13

383 44 0
                                    


Happy Reading!!!

Masih belum terlalu pagi, bahkan banyak orang masih bergelung nyaman dengan kasurnya tapi berbeda dengan rumah Johnny, yang saat ini sudah berisik dengan suara bel pintu.

Johnny dan Ten yang kebetulan tidur di kamar lantai bawah sangat jelas mendengar suara bel itu, mereka berdua membalikkan badan saling memunggungi bermaksud untuk mengurangi suara bel yang terdengar. Tapi percuma, semakin lama suara bel itu semakin berisik bahkan tidak ada jeda sama sekali.

"Berisik sekali orang itu. "

Ten membalikkan badannya dan terlihat punggung Johnny yang tegap itu, dan dengan teganya Ten menendang pantat Johnny.

"Aww shh. " Johnny membalikkan badannya sambil mengusap pantatnya yang sudah di tendang itu "kenapa kau malah menendang ku Ten. " Dengan muka bantal Johnny menatap tajam Ten.

"Bel itu berisik sekali, kau buka pintu itu dan siram orang yang memencet bel itu. "
Johnny mengerutkan keningnya "kenapa bukan kau saja? Dan malah menendang ku. " Ten juga punya kaki kan, tapi dengan teganya dia menyuruhnya, masih mending jika membangunkannya dengan sayang tapi ini malah menendangnya, bukankah itu tega?

Ten melotot kan matanya "apa kau lupa? Pantatku sakit dan aku sakit untuk berjalan, semua karena mu, kau bermain kasar tadi malam. "

Johnny menggaruk rambutnya yang tak gatal, dia lupa padahal dia memang bermain kasar tadi malam "oke aku akan membuka pintunya. " Dengan malas Johnny bangun dari tidurnya, dia merenggangkan otot tubuhnya.

Sambil berjalan, tak henti hentinya Johnny menggerutu tentang siapa yang datang sepagi ini? Seharusnya aku nyaman tidur sekarang, dan sebagainya.

"Akan aku hajar orang itu. " Johnny meraih knop pintu.

"Ya!! Sia- eh jongin hyung? " Yang dari awal Johnny ingin meneriaki orang yang terus memencet bel menjadi tidak jadi karena melihat Jongin pelakunya. "Aku harus baik karena aku menjadi bawahannya sekarang. " Ucap dalam hati, ya Johnny sekarang menjadi bawahan Jongin di perusahaannya. Dia bekerja sebagai manager marketing di perusahaan Jongin. Waktu itu dia bercerita tentang bos yang di perusahaannya itu yang semena-mena dan sebagai peri baik Jongin hyung menawarkan sebuah pekerjaan padanya, karena memang dia muak dengan bosnya itu jadi dia menerima. Dia baru satu hari bekerja kemarin dan sekarang adalah hari kedua, tidak mungkin kan dia mau langsung di pecat secepat mungkin.

Jongin mengangkat salah satu alisnya "kau mau marah padaku? "

Johnny menggeleng pelan "tidak Hyung, aku tidak marah, aku malah senang kau berkunjung kemari di pagi buta seperti ini. " Johnny tersenyum terpaksa, biarlah dia sedikit menyindir bosnya ini. "Memangnya Jongin hyung ada perlu apa kemari? "

"Aku ada perlu dengan Taeyong, dimana dia? "

"Ada di kamarnya Hyung, mungkin dia masih tidur karena ini masih sangat pagi. " Johnny membuka lebar pintu rumahnya membiarkan Jongin masuk.

"Kau terus saja menyindir ku, jika tidak ada keperluan aku tidak akan berkunjung. " Jongin melangkah memasuki rumah itu, tujuannya bukan untuk duduk santai di ruang tamu. Tidak bukan itu, dia ingin pergi ke kamar Taeyong dan memeluknya jika dia masih tidur. "Apa Taeyong selalu mengunci kamarnya? "

Johnny yang mengikuti Jongin dari belakang menjawab "aku rasa tidak Hyung, akhir akhir ini Taeyong tidak pernah mengunci kamarnya lagi setelah kejadian waktu itu. " Kejadian  yang di maksud Johnny itu waktu dimana Ten menangis di depan kamarnya.

Jongin mengangguk dan terus melenggang pergi bahkan tuan rumahnya sendiri berada di belakang.

"Rumah siapa sebenarnya ini? " Johnny mengerutkan keningnya saat melihat Jongin yang langsung melenggang pergi ke arah Taeyong, seakan dia yang punya rumah "jika bukan bos aku sudah meremukkan badannya."

"Aku masih bisa mendengarnmu. " Jongin membalikkan badannya "setidaknya, jika ingin membicarakan orang yang berada di sekitarmu tunggu dia pergi jauh. " Setelahnya Jongin kembali berjalan menuju kamar Taeyong, dia hanya berharap kamar Taeyong tidak terkunci jadi akan sia-sia dia datang sepagi ini.

Saat ini Jongin sudah berada di depan pintu kamar Taeyong, dia meraih knop pintunya dengan perlahan agar tidak menimbulkan suara, dia hampir memekik senang karena pintunya tidak di kunci, dia juga menutup pintu kamar kembali dengan perlahan.

Bisa Jongin lihat, di depannya ada Taeyong yang sedang tertidur dengan memeluk boneka pemberiannya. Jongin melangkah mendekatinya dan duduk di pinggiran kasur, dia mengurai rambut Taeyong yang menutupi dahinya. Jongin merasa dia bukan pria sejati, karena dia sudah membuat Taeyong menangis padahal baru saja dirinya membuat janji "maafkan aku membuatmu menangis, tapi sungguh kau salah paham sayang. "

Jongin meraih boneka bearnya itu lalu menaruhnya di belakang Taeyong, dia ikut membaringkan tubuhnya dan mendekap Taeyong perlahan agar tidak terganggu, dia menatap lekat wajah Taeyong bahkan mengelus pipinya yang halus itu "kau cantik Taeyong dan aku mencintaimu, tapi aku mencintaimu bukan atas dasar parasmu, aku tidak tau kenapa aku bisa mencintaimu padahal masih banyak pria manis dan perempuan lainnya, tapi kenapa aku hanya tertarik padamu? Jika suatu saat nanti kau tidak memilihku, aku akan sedih tentu saja tapi aku tidak akan berkecil hati bisa bersamamu saja walaupun sesaat adalah suatu anugrah terindah bagiku. Bisakah kau percaya kalau aku mencintaimu saja Taeyong? Bukan yang lain. " Lama memandangi wajah Taeyong membuat Jongin mengantuk, dia ikut memejamkan mata sebenarnya untuk pergi kesini dia juga mengantuk karena ini adalah rekor terpagi dia bangun. Semoga saat kau bangun nanti semua menjadi baik kembali.

Tanpa Jong-In tau Taeyong sudah bangun semenjak suara pintu terbuka, tapi dia tetap memejamkan matanya saat tau yang datang Jongin.
Taeyong mendongakkan kepalanya dan melihat wajah tampan Jongin "hyung aku tidak suka di permainkan. " Dengan suara lirih Taeyong berucap, dia merasa Jongin sangat mencintainya saat Jongin mengatakan itu, tapi di sisi lain dia takut, apa yang dia lihat di pesan Jongin membuatnya berpikiran wanita itu adalaha kekasihnya.

Taeyong terisak pelan, dia bingung harus apa, dia mencintai Jongin tapi dia tidak bisa merebutnya dari kekasihnya, karena bagaimanapun juga dia pernah mengalaminya. "Hyung aku juga mencintaimu, tapi bagaimana dengan kekasihmu itu? Aku tidak mau bahagia di atas kesedihan orang lain. " Taeyong berucap lirih, dia tidak mau ucapannya terdengar oleh Jongin.

"Terima kasih sudah mau jujur tentang perasaanmu. "

Taeyong melotot kan matanya saat mendengar suara Jongin, "hyu-hyung ka-kau bangun?. "

Jongin tersenyum konyol "bagaimana aku bisa tidur jika ada yang meremat kuat kaos ku? Kau tadi mengatakan apa? Kau mencintaiku juga? Aku senang mendengarnya dan lagi siapa yang akan sedih jika kita memiliki hubungan? "

Taeyong gugup dan malu, bagaimana bisa jadi begini "ti-tidak Hyung, aku tidak mengatakan apapun. " Taeyong mengedarkan pandangannya, dia gugup, tolong yongie... o(╥﹏╥)

Jongin menggigit pipi dalamnya, baginya tingkah Taeyong saat ini sangat lucu.

"Ayo pergi ke rumahku dan bertemu dengan orang tuaku akan aku jelaskan semuanya. "

"Tap-."

Ucapan Taeyong di potong oleh Jongin "tidak ada bantahan, aku harus cepat cepat melakukan ini atau kau akan di ambil orang. " Jongin memaksa Taeyong bangun dari tidurnya dan menyuruhnya untuk mandi.

"Mandilah aku akan menunggu. "

~bersambung...

Vote and coment ya






The First Lie Of Happiness [Kaiyong] √Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang