[31] Sepi

2.2K 249 21
                                    

Hari ini, Jisoo berkendara kembali ke apartemen grupnya bersama sang manajer. Tak ada anggota lain bersamanya. Entah, siapa yang akan Jisoo temui di apartemen nanti. Seiring berjalannya waktu, apartemen mereka lebih tampak seperti lokasi perhentian sesaat.

Jennie hanya menampakkan batang hidungnya di hari-hari tertentu. Tak hanya karena jadwal padatnya, semenjak Jennie membeli hunian pribadinya sendiri beberapa waktu yang lalu, ia semakin sering menghabiskan waktunya di sana.

Tak terkecuali Lisa dan Chaeyoung. Walau, di antara keduanya, Chaeyoung lah yang lebih banyak tinggal. Seperti kejadian beberapa minggu yang lalu, tatkala Chaeyoung nyaris pingsan ketakutan, sesungguhnya keempat anggota Blackpink ini benar-benar tak bisa menduga siapa yang sedang berada di apartemen mereka pada waktu yang bersamaan.

Tapi tetap saja, akan selalu dipastikan bahwa Jisoo tak pernah pergi. Semenjak hari pertama ia menjejakkan kakinya di apartemen itu, Jisoo lah yang selalu tinggal. Ia bahkan menelantarkan apartemen pribadinya berbulan-bulan lamanya karena tak sejengkal pun Jisoo berpikir untuk segera menempatinya.

"Kalau kata keluargaku, apartemen eonni harus didoakan sebulan sekali agar tidak kena bala..." ujar Lisa kala itu, menanggapi keputusan Jisoo untuk tidak dulu menempati apartemennya. Kepercayaan khas Asia Tenggaranya masih sangat kental. "Aku tidak bercanda..." tambahnya. Wajah si anggota termuda memang tampak serius.

Maka, sejak saat itu, untuk pertama kalinya Jisoo mengisi beberapa perabot di apartemennya. Setidaknya agar terlihat lebih layak huni. Kemudian, setiap bulan, akan ada beberapa kesempatan ketika ia berusaha mampir dan tinggal semalam atau dua malam di sana.

Jisoo mengarahkan pandangannya ke luar jendela van. Kendaraan mereka telah cukup lama menyusuri jalan Dongmak. Hanya berbeda satu perempatan, stasiun kereta bawah tanah Sangsu akan pula dilewatinya. Ini menandakan, tak lama lagi hingga Jisoo akan tiba di apartemennya. Menandakan, ia hanya memiliki kesempatan beberapa menit terakhir untuk meminta manajernya menghentikan van, menurunkannya di sisi jalan, dan berlari ke farmasi terdekat untuk membeli obat pereda rasa sakit yang sedang dibutuhkannya.

"oppa!" suaranya yang tiba-tiba berintonasi tinggi, nyaris mengagetkan sang manajer yang sedang memperlambat laju van ketika melihat lampu lalu lintas berubah merah. "coba berhenti dulu di Seven Eleven di sana." Jisoo menunjuk si toko waralaba yang cahayanya samar-sanar terlihat di sisi kiri jalan, menempati gedung berwarna salem berlantai lima. Seven Eleven berada di lantai terbawahnya, sementara lantai atasnya merupakan kantor real-estate dan internet kafe.

Sang manajer, tanpa memasang ekspresi curiga, segera membelokkan van mereka ke arah kiri, setelah lampu lalu lintas kembali berwarna hijau.

"coba cari parkir di belakang." tambah Jisoo ketika mendapati jejeran lokasi parkir di sisi kiri gedung tampak penuh. "aku turun di sini."

Sesaat setelah ia turun dari mobil, untuk sepersekian detik Jisoo mengawasi ketika vannya telah berbelok menjauh di sisi belakang gedung. Tujuannya satu: sejak awal Jisoo memang tidak berencana untuk memasuki Seven Eleven itu. Seraya menepuk-nepuk pelan pinggul bawahnya, Jisoo merubah arah langkahnya, menuju trotoar yang membawanya menyeberangi jalan kembali. Tepat di seberang Seven Eleven tersebut, terdapat satu toko farmasi yang menjadi target utamanya.

Di dalam pikiran Jisoo kini, ia benar-benar membutuhkan obat pereda rasa sakit itu sekarang juga. Rasa nyeri di pinggulnya seharian ini membuatnya sangat tidak nyaman. Jadwal latihannya kemarin adalah penyebab utamanya. Ia pikir, rasa nyeri itu akan hilang sebagaimana biasanya terjadi. Namun, setelah hari berganti pun, nyerinya tak kunjung mereda. Ini adalah rekor rasa nyeri terpanjangnya di tahun ini.

"Selamat malam, ada yang bisa dibantu?" sapa seorang perempuan—tampak masih muda, di balik konter farmasi ketika Jisoo memasuki toko dengan terburu-buru. Dari ekspresi wajahnya yang setengah tertutupi masker, sang perempuan tersenyum ramah sembari menunggu Jisoo menyebutkan obat yang dibutuhkannya.

The Journey To TellTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang