Chapter 32 Part 2

621 38 77
                                        

Heran gue, dah seminggu ini cerita yang diketik kagak nambah-nambah. Sibuk banget belakangan. Niatnya mau akhirin chapter ini dengan satu big moment yang sweet. Tapi kayaknya kalau mau maksa nyelesaiin bagian itu di part ini, gak bakal jadi-jadi up. Jadi ya udah deh, segini aja dulu. Enjoy reading!




Mbak Ajeng. Itu nama manajer baru Shea. Umurnya hampir 32 tahun. Hampir 2 kali lipat umur Shea. Karena itu Shea meragu. Mbak Ajeng sudah menikah dan punya anak, tapi bukan itu yang menjadi masalah bagi Shea.

Shea akan mengakui ia bukanlah orang yang mudah patuh pada orang yang baru ia kenal. Dan ia bukan pula aktris yang mudah diurus.

Shea selalu menarik Dion untuk menangani pria manapun yang mendekatinya. Menjadikan pria itu benteng pertahanannya. Shea tidak suka makan sendirian, karena itu ia selalu merengek ditemani pada manajernya tidak peduli Dion sedang sibuk atau tidak. Shea bukan orang yang perlu dipaksa untuk berangkat bekerja, tapi terkadang setelah pekerjaannya selesai ia merasa sangat lelah hingga tak sadar menangis. Dion memeluknya tiap kali itu terjadi. Shea juga bukan tipe gadis yang teliti, barangnya sering tergeletak begitu saja, Dion yang selalu mengurus keperluannya. Dan Shea segan kalau harus melakukan semua itu pada orang yang baru ia temui dan jauh lebih tua darinya pula.

Shea duduk di ruang make-up sambil membaca-baca materi pekerjaannya hari ini. Ini pekerjaan pertamanya setelah skandal video asusila itu terkuak. Ia harus menyempurnakan ini atau karirnya mungkin akan berhenti sampai di sini.

"Shea maunya yang ini atau yang ini?" tanya Mbak Ajeng menunjuk ke daftar tawaran pekerjaan untuk Shea.

"Ha?" Shea menoleh. "Terserah Mbak aja sih," jawabnya enggan.

Wanita itu terkekeh. "Kok Mbak yang milih? Kan yang bakal jalanin Shea. Mbak cuma nyusun jadwal buat Shea aja."

Shea meringis. Ia beberapa kali meminta pada Dion pekerjaan mana yang ia inginkan. Tapi itu jarang terjadi. Pastinya tak lebih dari 10 kali. Selain itu, Dion yang menerima pekerjaan dan hanya menginformasikan pada Shea apa yang harus ia lakukan dan kapan itu harus dilakukan. Shea tak terbiasa membuat keputusan sendiri atas pekerjaannya.

"Menurut Mbak bagusan ambil yang mana?" tanya Shea balik.

"Is this a test?" tanya wanita itu menyelidik. Shea langsung menggeleng panik. Wanita itu tertawa kecil melihatnya. "Ya udah. Kali ini aja Mbak yang pilihin. Tapi lain kali Shea harus bisa mutusin sendiri loh. Kan Shea udah kakak-kakak. Tugas Mbak cuma ngasih pertimbangan aja."

Shea termangu mendengarnya. Ia bahkan baru tahu selebritis boleh membuat keputusan sendiri atas pekerjaannya. Dion tak pernah memberinya kebebasan seperti itu.

Bebas itu.....apakah hal yang baik?

Kalau didengar "kebebasan" terkesan seperti kata positif.

Tapi bahkan kata "seks bebas" memiliki kata "bebas" di dalamnya. Dan Shea tak merasa itu hal baik.

Ugal-ugalan di jalan juga berdasarkan kebebasan.

Membacok orang juga karena merasa bebas mengikuti amarah.

Jadi mungkin "bebas" tidak 100% hal baik. Manusia butuh aturan. Dan Shea suka cita patuh pada aturan itu. Tapi sekarang ia sendiri harus membuat aturan untuk dirinya. Dan tak ada jaminan keputusan yang Shea ambil akan selalu benar. Tapi Ajeng ada untuk memberi pertimbangan untuknya, kan? Mungkin ia tak akan setersesat itu.

"Last time I checked, the theme for this photoshoot is futuristic, not porn."

Shea tersentak mendengar suara itu di sampingnya. Tangannya gelisah mencari sesuatu. Tapi tak ada Dion untuk tempatnya berpegang. Dan tiap kali Shea menghadapi pria ini sendirian, Shea selalu mengalami hal-hal tidak menyenangkan. Dipojokkan di dinding lah, mau dicium paksa lah, ditampar lah, dibentak-bentak, diancam, dan sejejeran perilaku tidak menyenangkan lainnya. Namun sekalipun tingkahnya separah itu, tetap saja Dalton mengatakan ia ada rasa pada Shea. Shea tak mengerti sama sekali.

Act It Out!!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang