[25] Haesoo

2.7K 278 40
                                    

Ada 2 hal pula yang terbersit di benak Jisoo ketika mendapati Haein berada di jarak pandangnya.

Pertama, laki-laki ini tak pernah berhenti membuat Jisoo terkesima. Ada suatu hal berbeda—mungkin auranya, yang menjadikan Haein tampak berbeda dari laki-laki lain yang pernah dikenal Jisoo.

Aura itu, menguncinya. Mengunci pandangnya agar Jisoo hanya terfokus pada diri laki-laki ini.

Seperti kali pertama keduanya bertemu. Hari itu, 2 tahun yang lalu. Haein memasuki aula besar, lokasi keduanya dan nyaris seluruh kru dan aktor melakukan pembacaan naskah pertama mereka. Haein tiba dengan pakaian serba hitam. Lucu bagi Jisoo bagaimana laki-laki ini benar-benar berusaha mewujudkan sosok Sooho dalam dirinya.

Dia tampak misterius, namun satu senyuman yang terbentuk di wajah Haein ketika keduanya saling beradu pandang—ya, beradu pandang untuk pertama kalinya, membuat Jisoo terhenyak. Dia bukan Sooho. Laki-laki ini tetap lah seorang Jung Haein. Jung Haein dan seluruh aura kewibawaan serta penuh karismanya. Jisoo berusaha menyangkal bahwa pada momen itu, seluruh pembawaan dan tatapan mata Haein, telah membuatnya menghentikan napas sejenak.

Tak berhenti di sana. Jisoo selalu menjadi orang yang diam-diam memperhatikan Haein setiap kali laki-laki ini tiba, memasuki lokasi syuting dan mulai menyapa setiap kru. Haein akan membungkuk dalam sekali kepada setiap orang yang bekerja di hari itu, kemudian mengucapkan selamat pagi. Wajahnya memang tampak lelah, namun senyuman yang ia rekahkan tak pernah berganti.

Jisoo terus saja memperhatikan, lalu ia akan mulai berbicara dalam hatinya. Haein adalah si aktor yang selamanya akan dijadikan Jisoo sebagai panutan. Sesuatu dalam diri laki-laki ini membuat Jisoo menyakini bahwa ia bisa mempercayai Haein sebagai orang yang mampu membimbingnya.

Segalanya terasa sangat profesional. Keduanya adalah sepasang rekan kerja. Memang demikian adanya hingga hari terakhir syuting mereka pun tiba. Kondisi pandemi yang belum mereda, mengakibatkan kru produksi membatalkan acara makan malam bersama sebagai penutupan proyek drama ini.

Dengan demikian, hari itu adalah hari terakhirnya bertemu Haein, pikirnya. Mereka tak akan bertemu lagi hingga jadwal konferensi pers drama ini ditentukan nanti.

Namun, Haein lantas menepuk bahunya pelan. Jisoo menoleh. Sebuah karangan bunga masih terpeluk di dekapannya.

"hati-hati di jalan. Kabari aku kalau sudah sampai nanti." Ujar Haein kala itu. Jisoo pun tersenyum, mengangguk.

Maka, telepon pertama Jisoo malam itu—untuk mengabari Haein bahwa ia telah tiba dengan selamat di apartemennya, adalah pembuka segalanya. Satu telepon, menjadi kedua. Yang kedua, menjadi kali ketiga. Dan begitu seterusnya. Tanpa keduanya sadari, sepasang rekan kerja ini telah berubah menjadi sepasang sahabat.

Jisoo menempatkan Haein sebagai orang pertama yang akan mendengar segala cerita dan keluh kesahnya. Haein, lambat laun menggeser posisi kakak perempuan Jisoo dan Jennie sebagai dua orang yang dahulu kerap menjadi bejana curahan hati Jisoo. Bahkan, hal seremeh taktik pertempuran yang disusun Jisoo untuk jadwal live streaming game berikutnya, hanya Haein seoranglah yang mengetahuinya. Jisoo telah mempercayakan segalanya kepada laki-laki ini. Jung Haein. Jung Haein yang sekarang berjarak hanya beberapa langkah dari Jisoo.

Laki-laki ini tampak sibuk menurunkan sebuah kantong besar dari dalam bagasi mobil, tak menyadari bahwa Jisoo sedang melangkah menujunya.

Tanpa merubah interval setiap langkahnya, Jisoo melepas masker hitam yang menutupi wajahnya. Sebuah senyum simpul tersembul di sana. Tatapannya lurus-lurus memandang Haein. Seperti menangkap sinyalnya, Haein pada akhirnya menyadari perempuan ini berjalan ke arahnya. Ia lantas menghentikan segala pekerjaannya. Dengan tegap, Haein berdiri di sana. Sembari turut melepas masker miliknya, matanya menyipit, tanda ia turut membalas senyuman itu.

The Journey To TellTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang