Sebelumnya hanya ingin memberitahu, chapter ini maju beberapa tahun kemudian, jadi jangan bingung, ya. Dan maaf jika tidak masuk akal.
Enjoy!
***
Dari dulu sampai sekarang, Haechan hanya memiliki satu alasan untuk lari bak kesetanan. Hanya karena wanita inilah Haechan bisa segila dan senekat ini——berlari tunggang langgang dan meninggalkan pekerjaannya begitu saja hanya untuk mencapai pelataran rumah sakit.
Napasnya memburu bukan main, peluhnya membanjiri. Dengan susah payah Haechan mengatur napasnya sendiri, matanya yang telah memerah menatap resepsionis rumah sakit ini dengan tajam.
"Uchinaga Aeri ... Di mana?"
Resepsionis itu tampak kaget untuk beberapa saat, sampai akhirnya tersadar dan dengan tangan bergetar membuka data yang ada dalam iPad-nya.
"Ruang VVIP di lantai enam Haechan-sii," jawabnya pelan. Masih kaget melihat sosok di hadapannya kini.
"Terima kasih." Lalu tanpa menunggu apa-apa lagi, Haechan kembali berlari.
Dia benar-benar tidak peduli apapun. Pada kakinya yang terasa kebas. Pada tubuhnya yang terasa memanas. Pada air mata yang telah keluar. Pada orang-orang yang menatapnya tak percaya.
Yang ada dalam pikiran Haechan saat ini hanyalah sang Istri, tak ada lagi.
***
Tubuh Haechan bergetar saat sampai. Matanya menatap sayu ruangan yang berisi wanita yang paling dia kasihi dengan mata berkaca-kaca.
Butuh beberapa saat bagi Haechan untuk menenangkan diri agar saat dirinya masuk nanti, sang Istri tidak merasa khawatir. Sungguh, perasaannya terasa sangat tidak jelas. Rasa takut, senang, sedih, khawatir, bersatu padu hingga membuat Haechan bingung.
Di dalam ruangan ini, ada Istrinya yang sedang merasakan sakit sendirian, berjuang agar keadaannya tetap baik-baik saja.
Lalu meskipun tubuhnya masih bergetar hebat, Haechan membuka pintu putih di hadapannya dengan pelan, hanya untuk menemukan Giselle yang kini tengah berdiri menghadap ke arah jendela luar sana, tidak menyadari kehadiran Haechan agaknya.
Maka dengan pelan, Haechan mendekat. Mencoba untuk sepelan mungkin supaya tidak menggangu kegiatan Istrinya itu. Sebab Haechan tahu, bahwa menatap langit adalah salah satu hal yang paling Giselle sukai.
Menatap tampak belakang Giselle seperti ini membuat Haechan tersenyum lembut. Bagaimana rambutnya yang terurai, selang infus yang menancap dengan apik ditangan kirinya, lalu tangan kanannya yang aktif mengusap-usap perutnya yang membesar. Pemandangan paling indah yang pernah Haechan lihat.
Masih membekas dengan jelas dalam ingatan Haechan di mana dia yang nekat untuk bertemu dengan Ayah Giselle guna menyampaikan niat baiknya. Haechan berusia 29 tahun kala itu, tapi dia sudah mampu mengambil keputusan yang terbilang cukup berat disaat karirnya masih melejit tinggi.
Haechan juga ingat di mana dia yang berusaha mati-matian untuk mendapatkan Giselle kembali di saat gadis itu mengalami trust issue padanya. Hingga akhirnya dua tahun lalu Haechan berhasil membawa gadis itu ke jenjang pernikahan secara diam-diam.
Sampai saat inipun tak satupun penggemar yang tahu akan status Haechan. Mereka hanya tahu bahwa Haechan sudah putus dengan Ryujin dan melajang sampai sekarang. Namun, sepertinya sekarang sudah tidak lagi. Dia yakin setelah ini akan banyak sekali artikel mengenai dirinya, mengingat bagaimana kesetanannya dia barusan sampai tidak memikirkan identitasnya sendiri.
Mengingat itu Haechan menghela napas, setelah ini dia harus siap jika agensi memanggil dan mungkin saja memarahinya.
"Hyuck?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Fake Rumor!
FanfictionSUDAH TERBIT! Buku tersedia di shoppe! Seorang idol memang tidak akan lepas dari yang namanya rumor. Tapi, bagaimana dengan Giselle yang harus mengorbankan diri untuk menutupi rumor orang lain? Terlebih, rumor tersebut adalah rumor dari seniornya se...