainkan mengubah posisi tidurnya menjadi menghadap samping. Matanya memperhatikan pergerakan Renjun yang sudah mulai melepas satu persatu benda yang menempel pada tubuhnya. Menyisakan kaus dan celana pendek saja.
"Lima belas menit lalu. Kenapa kau di sini?"
"Ingin saja, di dorm sepi, aku tidak suka."
"Semua orang pergi liburan, Chan." Renjun berdecak. "Salah dirimu juga yang memilih untuk tinggal di dorm dari pada pergi jalan-jalan ataupun pulang ke rumah."
"Aku malas, Renjun. Aku sedang bertengkar dengan adik-adikku, itu membuatku enggan untuk pulang ke rumah."
Renjun menggelengkan kepalanya tidak habis pikir. Perasaannya Haechan itu sering sekali bertengkar dengan adik-adiknya, apalagi adiknya yang pertama. Sampai terkadang, adiknya itu datang ke dorm sembari menangis untuk meminta maaf pada Haechan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Fake Rumor!
FanficSUDAH TERBIT! Buku tersedia di shoppe! Seorang idol memang tidak akan lepas dari yang namanya rumor. Tapi, bagaimana dengan Giselle yang harus mengorbankan diri untuk menutupi rumor orang lain? Terlebih, rumor tersebut adalah rumor dari seniornya se...