Chapter 1

2.8K 86 23
                                    

Mata gadis itu terfokus pada untaian kata-kata yang ia baca. Bibirnya mengulum senyum tertahan. Tangannya sesekali mengipasi wajah karena terlalu bahagia, lalu kembali lagi membalik halaman demi halaman novel.

Suara ketukan pintu membuatnya teralih. Senyumnya menarik lebar dan segera membukakan pintu kamarnya untuk menyambut orang yang memang sejak tadi ia nantikan.

"No" ucap Dion tanpa ia sempat bersuara. Mulut Shea membuka, hendak mendebat. "Gak. Sampai kapanpun nggak," tegas pria tersebut. Ia menggeleng tak percaya mengingat kalimat Shea di telfon. "Lu gila, ya?"

Shea lantas menggeleng. "Di, ini tuh cerita kesukaan gue. Lu tau lah gimana sukanya gue sama novel ini."

Dion tak menggubrisnya, sekalipun ia tahu Shea menamatkan novel tersebut mungkin ada sekitar 20 kali.

"Trus sekarang diangkat jadi film. Gue excited banget, Di! Sutradaranya nawarin langsung ke gue. Masa gue tolak?"

Dion tetap menggeleng. "She, lu suka boleh suka sama novel ini, lu obsessed pun gak masalah. I'm okay with it walaupun gue udah muak lihat tuh novel lu bawa kemana-mana. Lu excited dia diangkat jadi film, it's fine. Tapi mau lu main apa nggak di film itu, filmnya bakal tetap jadi. Lu tinggal nunggu aja hasilnya. Nggak harus lu yang main, She."

Shea mencebik melihat reaksi manajernya. "Tapi kan mungkin di antara seluruh orang di Indonesia, gak ada yang sukanya itu melebihi gue. Gue baca berkali-kali, pemahaman gue tuh dah expert. Gue paham banget perasaan Elsa."

"She, cerita ini ada adegan kiss-nya! Dan gak cuma satu kali!" bentak Dion langsung melempar novel tersebut ke sudut kamar.

Mata Shea langsung membulat kaget. Segera ia pungut novel tersebut. Memeluknya erat-erat, takut Dion buang lagi.

Dion berkacak pinggang angkuh. "She, dengar ya. Banyak yang di luar sana yang dipaksa bikin sensasi, yang dipaksa buat muasin nafsu pemimpin agensinya juga banyak. Lu udah paling enak dapet manajemen yang bikin image lu itu cewek baik-baik. Mau lu rusakin dengan adegan ciuman? Dihujat satu Indonesia lonte. Itu mau lu?" tantang Dion.

"Kan bukan adegan dewasa yang gimana-mana, Di," balas Shea mencicit.

"She, ini Indonesia. Ciuman itu masih tabu buat dipamerin ke umum. Lu mau ciuman sama orang yang bukan siapa-siapa lu cuma karena kerjaan, cuma karena duit, orang langsung hujat lu murahan. Image lu rusak! Itu yang lu gak tau!" bentak Dion naik pitam.

Shea menunduk menatap lantai. Tapi Dion telah mengenalnya cukup lama. Shea pembantah. Kalau ia diam, itu artinya ia sedang memikirkan balasan lainnya.

"Lagian lu emang dikasih izin sama nyokap lu?" serang Dion lagi. Tahu bahwa Mama Shea sangat protektif pada putrinya. Orang yang diperbolehkan mengajak Shea keluar saja mungkin tak lebih dari 3 orang.

Shea mengangguk semangat dengan senyum merekah. "Boleh. Kan gue udah 17 tahun. Gue ada KTP loh, Di!" pamernya bangga.

Dion menepuk jidatnya saat ia malah melupakan hal penting tersebut. Benar, Shea telah menantikan ulang tahunnya yang ke-17 sejak lama. Papinya bukan orang Indonesia. Dan sang Mama menyerap budaya suaminya dulu. Dimana mereka membebaskan anak mereka melakukan apa saja ketika telah menginjak usia dewasa. Alkohol, seks, tinggal sendiri, melakukan pekerjaan apapun. Walau bagi Dion itu seperti menelantarkan anak.

"She, lu belum punya first kiss! Lu gila mau ngasih first kiss lu ke orang yang bukan siapa-siapa lu cuma karena novel yang lu suka!"

"Oh kalau soal itu udah gue pikirin," timpal Shea yakin. "Gue bakal ngelakuin first kiss gue sama lu!" umumnya bersemangat.

Tak ayal deklarasi itu membuat Dion menganga. "WHAT?!" Ia menggeleng cepat. "Gak! Nggak sudi gue!"

Shea terhenyak mendengar penolakan tersebut. "Loh? Kenapa?" baliknya tidak mengerti. "Gue kan sayang elu, Di. Lu juga sayang gue. Wajar dong kalau kita ciuman?"

Act It Out!!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang