Chapter 29

382 33 23
                                    

Up date lagi aku gess. Sengaja cepat aja. Biar cepat kelar bagian galau-galauan ini. Aku ingin segera menuju uwu-uwuan. Dah lama bingits rasanya.

Typo dan nama yang kebalik-kebalik diterima tunai dan tanggung masing-masing. :P





Ken menganga terkagum-kagum. Sedangkan Dion tampak mengulas senyum puas ketika membuka peti harta karun. Hadiah dari memenangkan permainan paintball gun. Belakangan keadaan begitu kacau. Mereka sangat sibuk. Dion mungkin belum istirahat sama sekali. Tapi saat mereka memiliki waktu istirahat, Dion bukannya tidur, malah bermain outdoor yang terbilang sangat menguras tenaga.

"Sering main?" tebaknya.

Dion menyeringai meremehkan. "Kalau ada kata di atas sering, itu lebih cocok."

"Pantes jago," celetuk Ken. Peluru Ken bahkan sudah langsung habis baru setengah permainan. Akhirnya karena tak bisa melawan, ia langsung out, habis ditembaki lawan. Sedangkan Dion bertahan sampai akhir. Sekalipun satu per satu timnya gugur dan ia kalah jumlah. Tapi ia seorang penembak yang akurat. Pelurunya tak pernah terbuang sia-sia. Bahkan sampai permainan berakhir pelurunya masih bersisa.

Dion memamerkan tiket spa dan pijat refleksi yang ia dapatkan di dalam peti. Pas sekali. Tubuhnya terasa sangat pegal karena kesibukan akhir-akhir ini.

Ken hanya bisa ikut tersenyum melihat Dion yang tampak begitu senang. Cantik sekali. Dion punya ekspresi yang profesional ketika menemui klien. Tapi di luar itu Ken lihat dia hampir selalu memasang ekspresi jijik pada orang-orang. Seolah mengatakan "Jauh-jauh, njir. Lu najisun." Jarang sekali seceria ini.

"Lu beneran gak mau pergi jengukin Shea?" tanya Ken hati-hati.

Senyum Dion langsung surut. Ia dengar ceritanya, 2 hari lalu, saat Exon gagal membujuk Shea, akhirnya Steve dan kerabat mereka yang berada di rumah Shea memutuskan mendobrak pintu kamar gadis itu. Langsung mereka dapati Shea yang tak sadarkan diri namun tubuhnya kejang-kejang disebabkan dehidrasi parah.

Shea dilarikan ke rumah sakit. Dan baru siuman keesokan harinya.

"Buat apa juga gue jengukin?" balik Dion.

"Buat-"

"Gak ada gunanya juga dia sembuh. Tanpa dia pun gue bisa beresin ini sendiri," balas Dion sinis.

Shea-nya tak ada lagi di sana. Dia bukan lagi gadis yang Dion rasa memang terlahir sebagai seorang aktris. Dia sangat menyedihkan dan menggelikan. Melihatnya saja Dion sudah malas.

Kalau Shea keluar atas keinginannya sendiri, Dion akan akui itu pencapaian. Tapi pintu itu didobrak, orang lain yang berusaha demi dirinya. Bahkan saat kemarin ia sadarkan diri pun ia malah histeris dan menyerang orang-orang yang menyentuhnya. Sampai dokter harus menyuntikkan obat penenang padanya.

Apa yang Dion harapkan dari orang yang bahkan mengelak untuk mengurus masalahnya sendiri? Padahal Dion di sini. Dion tak akan membiarkannya berjuang sendiri. Tapi Shea yang tampak seolah tak punya keyakinan masalah ini bisa diselesaikan membuat Dion muak. Apalagi namanya kalau itu bukan karena ia tak percaya atas kemampuan manajernya? Tidak percaya kemampuan dirinya sendiri juga. Shea tak percaya mereka.

Apanya yang seorang bintang? Gadis pecundang itu tampak menjijikkan di matanya.

Lagi pula dokter telah memberi pernyataan Shea tak dalam kondisi yang memadai untuk ikut sidang ataupun menghadapi pers. Melegakan. Karena pernyataan seorang profesional membuat Dion akhirnya bisa punya hak untuk maju membuat laporan ke kepolisian atas nama Shea.

Act It Out!!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang