[53] Cursed Bunny

2.2K 228 37
                                    

'Ketika kita membuat azimat terkutuk, adalah penting untuk membuatnya dengan cantik'

Cursed Bunny - Jung Bora

________________________________________________________________________________

Di ruang tengah apartemen Jisoo, Haein menyalakan lilin aromaterapi yang tampak sudah terbakar setengah. Sepertinya, Jisoo tidak pernah sebersikeras dirinya untuk melihat hingga ke paling dasar. Toh, Jisoo sudah mengetahui jelas apa yang terukir di sana.

Di depan pot berwarna putih itu, Haein berjongkok. Ia lalu tersenyum ketika melihat titik api kecil mulai bergerak di dalam wadahnya. Kemudian, Haein mencoba mengingat-ingat, apa persisnya potongan kalimat puisi Shakespeare yang tertulis di dasar pot milik Jisoo. Ia yakin Jisoo pernah menyebutkannya—setidaknya sekali, dulu. Haein hanya kesulitan untuk mengingatnya kembali.

Ia lalu menghela napasnya. Pandangan matanya mengembara, menatapi setiap sudut ruang tengah yang telah lama dikenalinya.

Haein mengingat benar betapa lowongnya apartemen ini ketika ia pertama kali mengunjunginya. Dan di sofa itu, sofa yang sama yang diletakkan Jisoo di ruang tengah ini sejak hari pertama, adalah saksi bagaimana Haein berjuang membendung serangan kecemasannya kala itu.

Ia teringat ketika dirinya terduduk di sana, sementara Jisoo berusaha menenangkannya. Jisoo memeluknya, memberikan tepukan pelan di bahunya, lalu mengatakan, 'tidak apa-apa, semua baik-baik saja'.

Haein tahu, sudah sejak lama ia tahu, bahwa ia tidak pernah salah kepada siapa ia telah menjatuhkan hatinya. Haein tersenyum tipis sendiri, seraya menyadari bahwa ruang tengah ini sepenuhnya tak lagi tampak seperti sebelumnya.

Ketika media mengabarkan Jisoo telah diperbolehkan meninggalkan rumah sakit dan akan melanjutkan perawatan secara berkala di kediamannya—berita itu mencuat satu hari terlambat dan tanpa penjelasan lengkap mengenai bentuk perawatan berkala apa yang dimaksud, tepatnya dua hari yang lalu, tim manajemen Jisoo secara berbondong-bondong mentransportasikan entah berapa puluh karangan bunga ke apartemen ini.

"Tiba-tiba ada ratusan yang datang ke agensi hari ini. Tentu saja kita tidak bisa membawa semuanya ke sini," cerita manajer Jisoo seraya tergopoh-gopoh meletakkan sebuah karangan bunga berukuran cukup besar di sisi jendela besar apartemen Jisoo. "Tapi sudah dipastikan kalau seluruh kartu ucapan telah kita kumpulkan dari setiap karangan yang datang. Jisoo bisa membacanya nanti..."

Kini, ruang tengah ini lantas dipenuhi banyak karangan bunga. Beberapa diletakkan di atas meja, pada rak kayu, dan beberapa pula berjajar, sedikit tidak beraturan di sepanjang batas jendela kaca ruang tengah. Belum lagi, belasan atau mungkin saja puluhan lainnya—Haein tidak menghitung pasti, yang diletakkan di sepanjang lorong apartemen menuju pintu depan.

Selintas, Haein meyakini bahkan karangan bunga dari Kim Taeho pun pasti berada di antaranya. Ia hanya berharap agar agensi Jisoo berakhir memilahnya sebagai salah satu karangan bunga yang tak diantarkan ke apartemen ini.

Tidak apa-apa, Haein membatin. Perasaannya akan selalu menjadi lebih baik setiap kali ia melihat pot azalea—yang bunganya sudah tak lagi mekar, diletakkan Jisoo di sisi jendela yang berbeda. Kini, sang penghuni baru, pot aster merah, bersanding tepat di sisinya.

Kekehan pelan tersembul di bibirnya. Lantas, diiringi oleh aroma pepohonan yang berasal dari si lilin aromaterapi, merayap dengan lembut untuk terhirup indera penciumannya, perhatian Haein teralih pada pintu kamar Jisoo. Perempuan itu—bersama ibunya, masih berada di dalam sana.

Cursed Bunny—kelinci terkutuk. Jisoo membaca sekali lagi judul buku yang sedang dibacanya. Ia menatap jajaran kata tersebut, lalu beralih kepada ibunya.

The Journey To TellTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang