Chapter 32 Part 3

502 28 98
                                    

Baca sampe TBC. 14K soalnya. Kadang WP suka eror kalau panjang.

Kencan.

Shea sungguh menantikannya. Itu hal yang wajar untuk dilakukan sepasang kekasih, kan?

Tapi sudah berlalu 2 hari sejak diajak kencan, ia dan Exon tetap tak melakukan apa-apa.

Shea hela nafas berat. Gareth dan Tamara terbiasa mengurung diri di kamar masing-masing. Sepertinya sengaja saling menghindarkan terlalu sering bertemu. Karena itu yang bisa Shea ajak berinteraksi hanya Exon.

Shea menyembulkan kepalanya di ruang gym keluarga mereka. Ia lihat Exon sedang berjongkok merapikan alat-alat yang tadi ia pakai. Shea pun mengendap-endap menghampirinya. Lalu ikut berjongkok memeluknya.

"Apa nih?" tanya Exon langsung membelai lengan yang memeluknya.

"Pacar anda" balas Shea ringan.

Exon tak bisa menahan senyumnya. Ia pun bangkit. Tapi Shea malah tetap menempel di pundaknya, seperti tempurung kura-kura saja.

"Lepas, Sayang. Ini nyekik namanya." Exon menepuk pelan tangan Shea di lehernya. Gadis itu langsung melepasnya, hanya untuk berpindah tempat gantungan ke lengan Exon.

Exon hanya geleng-geleng geli melihat tingkah gadisnya. Shea terlihat tidak berminat melepas. "Abang keringetan loh, Sayang. Nempel ke kamu nanti," tegur Exon.

"Ya emangnya ada orang olahraga kagak keringetan?" balas Shea cuek. "Kalau gak keringetan, itu namanya cuma bagian nengok-nengok aja di gym. Gak mungkin lah bisa ngasilin hasil kayak gini," terang Shea sambil mengecup lengan tempatnya bergantung. "Hehe. Fresh out of the oven," pujinya atas bisep Exon yang masih berkedut seusai latihan.

Mata Exon menyipit curiga. "Ada maunya ya?" tebaknya.

Shea menggeleng panik. "Nggak. Siapa bilang?" bantahnya.

Exon bergidik. "Karena biasanya kamu gak suka Abang secara fisik? You hate it," jawab Exon terang-terangan. Ia sadar diri secara fisik ia jauuuuuuh dari tipe ideal Shea. Tubuh tingginya, ototnya yang keras, garis wajahnya yang tegas, suara berat, telapak tangan kasar, dan saat ini ia sedang banjir keringat. Itu semua bertolak belakang dari tipe Shea yang imut-imut seperti Dion.

"Gak benci kok," koreksi Shea merengut.

Ekspresi Exon langsung mengolok-oloknya.

"Ya udah, iya! Aku pernah bilang gak suka!" aku Shea akhirnya. Kemudian wajahnya ditenggelamkan di lengan Exon. "Tapi sekarang aku sadar aku benci itu cuma karena Bang Exon dulunya gak gitu. Aku gak suka nyadarin kita udah pisah selama itu sampai Bang Exon gak mirip sama yang dulu."

Shea hanya benci Exon yang terasa asing. Shea benci Exon yang berubah. Tapi sekarang pria ini adalah kekasihnya. Kalau tak ada yang berubah di diri Exon, mereka mustahil menjadi sepasang kekasih sekarang. Kalau ini sama dengan yang dulu, ia akan tetap hanya adik yang dimanja-manja oleh Exon.

Dan kini Shea tak ingin hanya tersangkut di tiang bernama "adik". Ia ingin lebih. Ia ingin menjadi wanita Exon.

Shea pun mendongak. "Tapi Exon yang cinta sama aku, yang ini kan? Exon yang aku cinta selalu punya penampilan kayak gini. Kalau aku maksa buat punya cowok yang badannya kecil, itu jelas bukan Exon-nya aku. Aku gak mau cowok yang bukan Exon."

Shea tak tahu sejak kapan, tapi belakangan ia sadar betapa terbiasa ia dengan Exon. Ia suka lengan besar Exon yang selalu membuatnya tenggelam dalam pelukan pria itu. Ia suka suara dalam Exon yang berbisik kata cinta di telinganya. Ia suka digendong dan bergelantungan di tubuh kokoh Exon. Ia suka tidur dengan menjadikan tubuh raksasa Exon sebagai alasnya tidur. Dan mungkin kalau Exon punya postur yang sama dengan saat ia berusia 12 tahun, itu semua tak akan bisa Shea lakukan lagi.

Act It Out!!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang