Karina, Winter dan Ningning merebahkan diri mereka di ruangan tengah. Ketiga gadis itu baru selesai mandi, baru pulang juga beberapa menit lalu. Tampilan mereka juga sudah lebih santai, hanya menggunakan baju tidur, rambut yang diikat dengan asal, juga wajah yang tidak memakai make up sama sekali.
"Eh, kalian sudah pulang?" Giselle muncul dari arah kamar dengan selimut yang melilit tubuhnya.
"Baru saja sampai," jawab Karina. "Kau kenapa keluar? Kau masih sakit, Jel, jangan bangun terlebih dahulu, nanti kau malah semakin pusing!" Karina bangkit, menghampiri Giselle lalu memapahnya menuju sofa.
Giselle memutar bola matanya. "Hei, aku hanya demam, jangan berlebihan." Lalu Giselle berdecak.
"Tetap saja. Kau sedang sakit, jangan terlalu banyak bergerak dulu!"
"Iya-iya," ujar Giselle, memilih untuk mengalah daripada harus berdebat dengan Karina.
Giselle duduk di samping Winter, menyandarkan kepalanya yang masih terasa sedikit pusing di bahu Winter. Tangan Winter bergerak, menyentuh kening Giselle lalu lehernya.
"Badan eonni masih hangat, sudah minum obat?" tanya Winter lembut, Giselle mengangguk, menutup kedua matanya.
Kemudian keadaan hening, mata mereka tertutup, saling bersandar satu sama lainnya. Hari ini cukup melelahkan bagi semua orang. Karina, Winter dan Ningning yang sibuk oleh jadwal, dan Gisellw yang sibuk menenangkan pikirannya.
Hampir saja tertidur, tapi saat bel berdering, mata mereka terbuka seketika. Saling pandang seakan bertanya, "itu siapa?"
Karena, ya, ini sudah cukup malam. Siapa yang bertamu malam-malam begini? Manager? Dia tidak akan menekan bel. Lalu siapa?
"Ning, buka sana," suruh Karina, kembali menyandar pada Giselle yang sudah menutup matanya kembali.
"Kenapa aku? Eonni saja sana!" Ningning memberengut kesal.
"Aku lebih tua darimu, cepat!"
Awalnya Ningning ingin protes, tapi saat mendengar bel di susul oleh ketukan pintu kembali terdengar, Ningning pasrah. Gadis yang paling muda dari yang lain itu bangkit, menghentak-hentak kakinya saat berjalan, kesal. Melihat kelakuan sang maknae, Karina hanya bisa tertawa pelan, lalu kembali bersandar pada Giselle yang sudah kembali menutup matanya.
Ningning membuka pintu dengan kasar. "SIA——"
Mulut Ningning terkantup, matanya melotot. Menatap tidak percaya tiga pria yang sedang tersenyum di hadapannya.
"Annyeonghaseyo, Ningning-sii."
"Sunbaenim?" Ningning mencicit, masih tidak percaya dengan apa yang dilihatnya.
Sedangkan yang ditatap mengernyit, saling pandang satu sama lain. Sampai pada akhirnya, Haechan, sebagai orang yang menyapa Ningning tadi melambaikan tangan, mencoba untuk menyadarkan Ningning yang masih terdiam.
"Ningning?"
Ningning mengerjap, lalu salah tingkah. "Eh, annyeonghaseyo, Sunbaenim," sapanya, membungkuk sopan.
Jeno, Haechan dan Jaemin mengangguk menanggapi sapaan Ningning, yang memang jika dipikir-pikir terlambat itu.
"Sunbae, ada kepentingan apa?" tanya Ningning canggung. Terlebih, saat ini penampilannya sangat tidak layak untuk dilihat.
"Kami ingin menjenguk Giselle, boleh?"
Ningning semakin gugup saja. Bagaimana? Dia tidak mungkin membiarkan Jeno, Haechan dan Jaemin masuk ke dalam, dengan keadaan para kakaknya yang masih dalam penampilan sehari-hari mereka. Polos tanpa make up.
KAMU SEDANG MEMBACA
Fake Rumor!
FanfictionSUDAH TERBIT! Buku tersedia di shoppe! Seorang idol memang tidak akan lepas dari yang namanya rumor. Tapi, bagaimana dengan Giselle yang harus mengorbankan diri untuk menutupi rumor orang lain? Terlebih, rumor tersebut adalah rumor dari seniornya se...