Cerita ini panjangnya 8,4K. Wattpad kadang error kalau ceritanya rada panjang. Jadi pastikan membaca sampe tulisan TBC. ☺
Aroma alkohol yang menyengat tertangkap indra penciuman Shea saat membuka pintu kamarnya. Jendela kamar tertutup, namun tirainya tidak. Hingga lampu di halaman depan rumah memberi pencahayaan remang-remang pada kamarnya yang gelap.
Shea lihat di pojok kamar di samping bawah jendela duduk sesosok laki-laki dengan beberapa botol alkohol mengelilinginya. Shea nyalakan lampu, membuat erangan pelan dari orang itu.
"Silau...."
Akhirnya Shea matikan lagi. Ia pun berjalan mendekati abangnya. Menggeser satu per satu botol alkohol yang mengelilinginya.
"Abang, pindah yuk ke kasur? Di lantai gini nanti masuk angin," ajak Shea lembut sambil membelai sebelah pipi abangnya.
Exon yang entah sadar entah tidak balas memegang tangan di pipinya. "Shea...." ucapnya lega, tak perlu memastikan ia sudah tahu tangan siapa yang ia sentuh. "My Shea...." Ia kecup-kecup ringan tangan tersebut. Senyum manisnya terpasang. "My beautiful Shea."
"Bang, ke kasur aja ya?" ulang Shea mengalungkan lengan di bawah ketiak Exon, hendak menuntunnya berdiri. Namun tak berefek apapun. "Bang. Pindah ya?" bujuknya.
Mata Exon yang terpejam pun terbuka sayu. "Cantik," pujinya tiba-tiba. Matanya memicing untuk melihat Shea lebih jelas. "Manajer lu bilang lu gak cute. Kayaknya mata gue beneran pake filter deh lu jadi kelihatan gemesin banget."
Shea mengangguk tak peduli. "Tidur, yuk? Besok mau ke Situ Patenggang loh."
"Tapi sekalipun mata gue yang gak objektif karena sayang sama lu, gue tetap bakal bilang lu cewek tercantik yang pernah gue lihat."
Shea menghela nafas berat. Itu bahkan bukan bahasan penting. "Iya. Cantik. Betul semua yang Abang bilang. Udah ya? Dah malem, harus istirahat."
Exon menatap Shea sendu. "Dan gue jadi mikir....cewek seindah ini gak mungkin mau bareng gue."
Exon lirik satu-satunya botol yang tidak Shea geser karena berada di genggaman Exon. "Wajar aja sih. Lu sempurna. Gue cacat. Kalau gue sempurna, gue juga bakal maunya sama orang yang sama sempurnanya."
"Bang, aku gak suka Abang ngomong kayak gitu."
"Kalau gitu mau nerima gue?" tanya Exon pula.
Shea mengangguk. Ia peluk Exon. Exon balas memeluknya hingga didudukkan di pangkuan.
Exon belai pipi gadis tersebut. "Lu tau gak sih She apa yang gue pikirin tiap kali lihat lu?" Alis mata Shea menukik bingung. "Gue pengen kayak gini-" Kalimat Exon berhenti karena ketika wajahnya mendekat, telapak tangan Shea menjadi pembatas di antara bibir mereka.
Shea hanya balas menatapnya beberapa detik. "Ini bukan yang Abang pengen. Abang lagi mabuk."
Exon tak bersuara beberapa detik. Ia pun mengangguk dan melepas Shea dari belenggu lengannya. "Hm-mm. Gue lagi mabuk."
Si pria kembali ke posisi awalnya. Memeluk lutut dan menenggelamkan wajahnya oleh balutan tangan.
"Bang,-"
"She?"
"Ya?" sahut Shea.
"Lu pernah kepikiran gak sih, She? Di keluarga Papa-Mama gak ada yang disleksia. Tapi gue malah disleksia." Ia angkat wajahnya dan menatap Shea datar. "Emang sih disleksia gak selalu karena genetik, tapi kan kebanyakan iya."
Shea berusaha merebut botol di tangan Exon, namun pria itu menjauhkannya. "Katanya pola makan itu soal disiplin diri. Ini banyak kalorinya."
Exon membalasnya dengan cekikikan. "Gue tahu alkohol mana yang rendah kalori."
KAMU SEDANG MEMBACA
Act It Out!!
Romance"Never let go." Itulah janji Exon dan Shea yang memiliki latar perdebatan memekakkan telinga dari kedua orang tua dari luar ruangan. Shea mengangguk sambil memegang gemetar tangan Exon yang menutup telinganya agar ia tak mendengar terlalu banyak. Na...