Giselle menatap gamang layar ponselnya. Harusnya dia menuruti perkataan manager dan member untuk tidak membuka handphone hari ini, maka mungkin saja Giselle tidak akan merasakan sakit hati yang mendalam seperti sekarang.
Seminggu telah berlalu, rumor kencan antara Haechan dan Giselle menyebar luas ke mana-mana. Orang-orang terbagi menjadi dua kubu, mendukung dan membenci. Namun, diantara dua kubu tersebut, kubu membenci lah yang paling banyak.
Mereka, terutama fans Haechan terus menerus mengatakan hal yang tidak pantas untuk Giselle, memberinya banyak ujaran kebencian yang sama sekali tidak pantas untuk gadis itu terima.
Hubungannya dengan Haechan juga tidak ada perubahan. Pria itu bilang, dia akan selalu ada di samping Giselle, tapi sudah hampir seminggu ini, pria itu tidak menampakkan batang hidungnya sama sekali. Haechan membiarkan Giselle mendapat rasa sakit ini sendiri.
"Aku bukan orang jahat, kenapa mereka membenciku?" lirih Giselle.
Hatinya teramat sakit, tapi dia tidak bisa menangis. Entah karena air matanya yang sudah mengering, atau karena dia sudah kelelahan dan bosan untuk menangis. Sebab, seberapa keras pun usaha Giselle untuk menangis supaya bisa membuatnya lega, air mata itu tidak kunjung keluar. Malah, rasa sesak semakin menderanya.
"Eomma, appa, ini sangat menyakitkan, Aeri tidak kuat ...."
***
Haechan meringkuk di bawah selimut tebal, di dahinya terdapat plester penurun panas yang di pasangkan oleh Johnny semalam. Iya, sudah lima harian ini Haechan demam, dia radang.
Di sampingnya ada Mark yang menatap Haechan malas, tidak lupa dengan keberadaan Renjun, Jeno dan Jaemin yang datang pagi ini untuk menjenguk sahabat mereka itu.
"Kau itu sakit atau apa, sih, Chan? Kenapa lama sekali?" runtuk Renjun.
Haechan terbatuk sebentar. "Mana aku tahu!" sungutnya.
Mark berdecak. "Sudah kubilang, jangan sering begadang, jangan makan sembarangan, sekarang kau lihat sendiri akibatnya. Tidak enak, kan?"
"Iya, maaf. Alasan aku begadang juga karena itu, kan," jawab Haechan, mengerucutkan bibir bawahnya.
Jaemin melirik Jeno dan Renjun secara bergantian. Ngomong-ngomong soal masalah Haechan, sebenarnya ada yang ingin mereka bertiga katakan. Itu tujuan utama mereka menjenguk Haechan ke sini. Tapi, saat melihat kondisi Haechan yang masih tidak sehat, mereka jadi urung. Takut Haechan akan kepikiran dan tambah membuat pria itu down.
Namun, jika mereka tidak bicara, Haechan tidak akan tahu keadaan masalahnya yang sudah merugikan Giselle begitu banyak. Selama demam, Haechan sama sekali tidak di izinkan untuk memegang ponsel. Pria itu memegang ponsel hanya saat mengabari Ryunjin tentang keadaannya saja, selebihnya dia tidak peduli.
"Chan," panggil Jeno, membuat mata Haechan yang terpejam terbuka sedikit.
"Hm?"
"Giselle."
Mendengar nama itu, seketika mata Haechan melotot, dia bangun dengan tiba-tiba, menatap Jeno dengan sorot terkejut. Benar, Haechan lupa soal Giselle, Haechan telah melupakan gadis itu.
"Bagaimana keadaannya?" tanya Haechan dengan suara yang sedikit bergetar. Rasa bersalah seketika menjalar dalam hatinya.
"Aku tidak tahu, tapi jika kau melihat ini, kau bisa menyimpulkannya sendiri." Jeno menyerahkan ponselnya pada Haechan, yang di terima dengan sedikit ragu oleh pria itu.
Mata Haechan bergerak, membaca satu persatu kalimat yang tertera di layar ponsel Jeno. Membaca setiap rentetan ujaran kebencian yang di tulis oleh fansnya untuk Giselle, membuat satu bagian dalam hati Haechan sedikit tercubit. Kata-kata itu sangat menyakitkan, Haechan saja tidak tahan membacanya, lalu bagaimana dengan Giselle?
KAMU SEDANG MEMBACA
Fake Rumor!
FanfictionSUDAH TERBIT! Buku tersedia di shoppe! Seorang idol memang tidak akan lepas dari yang namanya rumor. Tapi, bagaimana dengan Giselle yang harus mengorbankan diri untuk menutupi rumor orang lain? Terlebih, rumor tersebut adalah rumor dari seniornya se...