Chapter 3

581 68 33
                                    

Tinjuan Exon pada samsak berhenti. Ia menoleh ke arah Ken dengan mulut menganga. Temannya tersebut menahan tawa, sudah tahu Exon akan speechless. Sudah tugasnya membacakan pada Exon naskah film yang ia bintangi, sedangkan si aktor pada latihan fisik hariannya.

"Lu yakin njir nih film ratingnya bakal tinggi? Banyak yang nungguin?" tanyanya entah sudah ke berapa kali. Sejak mereka menerima naskah, Exon telah berkali-kali terheran-heran dengan jalan ceritanya.

Exon berkacak pinggung melihat Ken yang kesenangan karena ia akan memerankan tokoh yang sangat absurd. "Ken, ini gue serius. Kalau film ini gak sukses, kesepakatan sama bokap gue gak bakal ada gunanya. Kalah juga gue."

"Film horror sih sering banyak penontonnya. Tapi dalam kisaran waktu sekarang gue gak ada dengar kabar film horror mau rilis."

Exon meninju-ninju kesal samsaknya.

"Kan, walaupun februari masih berbulan-bulan lagi, dah pada nyiapin film romantis buat valentine," ujar Ken mengingatkan.

"Ini yang produser film kagak ada kah yang mau ngambil kesempatan itu? Bakal bosen juga kalau satu bioskop romance mulu satu bulan. Kalau ada yang beda kan, orang jadi gak ada pilihan, jadi hits!"

"Biasanya ada sih. Tapi seringnya gue lihat film luar negeri."

Exon mengerang. "Gue boleh gak sih jadi petapa aja di gunung?" tanyanya muak.

Ken terkekeh. Hidup itu memang tidak adil. Beberapa orang berjuang mati-matian masuk ke dunia entertainment, malah banyak yang kena tipu dan akhirnya tak mendapat apa-apa. Tapi ada juga orang seperti Exon yang ingin hidup biasa-biasa saja, tapi ia terlahir di dunia yang di kelilingi selebritis, punya koneksi pula dimana-mana.

"Ya udah. Kita suksesin film ini, trus lu bakal bisa mencapai impian lu jadi petapa di gunung."

Exon mencengkram rambutnya frustasi. Dia bisa gila memerankan tokoh seperti itu. "Ken, lu gak bohong, kan? Emang itu kan isi naskahnya? Lu gak ngarang, kan?"

Ken tertawa terpingkal-pingkal. "Xon, gue ngarang mah gak bakal setolol ini juga isinya. Kalau gak percaya, baca sendiri deh," tawar Ken menyodorkan naskahnya. Exon dengan wajah masam langsung mencampakkannya.

"Anjing! Anjing! Anjing!" umpat Exon tak tahan lagi menahan kekesalannya.

"Bisa kok, Xon. Masa gini doang lu gak bisa? Katanya demi impian lu?" pancing Ken, memang paling ahli membuat Exon panas.

"Demi impian sih iya. Tapi gak gini juga tokohnya, njing!"

Ken memungut naskah yang terkapar di lantai. "Ya udah. Mau lepas aja job ini?" tanyanya memastikan. Mungkin mereka bisa mengincar film-film yang direncanakan rilis sesudah februari.

Exon ingin mengangguk cepat, ia tak peduli tuh melanggar kontrak. Tapi.... "Lu gak bisa bilang ke sutradaranya kalau gue nolak perannya, jangan dikasih ke Brandon?"

Ken menggeleng tidak yakin. "Kalau lu lepas perannya, itu bukan hak kita lagi Xon perannya mau jatuh ke siapa. Apalagi gue yang bilangin, mana ada kuasa apa-apa gue. Harus gue pake nama lu lah baru bisa. Orang bakal heran kenapa lu ngehalang-halangi rejeki orang kayak gitu."

"Bukan ngehalang-halangi, Ken. Film Brandon dah berapa, gak pernah gue ngurus."

Ken tatap temannya curiga. "Lu beneran naksir Shea ya?"

Exon menatap tajam temannya tersebut. "Gak usah ngasal lu. Bacain naskahnya lagi gih."

Ken menjernikah kerongkongannya sejenak. "'Mulai hari ini, lu jadi milik gue. Gak ada bantahan.'"

Exon berteriak frustasi. Tak hanya samsak, dinding pun ia tendang-tendang mendengar dialog menggelikan itu.

"Woi, cuk! Santai. Lu cedera, gak jadi main film nih," tegur Ken.

Act It Out!!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang