[1] Percakapan Larut Malam

9.7K 500 55
                                    

Tumpukan salju di sisi jalan dan trotoar sudah lama hilang, mencair semenjak siang hari tadi. Walau, suhu udara ternyata kembali turun ketika hari memasuki sore dan semakin menjauh dari angka nol saat langit mulai menggelap dan hari pun berganti.

Sekitar pukul 2 pagi, sebuah van putih berjalan melambat, lalu berbelok memasuki gerbang sebuah kompleks apartemen. Kompleks tersebut terdiri dari beberapa gedung tinggi dengan paduan warna hijau muda pucat dan putih. Seluruh eksteriornya diberi pencahayaan putih temaram sehingga tidak tenggelam tatkala dikelilingi oleh beberapa kompleks apartemen lain di sekitarnya.

Van putih itu memasuki jalan menurun ke arah parkiran basement, lalu berhenti tepat di depan lift setelah melewati beberapa belokan, membelah jajaran mobil-mobil lainnya yang sudah terparkir lebih dulu. Pintu van terbuka, kemudian seorang laki-laki turun dari pintu sebelah kanan, yang tak lama diikuti oleh beberapa orang lagi setelahnya.

laki-laki yang pertama kali turun dari mobil, berperawakan tinggi, menggunakan celana hitam dipadu jaket tebal biru navy tua yang warnanya nyaris mendekati warna hitam. Tangan kanannya menjinjing paperbag ukuran sedang, sementara di bahu kirinya menggantung backpack warna gelap. Cuaca dingin membuatnya menghembuskan nafas putih tiap kali ia mulai berbicara dari balik maskernya yang beberapa kali ia turunkan sedikit hingga sebatas dagu.

Laki-laki kedua yang turun, adalah ia yang terlibat percakapan dengan laki-laki pertama ini. Ia mengangguk-angguk seraya membuat gestur dengan tangannya beberapa kali. Keduanya masih saling berbicara hingga tiba di depan pintu kaca, yang membawa keduanya ke depan pintu lift basement. Si laki-laki kedua lalu menekan tombol lift.

Di belakang mereka, mengikuti dua orang berikutnya, seorang laki-laki dan seorang perempuan sembari membawa dua buah koper berukuran cukup besar. Tak butuh waktu lama hingga pintu lift terbuka, lalu keempat orang ini memasukinya. Lift ini membawa mereka ke lobby utama apartemen untuk berganti ke lift berikutnya, hingga akhirnya tibalah mereka di lantai 18.

Pintu apartemen nyaris tanpa derit dibuka oleh si laki-laki pertama, segera setelah ia memasukkan nomor sandi pengaman. Ia lantas menekan tombol lampu, kemudian berjalan memasuki ruang tengah sembari mulai membuka resleting jaket navynya. Sweater tebal berwarna abu-abu lalu terlihat ketika ia menanggalkan jaket.

"terima kasih untuk hari ini."

Ia berbalik, tersenyum ke arah 3 orang yang mengekorinya di belakang. Jaket navy itu, ia sandarkan di salah satu sofa, berukuran sedikit panjang, di ruang tengahnya. Ucapannya lalu dibalas dengan kata-kata yang sama oleh ketiga orang tersebut.

"Haein, koper silvernya aku letakkan di ruang wardrobe atau langsung dibawa ke kamar saja?" tanya si perempuan yang sedari tadi mendorong salah satu koper berukuran besar kepada laki-laki bersweater abu-abu itu. Haein.

"ah, itu taruh di sini saja,"

Jawab si laki-laki bernama Haein, sembari menunjuk ke rak TV memanjang di sisi ruang tengahnya.

"mau aku bongkar segera nanti." Lanjutnya sembari berjalan ke arah dapur. Ia lantas membuka pintu kulkas dan mulai mencari-cari sesuatu di dalam sana.

Ucapannya dijawab oleh si perempuan dengan anggukan cepat. Setelah meninggalkan si koper silver di depan TV, tanpa instruksi ia beranjak segera membawa satu koper besar lainnya melalui lorong apartemen di sisi kiri ruangan. Salah satu pintu di lorong itu membawanya ke ruang wardrobe yang ia sempat sebutkan di awal. Laki-laki yang membantu si perempuan untuk membawa koper-koper tersebut, mengikutinya di belakang.

"besok hanya ada jadwal dinner bersama seluruh pemain dan staff. Istirahatkan badanmu hari ini untuk recovery. Sisa schedule lainnya sudah diatur untuk minggu depan."

The Journey To TellTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang