[37] Fragmen Jiwa

2.7K 237 102
                                    

Haein dan Jisoo duduk berhadapan. Sebuah meja kayu melintang, memisahkan keduanya.

Terlihat di atas meja, piring-piring nyaris kosong, tertinggal cangkang-cangkang remis yang isinya sudah dimakan habis oleh keduanya. Sementara, beberapa potong daging iga panggang masih tersisa.

Tepat di sebelah kanan meja, bara api tampak sudah tak lagi memancarkan warna merah, pertanda sudah lama sejak akhirnya Haein memadamkan apinya.

Haein dan Jisoo telah berada di penginapan mereka. Sebuah kompleks karavan—ya, lagi-lagi karavan, bernama Zabacaravan, di luar daerah Ansan.

Ada cerita mengapa mereka meninggalkan Ansan, lokasi di mana seharusnya Haein dan Jisoo menghabiskan liburan mereka.

Kembali ke beberapa jam yang lalu, ketika Haein masih mengendarai mobil, mengikuti petunjuk GPS pada kendaraannya.

"Apa kita bahkan masih di Ansan?" 

Itu pertanyaan Haein ketika melajukan mobilnya menyeberangi sebuah jembatan—jembatan Seonjae, yang menyambungkan Pulau Daebu dengan dua pulau kecil di perbatasan terluar Ansan.

"Incheon. Kita di Incheon..." jawab Jisoo tertawa. Ia masih memandangi layar GPS di kirinya.

"Kenapa kita bisa di Incheon?" Haein bertanya. Alisnya naik sebelah. Di luar, ketika langit semakin gelap, ia samar-samar melihat pilar tinggi berwarna biru di sisi akhir jembatan, bertuliskan 'Selamat Datang di Pulau Yeongheung'.

"Karena saat aku memesan penginapannya, aku pikir ini masih di daerah Ansan..." jelas Jisoo, masih tertawa. "Aku pikir ini pulau lainnya di Ansan. Aku baru tahu ternyata aku membawa oppa ke Incheon saat memasukkan alamat penginapannya di GPS tadi." Jisoo terus saja tergelak.

"Kenapa kita bisa ke Incheon?" Tanya Haein sekali lagi kepada dirinya sendiri. Haein memiringkan kepalanya. Dia juga sibuk berpikir. Incheon seharusnya sudah jauh di belakang mereka.

"Benar, kan?!" Jisoo merasa seseorang tengah mendukungnya. Setidaknya, ia tidak sepenuhnya salah. "Di internet, aku jelas-jelas mencari penginapan di Pulau Daebu. Dan petanya merekomendasikan tempat ini... internet saja sampai salah,"

Jisoo melipat kedua tangannya di depan dada, bibirnya mengerucut seraya menggeleng-gelengkan kepala. Ini adalah celah di dalam rangkaian besar rencana apik kencannya dengan Haein. Topik utamanya adalah Ansan. Segalanya seharusnya tentang Ansan.

"Anggap saja ini Ansan. Toh, dia hanya dipisahkan satu jembatan."

Komentar Haein sedikit menenangkan. Tidak—sebenarnya jauh sangat menenangkan. Jisoo sempat mengira cacat kecil dari rencana ini akan membuat Haein sedikit kecewa.

Namun, Haein tampak masih tersenyum seraya membawa mobilnya melalui jalanan kecil di pesisir pulau. Di sisi kiri, terhampar lautan yang airnya tengah pasang. Lampu-lampu jalanan, membentuk cercah-cercah cahaya di permukaannya.

Bulan pun perlahan turun, menampakkan diri. Malam ini, bulan purnama.

"Foto ini akan aku cetak dan aku masukkan ke album foto kita." Ujar Jisoo.

Kembali ke acara makan malam mereka yang telah lama usai di bagian luar karavan yang telah disewanya, Jisoo menunjukkan foto dirinya dan Haein di layar ponsel. Foto itu adalah foto keduanya berlatar belakang pemandangan matahari tenggelam di Pulau Nue.

"Bagus. Itu bagus..." komentar Haein. Ia baru saja menghabiskan sepotong jagung panggang di piringnya.

Dari penampilan Haein, laki-laki ini tak lagi mengenakan celana panjang yang terpampang di foto-foto mereka sepanjang hari ini. Ketika tiba di karavan, ia sudah terlebih dulu berganti ke celana pendek, karena niatannya untuk berenang di laut tak kunjung padam.

The Journey To TellTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang