Chapter 33

374 28 46
                                    

Sekalipun telah banyak hal tidak menyenangkan terjadi, Shea tak akan mengelak bahwa Dion pernah menjadi orang yang memegang peran besar dalam hidupnya.

Dion temannya, cintanya, gurunya, dan manajernya.

Mungkin karena begitu banyak peran yang Dion pegang hingga Shea selalu berpikir ia tak akan bisa hidup tanpa pria itu.

Shea sadar pemikiran itu bodoh, karena mustahil ada orang yang tak mampu melanjutkan hidup hanya karena kehilangan satu orang. Siapapun bisa digantikan. Tapi seperti yang pernah Shea tegaskan dulu, ia tak suka menganggap manusia sama dengan barang yang bisa diganti begitu saja. Hingga Shea sendiri yang bersikukuh bahwa Dion tak bisa digantikan siapapun.

Sudah berapa lama Shea menanggung sakit hanya karena ego untuk memenangkan ideologi bahwa manusia tidak sama dengan benda mati?

Ego itu kalah. Cintanya menang.

Dan kini kenyataan datang.

Realita itu manis dan menyebalkan di saat yang sama.

Menyebalkan karena Shea terasa diolok oleh pendirian masa lalu. Manis karena ia akhirnya bahagia.

Dion bukan lagi gurunya. Namun ia kembali bersama guru yang lebih dulu ia miliki sebelum bertemu Dion. Gurunya yang asli.

Dion bukan lagi temannya. Tapi Exon lebih dari sekedar teman baginya. Exon abangnya. Teman yang diperkuat jalinan darah.

Cinta? Exon membawakan sesuatu yang lebih dari Shea bayangkan. Exon yang pasti. Cinta yang tak bertele-tele.

Manajer....

Sungguh Shea tak pernah meragu akan bakat di dalam dirinya. Ia yakin suatu hari nanti ia akan menjadi aktris. Tapi kenyataannya Shea tak punya ukuran yang jelas bagaimana yang disebut sukses. Berapa honor yang tergolong aktris papan atas. Atau lewat jalur apa ia bisa terkenal.

Oleh sebab itu Shea kerap dibayangi ia sukses karena Dion. Karena Dion yang handal bernegosiasi dengan klien. Karena Dion strategis memilih pekerjaan yang tidak hanya sekedar mahal, namun juga yang memiliki dampak untuk jangka panjang. Karena Dion tahu cara memasarkan aktrisnya.

Saat ia mengusir Dion dari hidupnya, Shea telah siap sedia untuk hancur. Pertemanan yang hancur, hati yang hancur, karir yang hancur. Hidup yang tanpa masa depan.

Namun satu persatu segala sesuatu yang rusak akhirnya bisa perlahan membaik. Shea tak punya ekspektasi apa-apa saat melihat manajer barunya. Tapi Mbak Ajeng memberinya hasil yang luar biasa, meski Shea awalnya sudah berhenti berharap.

Mbak Ajeng memperjuangkan hak-hak Shea saat rapat staff agensi. Mbak Ajeng juga berhasil meyakinkan agensi bahwa Shea masih bisa bertahan di dunia seni peran, sekalipun agensinya awalnya sudah bersiap mengganti Shea dengan aktris baru. Mereka awalnya hanya akan berniat memanfaatkan Shea sampai sudah tidak bisa digunakan lagi.

Mbak Ajeng menolak kenaikan range honor Shea di bidang talkshow. Karena kesannya seperti Shea aktris tak laku yang memanfaatkan situasi atas skandal yang panas. Mbak Ajeng juga menolak tawaran-tawaran pekerjaan normal yang mematok harga Shea lebih rendah dari biasanya. Karena kata Mbak Ajeng menerima tawaran seperti itu menghinakan Shea, seolah ia semiris itu tak punya pemasukan, hingga mau tak mau menerima pekerjaan yang gajinya tak sesuai sekalipun.

Mbak Ajeng benar-benar bersikukuh range honor Shea tak bisa diganggu gugat.

Memang, pekerjaan Shea jadi mengalami kemerosotan. Sekalipun nyatanya kuantitas tawaran pekerjaannya sama banyak dengan dulu, sayangnya kualitasnya berbeda.

Jumlah tawaran pekerjaan "normal" terbilang sedikit. Mungkin karena citra Shea telah menurun hingga mereka takut akan berdampak pada brand mereka. Sekarang kebanyakan menawarkan pekerjaan talkshow tentang skandalnya. Pekerjaan yang biasa Shea sebut kerja sensasional, bukan pekerjaan karena talenta. Dan Shea benci pekerjaan yang demikian.

Act It Out!!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang