Chapter 6

451 56 9
                                    

Exon mendorong keras-keras pinggulnya ketika klimaksnya tiba. Fiona mencengkram meja agar tak ambruk. Performa Exon memukau seperti biasanya. Ia tersenyum ketika tangan Exon memaksanya menoleh ke belakang. Memberinya ciuman ketika mengakhiri persetubuhan mereka.

"Aku masih harus balik syuting," ujar Exon melepas alat kontrasepsi dari dirinya, mengikatnya agar isinya tak tumpah.

Fiona mendengus sebagai keluhan sekalipun bercampur rasa senang, ketika melihat penampilannya yang sudah acak-acakan. "Bener-bener gak ada rasa tanggung jawab ya, Pak Evans? Bantu rapiin kek."

Exon menyeringai tidak peduli. "I'm good at messing you up, Babe. Not tidying up."

Fiona pun membuka pouch-nya. Menyemprotkan parfume pada Exon untuk menghilangkan aroma bekas percumbuan mereka.

"Mau pulang? Atau mau nungguin aku selesai?" tanya Exon sambil merapikan seragam yang ia pakai.

"Pulang aja deh. Aku belum istirahat. Nyampe bandara, langsung ke sini." Exon angguk-angguk mengerti. "Tapi nanti malem dinner bareng ya?" pintanya manja.

"Sure" Exon pun mencium lagi gadisnya. "Nih," ujarnya mengulurkan kondom bekasnya.

"Seriously? I have to take care of your junk now?" tanya Fiona tak percaya.

"Ini sekolah, Sayang. Dibuang di tong sampah, bakal bikin murid-murid sini kena masalah." Tanpa izin ia masukkan benda tersebut ke dalam pouch Fiona. "Katanya mau punya baby sama aku, kan? Ya udah. Latihan aja dulu. Urus soal benih-benih baby dulu."

Fiona mencebik tidak puas. "Kapan mau ngasih aku baby?"

"Kapan-kapan." Exon pun memberi satu ciuman panas lagi sebagai pamitan. "See you."

***

Exon menghabiskan sisa waktu istirahatnya dengan mendengarkan audio book naskah sekaligus menggambar di sketch book-nya. Ia ambil sebotol air mineral, karena cuaca panas membuatnya cepat dehidrasi.

Suara gadis itu tiba-tiba sudah di sampingnya. Membuat mood Exon kembali buruk. Syukurnya nanti malam ia akan bertemu dengan Fiona. Tak perlu susah-susah mencari gadis untuknya melampiaskan stress-nya.

"Abang, kapan-kapan gambarin Shea dong," pinta gadis itu tanpa sungkan.

Shea tahu minta digambarkan mungkin salah satu permintaan paling tidak disenangi seniman, apalagi mintanya gratisan. Tapi Exon dulu mau melakukannya, Shea ingin yang terbaru. Exon juga lebih kaya dari ia, pastinya tak butuh uangnya.

"Boleh. Mau pose apa? Pas lu ngangkang ke sana-sini? Ngerasa erotis lu digambar dalam keadaan gitu? Ngerasa scene titanic?" balasnya mencemooh.

Shea mencebik malas. "Apaan sih bahasannya ngangkang mulu. Abang mau eek? Makenya toilet jongkok sekarang?"

"Apaan dah bahasan lu!" Exon kembali menarik-narik garis sketsanya. "Jadi lonte aja bangga."

Shea bergidik ringan. "Ya intinya kelihatan Abang tuh emang keseringan ngangkang makanya bahasannya ngangkang mulu," cibirnya balik.

Mata Exon membelalak. Jangan-jangan....Shea melihat yang tadi? "Maksud lu apaan?"

"Ya abang aja jalannya ngangkang. Kalau orang dinilai murahan dari seberapa sering dia ngangkang, jelas abang jauh lebih lonte dari pada aku," balas Shea ringan.

"Semua cowok emang jalannya ngangkang. Mana bisa jalan sok-sok rapet kayak lu. Dikira kalau kaki dirapat-rapatin bisa balik jadi rapet tuh lobang? Kalau udah dipake semua orang kayak lu, digimanain pun tetap bakal longgar."

Tangan Shea sudah siap menghantam kepala Exon dengan satu kardus air mineral, tapi ia tahan. 'Sabar, She. Sabar.'

"Iiiiiih!" pekik Shea kesal, di telinga Exon pula.

Act It Out!!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang