"Ssstt. Diam. Ada suara ular mendesis." Bisik [Name] sepelan mungkin.
"Benarkah? Kok aku gak denger?" Balas Justin di sertai wajah bodoh nya.
"Kau kan menutup kuping mu, bodoh! Ayolah. Di saat seperti ini jangan membuatku emosi."
Justin menertawakan dirinya sendiri. Ia melepas tangan nya dan mendengarkan dengan serius.
"Kau benar [Name]. Suara nya sangat mengerikan. Bagaimana kita keluar? Sial! Ini gara gara Ernie dan Susan. Kita harus terjebak di ruangan ini."
[Name] menghela napas nya sebentar. "Ya... Mau bagaimana lagi, kalau kita terus bergabung akan susah untuk melawan para cecunguk itu. Memang bagus sih kalau kita berpencar. Tapi sial nya kita malah terjebak di sini."
Ruangan yang tidak pernah mereka ketahui. Ruangan tua dengan dinding kusam dan lantai kayu yang sudah reot. Dinding dinding kusam ini di penuhi lukisan penyihir terdahulu. Bahkan ada lukisan Grindelwald di sana.
Mereka juga bersembunyi di balik kotak kotak yang di tumpuk menjadi tinggi dan juga di halangi oleh perabotan sihir yang entah mereka tidak tahu itu adalah alat apa. Yang pasti mereka juga tidak ingin mencari tahu.
Ruangan yang penuh akan hawa mencekam, dingin dan juga banyak pernak pernik yang di lengkapi sihir hitam membuat Justin dan [Name] merinding sampai ke kepala mereka.
"Aku harap kita bisa keluar. Aku takut kita bergerak sedikit saja ular itu akan menemukan kita." Justin masih terus berdo'a dan berharap mereka akan cepat keluar dari sana. Lebih baik mereka di tahan di ruangan Umbridge yang dulu itu daripada di ruangan sekarang ini.
"Lihat. Bahkan lampu nya sudah hampir mati." Bisik [Name] pasrah.
"Akh! Aku bosan kalau harus terus menunggu seperti ini!" Keluh Justin.
"Diamlah, Justin. Tunggu sebentar lagi."
3 menit mereka lalui setelah perbincangan tadi. Keduanya saling diam dengan tubuh penuh keringat. Jantung mereka berpacu cepat. Ada rasa takut dan gelisah yang sangat membuat mereka tidak nyaman.
"[Name].... t-tolong a-aku." Mendengar suara Justin yang bergetar [Name] segera menghadap kearah lelaki itu.
Bola mata gadis itu bergetar ketakutan.
Ini benar benar menakutkan.
Dan ini juga salah satu ketakutan terbesar Justin.
"KECOA!"
⋆ ˚。⋆୨୧˚ ˚୨୧⋆。˚ ⋆
"Gara gara kamu sih! Asal main dorong aja, kasihan mereka berdua. Kita tidak tau ruangan tadi seperti apa. Coba kau bayangkan kalau ruangan itu tempat para Pelahap maut mengeksekusi musuh nya." Teriak Susan sembari berlari di lorong Hogwarts yang mulai penuh akan reruntuhan. Dan mayat bertebaran.
"Maaf! Tapi di Hogwarts mereka tidak akan melakukan hal seperti itu, kan?"
"Bisa aja kok. Semenjak datang nya Pelahap Maut ke Hogwarts aku jadi percaya apa yang tidak terjadi akan terjadi." Balas Susan.
"Ya juga sih..... CEPAT! RUANGAN ITU TERBAKAR!" Susan panik saat Ernie berteriak sembari menunjuk ke depan. Ruangan yang di dalam nya terdapat dua manusia pintar nan cerdik itu terbakar.
Ernie dan Susan berlari kencang dan menyiapkan mantra untuk mengeluarkan air dari tongkat sihir mereka.
"[NAME]! JUSTIN!" Susan berteriak panik. Sedangkan Ernie menutup mulut nya karena asap yang sangat banyak.
"Uhuk! Untung kita sembunyi HAHA! Ternyata ular itu bodoh juga."
[Name] mengangguk dan tertawa keras. Dia merasa geli. Masa iya ular besar di ruangan tadi juga takut pada kecoa. Untung saja Justin melempar kecoa itu kearah ular besar berwarna hitam itu.
Dan ruangan yang terbakar hasil dari sang ular yang tidak sengaja menumpahkan lilin raksasa di dalam ruangan. Alhasil ruangan tadi penuh dengan api.
Untung [Name] dan Justin selamat. Hanya saja wajah mereka sudah tidak tertolong. Mereka lebih mirip gelandangan daripada murid yang sedang berjuang untuk sekolah nya.
Wajah penuh luka dengan debu yang senantiasa menempel di wajah. Lalu jubah yang bolong dan sepatu yang sudah menganga.
"Oh tuhan..... Aku menyesal telah menghawatirkan kalian. Kalian ternyata lebih menyeramkan dari yang ku duga." Ucap Ernie memandang dua teman nya dengan kesal.
"Kita bukan nya menyeramkan. Tapi kita ini pandai. Bersyukur mum sering memberi ku makan ikan, ternyata ikan mampu membuat otak ku jadi cemerlang." [Name] mulai menepuk dada nya berbangga diri.
"Cih. Otak cemerlang? Omong kosong. Itu tadi adalah ide ku! Kau hanya sibuk berteriak dan lari tidak jelas." [Name] tertawa canggung mendengar suara Justin yang tampak lelah. Bukan lelah fisik saja. Tapi lelah hati.
"Aku akan ke asrama. Takut takut akan ada murid nya tertinggal. Kalau kalian berdua bertanya dimana Hannah, gadis itu sedang bersama Neville. Kalian pergilah dari sini." Ucap Ernie sembari mendorong punggung Justin dan [Name].
"Baiklah. Hati hati, oke? Aku tidak mau kalian terluka terlalu parah." Ernie dan Susan mengangguk ketika mendengar [Name] yang tampak khawatir.
"Tenang saja. Aku lebih kuat dari yang kau pikir kan. HAHAHA!" Justin, [Name] dan Susan menatap datar Ernie yang mulai kumat.
⋆ ˚。⋆୨୧˚ ˚୨୧⋆。˚ ⋆
"Menyingkir dari ku sialan." Lirih [Name] memandang pelahap maut di atas tubuh nya.
"Tidak. Aku akan membunuh mu." Jawab si pelahap maut berwajah jelek itu.
"Akh! Tubuh mu berat! Aku bisa kehabisan napas!"
"Memang itu tujuan ku. Tongkat ku hilang karena mu gadis kecil. Jadi akan kubunuh kau dengan cara di tindih HAHA"
"Dasar sinting. Justin! Tolong aku!!!"
"Tunggu [Name]! Kaki ku terjepit sepatu milik troll!"
"AKH! KENAPA HARUS DI SITUASI SEPERTI INI!!!!"
KAMU SEDANG MEMBACA
ɪ ʟɪᴋᴇ ʏᴏᴜʀ ᴇʏᴇꜱ ✔
Fiksi PenggemarTAMAT [Name] kiara lupin. anak kedua dari Nymphadora lupin dan remus lupin. [Name] masih merasa bingung dengan perasaan nya sendiri terhadap Harry, sedangkan Harry masih tak berani mengungkapkan perasaan nya. Lalu bagaimana akhirnya dengan kisah m...