Kabel laptop putus. Cerita ini aku ketik pake hp. Yang mana jari aku gendut hingga semua huruf di keyboard sering kepencet semua. Satu kalimat aja lama ngetiknya. Jadi bisakah aku minta diapresiasi lebih? Di vote, banyakin komen, follow gitu. 🥺👉👈
***
Mampu menghasilkan uang sendiri dan dihonori ratusan juta untuk sebuah film tak membuat Shea lolos dari kewajibannya mengemban pendidikan.
"Setidaknya harus lulus SMA," begitu kata mamanya setelah tawar-menawar berkepanjangan.
Shea tahu pendidikan itu penting. Ia juga sangat kagum pada anak-anak berotak encer di sekolahnya.Tapi dibagaimanakan pun otaknya memang mampet.
Shea tak pernah suka belajar. Apalagi setelah Exon pergi.Tak ada lagi sogokan apapun lagi untuknya agar mau belajar.
Shea hela nafas malas. Ia baca sedikit keras bahan belajarnya. Setidaknya ujian akhir nilainya harus di atas rata-rata. Tapi kata demi kata yang tercantum dalam bahasa inggris di bukunya membuatnya dengan cepat sesak nafas. Entah untuk apa mamanya memasukkannya ke sekolah wajib bilingual. Sudahlah mahal, merepotkan pula. Masuk sekolah negeri saja sudah cukup bagi Shea.
"Axon, interposed between the cell body and the synaptic terminals in most neurons, plays a crucial role in connecting neurons and acting as a conduit for the transmission of information between them."
Shea bahkan tak tahu lagi apa yang ia baca. Papanya orang Wales. Bahasa di rumahnya juga campur-campur dulu. Tapi memakai bahasa Inggris untuk pelajaran ilmiah itu sudah di luar kapasitas otak Shea.
"Ape?" Exon tiba-tiba menyahut.
Shea mengerjap saat menoleh padanya. "Ha?" balasnya pada pria yang juga sedang didandani.
"Lu gak usah manggil kalau gak ada perlu," desis Exon.
Shea mengernyit tidak mengerti, ia memilih mengabaikan. Saat matanya kembali ke buku, baru ia sadar yang ia ucapkan.
Dengan sengaja ia berdeham untuk mengejek Exon. "Ada ya orang sepede ini. Gue tuh gak bilang 'Exon', tapi 'Axon'. Itu tuh yang membawa impuls elektrikal menjauh dari sel tubuh neuron atau soma. Cuma karena tadi penyebutannya pake bahasa inggris jadi kedengaran mirip. Dah? Paham lu?"
Shea lihat sedetik ekspresi cool Exon runtuh, walau dengan cepat kembali seperti semula. Pria itu memasang ear phone-nya. Mendengarkan ulang dialognya untuk syuting hari ini.
"Nih naskah gak bisa dibenerin dikit apa? Apa karena cikal bakalnya yang emang novel busuk?" celetuknya untuk meredam masa malu.
Mata Shea membelalak tidak terima mendengar hujatan tersebut. "Hey, anda. Novel ini tuh best seller ya, sekarang diangkat jadi film. Dah jelas bagus lah. Emang situ bisa bikin tulisan kayak gini?" tantang Shea sewot.
Balasan tatapan sinis dari Exon langsung membuat Shea terdiam. Mereka sama-sama tahu Exon tidak bisa. Sama sekali tidak bisa, sekalipun ia mencoba.
"Mending gak nulis, dari pada sekali nulis isinya cuma tentang cewek punya fetish mata biru," balas Exon merendahkan.
Perasaan bersalah yang semula mendiami benak Shea sirna sudah. "Apaan sih bahasan lu? Itu tuh bukan fetish!"
"Trus apa?" tantang Exon. "Nih si Elsa sok unik ini tiba-tiba klepek-klepek cuma karena yang nyium dia matanya biru. Padahal itu namanya pelecehan seksual. Coba mamang-mamang bongsor yang nyipok, dah dipenjara kali." Sebangsat-bangsatnya kelakuan Exon, setidaknya ia tidak pernah tuh memaksa gadis manapun untuk melayaninya.
"Itu kan namanya beda selera doang!"
"Alah. Bilang aja emang nih cewek golongan rahim anget. Lihat cowok cakepan dikit, tuh lobang dah kembang kempis pengen dicocol," hina Exon ringan.

KAMU SEDANG MEMBACA
Act It Out!!
Romance"Never let go." Itulah janji Exon dan Shea yang memiliki latar perdebatan memekakkan telinga dari kedua orang tua dari luar ruangan. Shea mengangguk sambil memegang gemetar tangan Exon yang menutup telinganya agar ia tak mendengar terlalu banyak. Na...