Bagian 10

4K 510 43
                                    

Sesuai janji tiga hari yang lalu, Giselle menunggu Haechan di sini, di depan gedung dormnya. Tiga hari lalu, Haechan mengajaknya keluar, bukan untuk jalan-jalan, tapi untuk sesuatu yang lain. Sesuatu yang membuat Giselle bisa sadar sesadar-sadarnya bahwa ini memanglah tugas yang harus dia lakukan--melindungi dan menjadi tameng untuk Haechan.

Tebak apa?

Haechan mengajaknya keluar untuk menemani pria itu bertemu dengan Ryujin, memanipulasi semua orang seakan yang akan pergi berkencan keluar itu Haechan dan Giselle, bukan Haechan dan Ryunjin.

Tidak tanggung, saking niatnya Haechan, dia membelikan Giselle setelan yang mana setelan tersebut sama persis dengan apa yang akan Ryunjin gunakan juga nanti.

Semua Haechan persiapkan dengan baik, sampai-sampai model rambut Giselle saja dia pinta agar sama dengan Ryujin.

Giselle juga membawa setelan baju ganti, supaya setelah mereka sampai, dia bisa langsung bertukar posisi dengan Ryujin tanpa menimbulkan kecurigaan apapun.

Kenapa Giselle tidak menolak?

Ya, bagaimana dia bisa menolak? Dia setuju dari awal, jadi rasanya akan sangat tidak etis dia menolak ajakan Haechan itu. Karena, ya, ini memang tugasnya sejak awal, kan?

Apa Giselle marah?

Tidak, hati gadis itu tidak bisa hanya untuk sekedar "marah" saja. Giselle itu lembut, dia tidak akan marah hanya karena hal yang menurutnya sepele seperti ini. Justru yang marah itu Ningning, sampai-sampai dia tidak menegur Giselle selama seharian. Dan di pagi harinya, Ningning datang seraya menangis karena tidak tega harus melihat Giselle berkorban sampai sejauh ini.

Bukan hanya Ningning saja, Karina dan Winter pun seperti itu. Mereka marah, pada Giselle dan pada Haechan. Terutama pada Haechan, mereka tidak menyangka bahwa Haechan akan memanfaatkan situasi ini dengan baik, menggunakan Giselle untuk melindungi kekasihnya. Karina dan Winter sama-sama merasa bahwa senior mereka sudah sedikit keterlaluan?

"Jijel, ayo masuk, nanti terlalu malam!"

Lamunan Giselle buyar, matanya mengerjap menatap Haechan yang melambai dari dalam mobil. Dengan menghembuskan napas lemah, Giselle masuk dan duduk di kursi Haechan.

Malam ini Haechan terlihat seperti biasanya, memakai setelan yang nampak serasi dengan setelan yang Giselle gunakan, atau mungkin serasi dengan setelan yang akan nanti Ryujin gunakan.

"Apa kau menunggu lama?" Haechan bertanya setelah mobil bergerak, matanya masih lurus ke arah depan, sebab hari ini dia menyetir sendiri, karena manager harus melakukan sesuatu.

"Tidak," jawab Giselle singkat.

"Syukurlah." Haechan terdiam beberapa saat. "Em, Jijel, nanti di sana kemungkinan akan ada wartawan, jadi untuk berjaga-jaga aku boleh meminta padamu untuk lebih berhati-hati, kan?"

Giselle menatap Haechan sebentar, lalu mengangguk.

"Nanti setelah kita sampai, kau akan di jemput oleh manager Hyung, jadi kau jangan takut untuk pulang sendirian."

Lagi-lagi Giselle hanya mengangguk. Ya, bisa apa dia selain patuh pada ucapan pria di sampingnya?

***

Tempat kencan yang di pilih Haechan ini jauh dari keramaian, tapi itu sama sekali tidak menutup kemungkinan untuk menghindari yang namanya wartawan. Mereka itu ada di mana-mana, seperti seorang penguntit.

Haechan dan Giselle berlagak seperti biasa, mengobrol untuk menutupi kecanggungan. Ruangan ini tertutup, di pesan khusus oleh Haechan supaya privasi mereka tetap terjaga.

"Ryujin sudah datang," ujar Haechan, menunjukan satu pesan di ponselnya pada Giselle.

"Ah, begitu? Baiklah, aku akan ke toilet sekarang." Giselle kembali memakai masker, bersiap untuk pergi.

"Jijel," panggil Haechan pelan saat Giselle membereskan rambutnya supaya tidak terlihat panjang.

"Ya?" Giselle memandang Haechan dengan mata bulat kecilnya, tatapan polos yang berhasil membuat setitik rasa tidak enak bercampur bersalah di dalam hati Haechan.

"Pastikan kau pulang dengan baik, manager Hyung sudah aku hubungi dan dia ada di depan. Untuk semua yang telah kau lakukan, terima kasih banyak."

Di balik masker Giselle tersenyum tanpa arti. "Tentu. Nikmati kencanmu, Haechan," ucapnya sebelum melesat pergi menuju toilet di mana dia akan berganti posisi dengan Ryujin.

"Maaf, Jijel."

***

Giselle masuk ke dalam toilet, berusaha untuk tidak menimbulkan kecurigaan bila mana mungkin saja ada CCTV di sini. Setelah Giselle masuk, dia menemukan Ryujin di sana.

Menyadari kehadiran Giselle, Ryujin yang tadinya menatap kosong, kini tersenyum manis. "Eonni," lirihnya.

Giselle balas tersenyum. "Annyeong, Ryujin-ii," sapanya.

Mereka berdua berpelukan sebentar, meresapi perasaan masing-masing dalam pelukan itu. Ryujin dengan perasaan bersalahnya, dan Giselle dengan perasaan hampanya.

"Maafkan aku, Eonnie, maaf karena sudah membawamu masuk ke dalam masalah ini." Ryujin tertunduk. Sungguh, dia merasa sangat bersalah sekarang. Yang berkencan itu dia dan Haechan, kenapa Giselle yang harus berkorban?

"Tidak apa-apa, ini sudah takdir, jangan merasa bersalah seperti itu." Giselle tersenyum lembut, berusaha terlihat baik-baik saja padahal aslinya tidak.

"Tapi tetap saja, aku dan Haechan bersalah."

"Hei, sudah kubilang ini takdir. Ini sudah takdirku untuk menjadi salah satu jalan kalian berkencan, dan aku tidak apa-apa."

"Kau bisa menghindar dari takdir itu, tapi kau malah memilih bertahan. Kenapa?"

Senyum Giselle belum luntur. "Ryujin, takdir ada itu untuk di jalani, bukan di hindari. Mau sekuat apapun aku menghindar, jika ini memang sudah jalanku akan tetap menghampiriku. Jadi, daripada menghindarinya lebih baik aku menjalaninya saja, kan?"

"Ta--"

"Sudah, ayo cepat, Haechan pasti sudah menunggumu." Giselle mendorong bahu Ryunjin pelan, menyuruhnya untuk keluar.

"Lalu kau bagaimana? Pulang dengan siapa?" tanya Ryujin.

"Bersama salah satu manager Dream, jangan khawatir. Lebih baik sekarang kau pergi, kasihan kekasihmu itu." Giselle terkekeh. "Nikmati waktu kalian berdua, ini jarang-jarang kan?"

"Iya, terima kasih, Eonni." Ryujin memeluk Giselle sebentar. Memakai masker, lalu keluar. Meninggalkan Giselle yang menumpahkan semua yang dia tahan dari awal.

***

Hai, terlalu malam, ya? Maaf.

Tolong di baca, ya!

Setidak baik apapun sikap Haechan di sini, itu semua hanya karangan semata. Saya pribadi, tidak memiliki niat sama sekali untuk menjelekkan Haechan.

Karena memang, ya, beginilah sikap Haechan di cerita saya. Seperti Haechan biasa, tapi sedikit mengandung sikap Brengshakenya, haha.

Maaf juga untuk penggunaan karakter Ryunjin di sini. Karena memang, cerita ini tercipta karena berita Rumor itu.

Ini FF, jadi saya membuat cerita sesuai apa yang adaa di pikiran saya. Jadi, seperti inilah jadinya.

see you in the next chapter!

Fake Rumor!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang