[13] 보너스

2.3K 313 46
                                    

Haein berada di ambang batas kesadarannya, ia nyaris saja terlelap ketika Jisoo mulai menggerakkan tangannya lagi, menyadarkannya. Jisoo beringsut, seakan ia tidak nyaman dengan posisi tidurnya. Ia bergumam tidak jelas seraya mempererat genggaman tangannya di jemari Haein.

Laki-laki ini pun kembali membuka matanya. Haein tidak ingat sudah berapa lama ia telah terduduk di sini. Kepalanya pun sudah miring ke arah kiri, bersandar pada rak tinggi di sisinya. Kedua bahunya mulai terasa pegal. Perhatiannya kemudian tertuju pada Jisoo, lalu pada tangan kanan keduanya yang masih bertautan.

Hanya sepersekian waktu berlalu dan tanpa aba-aba, Jisoo merubah posisi tidurnya. Dengan gerakan perlahan, perempuan ini memutar posisi-yang awalnya menghadap kanan, tepat menghadap Haein, Jisoo lalu berputar ke arah kirinya. Secara otomatis, tubuh Haein mulai ikut terbawa karena Jisoo tak kunjung melepaskan genggamannya. Haein masih dalam keadaan tidak sepenuhnya sadar, dan dengan sempoyongan ia tidak bisa menahan tubuhnya untuk tidak tertarik.

Ketika Jisoo sudah berpindah posisi, dengan mudahnya ia dapat mendekap nyaris sebagian tangan Haein dengan kedua tangannya. Mata perempuan ini terpejam, tak terlihat sedikitpun ia akan terbangun. Meski di sisi sebaliknya, Haein benar-benar berada dalam posisi yang sangat tidak menguntungkan. Kesadarannya dengan cepat kembali ke titik tertinggi. Ia lupa bahwa ia sudah nyaris tertidur tadi.

Apa yang harus ia lakukan kini? Haein memandangi posisinya sekarang. Jisoo memeluk erat tangannya. Seluruh berat tubuh Haein bertumpu pada kedua lutut dan siku kirinya yang tepat berada di sisi kepala Jisoo. Ia berusaha menahan beratnya agar tubuhnya tidak menimpa perempuan ini.

Haein memejamkan matanya erat. Gigi atasnya menggigit bibir bawahnya. Ia nyaris mendesis pelan. Ia sedang memutar otaknya untuk mencari jalan lain, hingga ketika Haein kembali membuka matanya dan melihat bagaimana Jisoo tertidur di bawahnya.

Jisoo terlihat sangat tenang dalam tidurnya. Tarikan napasnya terlihat stabil. Di bawah sinar lampu yang temaram, Haein masih dapat melihat tiap sudut sisi wajah Jisoo. Ia kini dapat mendengar deru jantungnya berdebar. Napas keduanya silih berganti beriringan senada.

Sekali ia mencoba menarik lepas tangan kanannya dari dekapan Jisoo. Namun si perempuan memiliki tenaga cadangan bahkan ketika ia jelas-jelas sudah terlelap. Percobaan pertama pun bersambut kepada yang kedua. Walau, hasil askhirnya tetap sama. Ini mustahil.

Perlahan, Haein memindahkan posisi tangan kirinya. Jemarinya lalu membelai lambat helaian rambut Jisoo yang terurai. Tidak ada senyum terlihat di wajah Haein. Sebaliknya, ia tampak tegang dibalik sorot mata sayunya. Sekali lagi ia membelai rambut perempuan ini sebelum ia menghentikannya. Jemarinya terkepal.

Hentikan Haein, pikirnya.

Haein tidak pernah mabuk hanya dengan dua kaleng bir. Ia tahu ia sepenuhnya sadar. Namun, ia tidak bisa menghentikan dirinya untuk mulai merendahkan posisi tubuhnya ke arah perempuan ini.

"jangan minum bir lagi..." Haein berbisik sangat pelan di telinga Jisoo. Arah matanya kembali tertuju pada mata Jisoo yang tertutup. Dan, Haein pun menyerah. Akal sehatnya mengatakan ia cukup perlu bangun lebih pagi dan Jisoo tidak akan pernah menyadari bahwa Haein telah tidur di sisinya semalaman ini.

Laki-laki ini kemudian semakin merendahkan posisinya dan mulai berbaring tepat di sisi belakang Jisoo. Awalnya, sebisa mungkin ia membuat jarak. Walau tangan kanannya masih terpeluk erat, Haein masih mampu menyisihkan sedikit area DMZ di antara mereka berdua. Tangan kirinya lalu mencari bantal tersisa yang bisa ia gunakan untuk mengistirahatkan kepalanya.

Lalu apa sekarang?

Haein tidak bisa memejamkan matanya. Rasa kantuk itu tiba-tiba hilang. Ia menolehkan kepalanya ke arah kiri. Punggung kecil Jisoo sedang menghadapnya. Haein pandangi lagi jarak kecil yang masih memisahkan mereka berdua.

Pikirkan hal yang lain. Pikirkan... ia terus mencoba merubah arah jalan pikirannya. Ke manapun asal bukan tentang perempuan yang tertidur di sisinya ini. Ya Tuhan, dia sedang mabuk!

Oh ya... Haein melupakan jadwal minum vitaminnya. Benar... ia harus bangun dan meminum vitaminnya. Di mana dia? Haein memutar otaknya. Seakan sulit baginya untuk mengingat di mana vitaminnya berada. Ia tahu sejak awal ia memasukkannya di kantong depan tasnya. Tidak ada yang harus diingat kembali.

Baiklah. Haein menghitung mundur. Dalam hitungan ketiga, ia akan menarik pelan tangannya, dan ia akan berpindah tidur di sofanya. Semudah itu.

Hitungan pun dimulai. Satu suara di kepalanya mengatakan bahwa ia tidak perlu melakukannya. Tugasnya mudah sekali. Ia hanya cukup menutup matanya, tidur, dan selesai. Sayangnya, ketika hitungan memasuki angka terakhir, Jisoo kembali beringsut, merubah posisinya lagi. Pergerakan ini membatalkan percobaan ketiga Haein.

Haein bersumpah bahwa detak jantungnya mungkin telah kehilangan satu hitungannya. Wajah Jisoo tepat berada di hadapannya kini. Genggaman tangannya di jemari Haein memang telah terlepas. Namun, tangan kiri Jisoo sekarang telah melingkar di tubuh Haein. Dirasa posisinya belum sempurna, Jisoo semakin merapatkan posisinya, kepalanya tepat berakhir di dada laki-laki ini. Sepasang kaki mereka telah saling bertumpuk satu sama lain.

Terdengar suara helaan napas Jisoo tipis di telinga Haein.

Haein mengira ia tidak akan mampu menahan deru jantungnya. Dan memang demikian adanya. Walau, segalanya lantas berganti menjadi satu ketenangan. Sama seperti ketika Haein mencium Jisoo untuk pertama kalinya di lokasi syuting kala itu. Ia telah menemukan bagian dari hidupnya. Maka, hanya ketenanganlah yang mampu Haein rasakan.

Haein tersenyum.

Perlahan ia mulai mendekap erat Jisoo. Perempuan ini tidur semakin merapat dengannya. Tangan kiri Haein berada di celah leher Jisoo, menjadikannya tumpuan tambahan, menggantikan bantal yang sebelumnya digunakan.

Haein bisa merasakan bagaimana irama detak jantung Jisoo di seluruh tubuhnya. Deru napasnya semilir kian terdengar. Haein semakin mendekap erat Jisoo.

Segeralah temukan jawabanmu, doanya. Seperti bagaimana Haein telah mendapatkan jawaban untuk dirinya. Maka, ketika saat itu tiba, tidak ada lagi Haein dan Jisoo. Yang ada hanya 'kita'. Karena, bukankah begitu saat dua orang dipertemukan dengan teman hidupnya? Mereka menjadi satu.

Haein lelah. Memang, ini memang hari yang panjang. Ia berkendara jauh sekali dari Seoul. Ketika ia menjemput Jisoo Sabtu pagi tadi di lobby apartemennya, hanya satu hal yang terpikirkan oleh laki-laki ini.

Ia berjanji tidak akan melupakan tiap detik waktu yang akan ia lalui bersama Jisoo di sepanjang hari ini. Hanya saja, Haein tidak pernah menduga, ia juga akan menghabiskan malam yang tersisa dengan terlelap di sisi Jisoo untuk pertama kali dalam hidupnya.

The Journey To TellTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang