Chapter 7

715 63 14
                                    

Exon mengusap wajahnya kasar. Gadis di sebelahnya masih mengomel sekalipun Ken telah berkali-kali mengatakan agar masalah ini dibicarakan besok saja.

"Itu ultah sepupu aku loh, Xon! Aku deket banget sama dia! Kamu malah ngerusak pestanya! Aku malu sama Om aku!" ungkap Fiona emosi.

"Gak bakal kayak gini kalau lu langsung keluar waktu gue suruh!" balas Exon naik pitam juga.

"Oh, trus karena kamu gabut, aku suruh kamu ngapain biar ada kerjaan, tiba-tiba kamu terinspirasi pengen nonjokin orang?" balasnya sarkatis.

"I don't care whatsoever about your cousin's party! Okay?"

"Iya! Kamu emang gak pernah peduli! Sama aku, sama keluarga aku! Semuanya harus tentang kamu! Kamu cinta gak sih sama aku? Beneran mau nikahin aku gak sih? Kamu gak kelihatan ada niat!"

Ken yang menyetir berdecak geram mendengar tuntutan itu. "Fi, sekarang bukan itu masalah utamanya."

Fiona mendengus mendengar betapa orang di depan mereka berbicara seolah menyepelekan. Padahal posisinya hanya manajer.

"Gue gak minta ya opini lu!"

"Jaga omongan lu! Gak usah nge-sok!" timpal Exon geram dengan gadis di sebelahnya yang sejak tadi terus menerus membahas pesta yang dikacaukan, seolah dunia akan kiamat kalau ada yang bertengkar di acara ulang tahun Nabila.

"Oh, jadi sekarang kamu mihak dia?" tuntut Fiona semakin naik darah.

"Lu kayak taik! Anjing! Turun lu!" usir Exon cepat.

"What?! Kamu-"

"Fi, Exon bisa dituntut kasus kekerasan!" potong Ken sebelum kedua orang di bangku penumpang itu kembali berdebat.

"Ha?"

Exon menggeram. "Iya. Otak cetek lu cuma bisa ngurus ada orang yang jadi ngerumun karena orang berantem. Gak lu pikirin tuh orang udah gimana keadaannya. Pesta, pesta, otak lu adanya itu doang?"

Fiona mendelik mendengar hujatan tersebut. "Aku gak nyuruh ya kamu mukul orang. Orang itu gimana keadaannya sekarang, ya itu salah kamu!"

"Turun" ulang Exon. Fiona menganga tak percaya. "Pinggirin mobilnya, Ken," titahnya.

"Xon,-"

"Turun!"

Rahang Fiona mengeras. Dengan sisa gengsi yang ia punya, ia memilih langsung angkat kaki.

Exon menutup pintunya dengan emosi yang masih tersulut. Kepalanya meremas frustasi rambutnya. Kenapa sih dia melakukan itu? Di depan banyak orang lagi. Malahan ketika ia ditahan, ia masih mengamuk dan memukuli pria yang sudah hilang kesadaran tersebut. Sesaat, ia akui, ada rasa ingin membunuh di dirinya. Ia baru berhenti ketika Shea ikut menahannya.

Bukan. Ini bukan karena ia begitu patuh atas kalimat gadis itu sampai mau menurut.

Tapi begitu ia menoleh pada gadis itu, ia tak punya alasan lagi untuk marah pada Dalton. Itu bukan gadis yang sama dengan 10 tahun lalu, yang deminya Exon mau melakukan apa saja. Itu bukan lagi Shea-nya. Dan Exon merasa bodoh karena ia membela gadis yang bukan siapa-siapanya. Apalagi dengan resiko dituntut kasus kekerasan.

"Kita omongin ini besok pagi. Gue minta lu istirahat dulu," pesan Ken ketika memarkiran mobil di depan rumah Exon.

***

Istirahat. Itu pesan Ken. Tapi Exon malah ke ruang latihan tinjunya. Menghantam kepalan tangannya pada samsak sampai emosinya mereda atau ia kelelahan. Ia tidak marah pada siapapun, tapi dirinya sendiri.

Act It Out!!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang