Chapter 21

655 46 61
                                    

Exon pernah dengar katanya yang paling mahal di dunia ini adalah anak. Untuk 1 orang anak saja menghabiskan biaya milyaran rupiah.

Exon belum pernah punya anak. Tapi beberapa hari ini ia jadi cukup yakin, biaya anak sama mahalnya dengan biaya adik.

Baru 5 hari Exon menginap di rumah mamanya, ia sudah dibuat tekor.

"Ehe" Hanya itu balasan si pelaku setelah Exon membayar check out semua barang di keranjang belanja online-nya.

Untuk 1 platform saja, bisa menyimpan ratusan item di dalam keranjang. Dan semua aplikasi yang Shea pakai sudah mencapai batas maksimal isi keranjangnya. Exon yang bayar semua.

Exon lihat-lihat daftar yang ia bayar. Rasanya lebih banyak barang tidak berguna dibanding barang berguna. "Beli ginian buat apa sih, Dek?"

"Lucu. Iseng aja masukin. Mau di check out, sayang duit. Gak dimasukin keranjang rasanya gak rela. Tapi karena Abang yang bayar jadi rela-rela aja ini dibeli."

Shea cengar-cengir sok tanpa dosa. "Minjem bentar, abang ganteng" pintanya pada smartphone Exon.

Kalau sudah begini baru abang ganteng.

"Mau beli apa lagi?" tebak Exon curiga ketika akun Instagram-nya membuka beberapa akun jualan online.

"Ada pokoknya," balas Shea ringan.

Exon biarkan saja. Tapi saat ia lirik, Shea sedang melakukan proses pembayaran dengan mobile banking-nya.

"Adek, itu beli apa lagi?"

"Beli anabul. Dari dulu pengen. Tapi gak ada uang. Jadinya gak jadi beli."

"Anabul harganya sampe 300 juta, Dek?!"

"Beli guguk, cingcing, otter, sama kura-kura. Eh kura-kura bukan anabul ya? Pokoknya itu. Trus kan kesepian sendiri, jadi aku beli dua," balas Shea polos.

Exon menganga tak percaya. Ia ambil kembali smartphone-nya. "Gak bisa, Dek. Limit transaksi perhari cuma 200 juta."

"Ya udah. Hari ini bayar setengahnya aja dulu," balas Shea ringan lalu langsung mengklik tombol oke di smartphone Exon. "Besok setengahnya lagi."

Exon menghela nafas berat melihat betapa seenaknya adiknya itu.

"Hehe. Kan duit abang, duit adek juga."

Exon hanya memandang pasrah adiknya. Shea pun nempel-nempel padanya, sok imut, eh, memang imut sih.

"Abang marah ya karena Shea make uang Abang sembarangan?" tanya Shea dengan puppy eyes.

'Gak tau ah. Pusing gue punya adek kayak gini.'

"Abang...." rengek Shea mengguncang bahu Exon. "Jangan marah...." mohonnya dengan air mata berair. Exon tahu sih itu air mata buaya. Tapi sudah terlanjur sayang, ia tahu itu akting pun, ia tetap kasihan melihatnya.

"Udah. Jangan nangis ah," bujuk Exon. "Cep. Cep. Cep. Udahan nangisnya." Exon seka air mata yang mengalir di pipi adiknya.

"Tapi Abang marah sama Shea. Abang mau musuhin Shea. Abang gak mau temenan sama Shea. Mau ninggalin Shea lagi," isak Shea.

'Ngape jadi playing victim dah njir?'

"Nggak, She. Abang gak marah."

"Beneran?" tanya gadis itu sesenggukan. Palsu, pastinya. Ia pun memeluk Exon. "Saaaaaayang Abang."

"Nggak pa-pa ini deket-deket? Ntar kamu parno lagi diapa-apain," tukas Exon mengingatkan.

Shea tersenyum manis. "Nggak lah. Kan Abang sayang Shea. Gak bakal diapa-apain lah," balasnya dengan nada manja. Setengah gombal untuk meluluhkan Exon yang ia poroti. "Mau cium~"

Act It Out!!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang