Aku bener-bener pengen cerita ini tamat sebelum tahun ini berakhir. Sedangkan aku masih banyak urusan. So, maaf kalau kurang memuaskan. Aku buru-buru nulisnya. Maafkan juga segala typo yang tersebar dimana-mana.
Cinta itu entah apa artinya. Tak satupun deskripsi yang disetujui semua orang di dunia. Namun orang yang merasakan tahu apa itu cinta.
Tamara tahu.
Tapi tiap orang menunjukkan cintanya dengan cara yang berbeda-beda. Dan cara Tamara selalu yang paling buruk.
Tamara di atas kasur melebarkan kakinya untuk merangsang dirinya sendiri. Gareth hanya menatapnya datar. Ia tak pernah mau melakukan foreplay dengan Tamara. Jangankan foreplay, ia bahkan tak mau berciuman dengan mantan istrinya itu. Benar-benar hanya seks.
Wajah Tamara memerah sempurna dilihat dalam keadaan memalukan oleh pria yang cinta. Tapi mungkin memang itulah tujuan dari titah Gareth. Pria itu ingin menunjukkan pada Tamara betapa menjijikkannya wanita itu.
Tamara tahu ia serendah-rendahnya wanita. Tapi ia ingin di sisi Gareth sekalipun dianggap lacur itu menyakitkan. Dan mungkin ia sejatinya memang lacur. Ia terangsang hanya dengan tatapan pria itu. Sekalipun suasananya sangat berbeda, ini mengingatkannya ke kegiatan saling menggoda yang dulu mereka lakukan ketika masih menikah.
Tamara mendesah hebat mendapatkan orgasme pertamanya malam ini. Oleh jarinya sendiri. Oleh fantasi digauli cintanya.
Gareth meletakkan gelas wine-nya yang masih setengah diminum. "Ass-up" titahnya.
Tamara menurutinya dan menungging dengan patuh. Selalu dalam posisi ini. Gareth tak mau menatap wajahnya saat berhubungan intim. Gareth tak menginginkan Tamara. Ia hanya ingin selangkangan yang bisa ia masuki untuk ia membuang benih-benihnya.
Tamara menggigit gemetar bibir bawahnya saat mantan suaminya memasuki dirinya. Memulainya dengan beberapa dorongan yang membuat Tamara hilang akal. Gareth selalu sangat perkasa. Atau ia yang terlalu cinta hingga bereaksi berlebihan pada sentuhan sekecil apapun?
"Baru-baru ini saya ketemu Shea."
Tamara terkesiap. Hendak membalik badan, namun Gareth menahannya untuk tetap di posisi itu.
"Dia udah besar. Padahal dulu kecil banget."
"Gareth-" Gareth mendorong dirinya dalam-dalam sampai Tamara merintih.
"Saya yang bayar anda. Dan saya gak ada ngasih izin anda ngomong."
Gareth tampar kasar pantat jalangnya. Tamara meringis. Namun Gareth tetap lanjut.
"I miss her so bad," lirihnya. Air matanya menggenang. Namun merupakan bentuk haru.
"Dia cantik banget. Dia ternyata waktu dah gede dia mirip saya. I'm happy for that."
Gareth bergerak lebih cepat, lebih kasar. Sampai Tamara kira Gareth mustahil bisa membagi fokus pada hal lainnya. Tapi pria itu ternyata masih meneruskan ceritanya.
"Saya kira dia takut sama saya. Saya pikir dia nganggep saya monster yang selalu mau renggut nyawanya. Saya selalu mikir gimana caranya buat dimaafin. Tapi gak nemu jawabannya."
"Gareth, stop!" cegah Tamara. Ia tak ingin mendengar nama anaknya saat ia melacurkan diri seperti ini. Membuatnya merasa anaknya sedang menyaksikan betapa rendah ia.
"Tapi dia maafin saya gitu aja. Saya bahkan masih gak percaya itu nyata. Dia....terlalu baik." Gareth tatap sinis wanita yang sedang ia gauli. "Dia beda dari kamu."
Tamara dorongkan pria di belakang tubuhnya itu. "I said stop!"
Amarah Gareth naik sampai ke ubun-ubun kepala. Dan Tamara sadar itu. Ia tak ingin menambah masalah. "Malam ini kita sampai sini aja. Aku mau pulang," putusnya. Ia pakai cepat pakaiannya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Act It Out!!
Romance"Never let go." Itulah janji Exon dan Shea yang memiliki latar perdebatan memekakkan telinga dari kedua orang tua dari luar ruangan. Shea mengangguk sambil memegang gemetar tangan Exon yang menutup telinganya agar ia tak mendengar terlalu banyak. Na...