Chapter 27 Part 2

271 31 7
                                    

Pastikan baca sampe tulisan TBC

“Child grooming adalah proses predator seksual untuk ‘mempersiapkan’ korbannya. Pelaku menggunakan power-nya, baik itu fisik, emosional, ataupun finansial untuk membangun hubungan dan ikatan emosional dalam rangka memanipulasi, mengeksploitasi, bahkan melecehkan korbannya.”

Shea menatap datar Lulu yang dengan sungguh-sungguh menjelaskan child grooming padanya. Entah sudah berapa jam ini terus yang dibahas. Tiap kali Shea katakan ia mengerti kok, Lulu selalu mengulang penjelasannya dari awal.

“Lu, udah napa?” pinta Shea memelas. Ia sudah kelaparan. Tapi Lulu tak membiarkannya beranjak.

“Tahap pertama adalah accessing. Pelaku mencari akses untuk bisa dengan korban. Hati-hati! Ini first approaching. Dari sini dia bakal build-up supaya bakal terus ada alasan buat ketemu lagi. Misal elu. Tuh si anjing sengaja amat nerima kerja yang bareng lu biar bisa ketemu mulu,” tuduh Lulu yakin.

“Lu, berapa kali gue bilang Bang Exon gak tau gue main di film itu.”

“Hush! Korban dilarang berpendapat. Lu tuh dah dimanipulasi. Jadi dengerin gue,” potong Lulu. Ia kembali menunjuk pada papan tulis di kamar Shea yang sudah ia isi dengan peta konsep. “Yang nerima kerja duluan, siapa? Elu, kan? Habis itu baru dia ngekor. Itu namanya dia sengaja!”

“Tapi kan-“

“Tahap kedua!” Lulu menyeru agar Shea tak punya waktu membantah. Tak biasanya ia menjadi si paling benar sendiri, ia tipe yang senang berdiskusi dan mendengar pendapat. Tapi melihat sudah sejauh apa yang Exon lakukan pada temannya, ia tak mau mendengar opini apapun lagi.

“Trust building. Korban sedang ‘dipersiapkan’ dengan membangun hubungan kepercayaan dan ikatan emosional. Omongan lelaki yang bilang ke kita ‘Kamu lebih dewasa dari pada usiamu.’ atau 'Kamu beda dari cewek lainnya' itu semua adalah  bisikan syaiton untuk membuatmu merasa dirimu itu spesial. Tapi ketahuilah wahai saudari! Anda sama sekali tidak spesial!”

Shea hanya mengangguk pasrah. “Iya dong. Yang spesial kan hanya Lulu.”

“Diam! Gue lagi serius!” Lulu berkacak pinggang. “Kalau di elu nih kasusnya, dia manfaatin masalah keluarga lu. Dia tahu lu punya luka, dan lu jadi dekat sama dia karena ngerasa dia ngerti perasaan lu, sependeritaan sama lu. Hingga akhirnya dikau dan dirinya memiliki ikatan emosional.”

“Dikau dan dirinya, Lu? Bahasa lu gak bisa agak normalan dikit?” Shea menginterupsi sambil terkikik.

“Gak cuma sampe situ!” Lulu tak menghiraukan candaan Shea. “Dia juga terbuka soal sisi fragile-nya sama lu. Dia punya anger issue, dia disleksia, dia korban bully, anak broken home, attention issue, dan sebagainya dan sebagainya, yang bikin lu ngerasa dia benar-benar butuh seseorang. Dan dia bikin lu mikir kalau itu tanggung jawab lu buat nyokong kalau dia punya luka segitu besar. Padahal itu mah masalah dia seorang diri.”

“Bisa gak hilangin soal anger issue, disleksia, korban bully, anak broken home, dan attention issue dari bahasan ini? Mungkin lu bener. Dia child groomer. Tapi semua itu ada di diri dia bahkan sebelum kita ketemu di umur segini. Dia gak pura-pura soal itu. And he desperately needs help.”

“Dia gak pura-pura dan emang butuh bantuan. Tapi bukan berarti dia gak gunain itu buat merangkap elu.” Lulu menatap sendu temannya saat ekspresi Shea benar-benar menjadi kelam. Hati Lulu pun jadi sedikit melunak. “Oke. Dia gak dengan sengaja ngumbar atau gunain itu buat memperdaya lu. Tapi faktanya itu salah satu alasan lu gak bisa nolak dia, kan?”

Tuduhan itu tepat menghunus hati Shea. “Itu tahap ketiga dari child grooming. Silenting.” Lulu menunjuk pada tulisannya. “Dia gak gunain cara umum kayak pelaku yang nunjukin kekuasaannya nakut-nakutin korban biar gak nolak atau buka mulut. Justru malah kekurangan dia yang bikin lu gak bisa tegas. Karena lu takut itu nyakitin dia. Dan komponen silenting lainnya....keluarga yang lu idam-idamkan banget. Lu gak bisa ngomong karena waktu lu angkat suara, hal yang paling lu usahain 10 tahun ini jadi sia-sia.”

Act It Out!!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang