Kehidupan pagi menjelang siang di tempat kekasihnya bekerja hari ini begitu padat. Semua orang berlalu lalang dengan bawaan ditangan. Ada yang membawa tumpukan berkas, ada yang menjinjing kamera, ada yang menyeret sebuah kotak berisi tumpukan mikrofon beserta kabel ditangan yang lain, ada juga yang berjalan seraya berbicara menggunakan HT. Sibuk sekali.
Giselle ada diantara hiruk pikuk itu. Dirinya berjalan pelan juga menunduk dan tersenyum tipis sesekali saat melewati beberapa orang.
Semalam Haechan menginap lagi di apartemennya, pria itu datang pada larut malam, nyaris dini hari, dengan keadaan lelah luar biasa. Mukanya kusut, tatanan rambutnya sudah tak terbentuk, dan dia datang untuk minta tidur seraya dipeluk. Tidurnya begitu nyenyak, alhasil pagi tadi pria itu bangun terlambat. Bangun tidur lalu mandi dan berangkat begitu saja, tanpa memakan apa-apa.
Giselle khawatir, takut-takut jika prianya itu sakit. Jadi dengan inisiatif dirinya membuat makanan dan mengantarnya ke sini untuk Haechan.
Akan tetapi, Giselle rasa keputusannya ini sedikit salah. Sebab sejak dirinya masuk ke dalam gedung ini, orang-orang yang dia kira sangat sibuk itu ternyata masih memiliki waktu untuk menatap aneh dan sinis pada dirinya. Saat Giselle dengan ramah menunduk dan tersenyum tipis saja mereka melengos, tak membalas.
Giselle tidak tahu sama sekali alasan mengapa mereka seperti itu. Sebab jika dia datang ke gedung ini bersama Haechan atau dengan Karina dan yang lainnya, orang-orang itu bersikap biasa saja, bahkan terkadang menyapa dirinya. Tapi sekarang saat Giselle datang sendiri, mengapa orang-orang itu seolah tak suka?
"Lihat, dia datang sendiri kali ini." Bisik itu terdengar saat Giselle sedang menunggu pintu lift terbuka.
"Tidak tahu malu, ya? Setelah keluar dari perusahaan karena hubungan palsunya dengan Haechan, sekarang dia kembali, menjadi kekasih Haechan lagi." Bisik selanjutnya terdengar kembali.
"Benar, mana sebelum pergi dia sempat menghancurkan hubungan Haechan dan Ryujin, gatal sekali."
"Iya, padahal Haechan dan Ryujin itu cocok, tapi karena dia hubungan mereka berdua harus berakhir."
"Aku setuju, dibanding dengan dia, Haechan dan Ryujin itu lebih terlihat serasi. Dasar perusak."
Dengan sekuat tenaga Giselle cengkram tas tempat bento untuk Haechan. Gadis itu menggigit bibir dalamnya, menahan sesak yang menyerang dada.
Ah, ternyata setelah selama inipun, masih ada orang yang tidak suka pada hubungannya dengan Haechan. Giselle pikir setelah menghilang selama empat tahun, orang-orang di gedung ini berubah menjadi lebih baik. Namun nyatanya, mereka semua masih sama, masih suka mengurusi kehidupan pribadi artisnya, masih suka berbicara semau mereka.
Tarikan napas Giselle kali ini terasa berat. Sebenarnya salah dia pada mereka itu apa, ya? Mengapa sejak dulu, mereka selalu memperlakukan dirinya dengan tak baik? Giselle juga manusia, yang merasakan lelah, yang merasakan sakit, yang punya hati. Apakah mereka tidak dapat berpikir ke arah sana?
"Loh, Aeri? Sedang apa di sini?"
Giselle berjingkat pelan, mendongak untuk menemukan manager Dream yang menatapnya heran.
"Eh, kau kenapa? Matamu merah." Kali ini Manager menatapnya khawatir.
Giselle tersenyum, kemudian menggeleng. "Ah, aku tidak apa-apa, Oppa. Aku ke sini ingin memberikan bento untuk Haechan, tadi pagi dia belum sempat sarapan. Tapi sekarang karena aku sudah bertemu dengan Oppa, aku titip saja, ya? Kebetulan setelah ini aku punya urusan. Boleh?" Ditatapnya wajah manager melas.
"Boleh, tapi kau sungguhan tidak ingin mampir? Haechan akan senang melihatmu." Manager raih tas bento itu, matanya masih menyorot bingung pada Giselle yang kini menggeleng cepat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Fake Rumor!
FanfictionSUDAH TERBIT! Buku tersedia di shoppe! Seorang idol memang tidak akan lepas dari yang namanya rumor. Tapi, bagaimana dengan Giselle yang harus mengorbankan diri untuk menutupi rumor orang lain? Terlebih, rumor tersebut adalah rumor dari seniornya se...