[19] Kita

3.6K 353 162
                                    

Hari sudah memasuki awal bulan Mei dan tak ada satupun kabar dari Haein. Setiap hari, Jisoo menunggu satu pesan dari laki-laki ini. Pesan mengenai jawaban atas teka-teki yang ia berikan untuk Haein.

Jisoo menghela napas. Ia termangu di dalam kamarnya sembari memandangi pot lilin aromaterapi miliknya di sudut kamar. Lilin itu belum ia nyalakan. Kondisinya masih sama seperti pertama kali ia membawanya pulang dari Paris. Jisoo berencana menjadikan pot itu salah satu pajangan di apartemen miliknya.

Jika satu puisi telah terukir di dasar pot milik Haein, begitu pula dengan dasar pot lilin miliknya. Dua pot itu terukirkan dua puisi yang berbeda, tetapi saling berkesinambungan.

Dulu, saat pertama kali Jisoo membaca terjemahan sonet William Shakespeare, tiap kata-kata indahnya yang sulit dipahami, sebenarnya membawa Jisoo terhenyak cukup lama.

Pujangga asal Inggris itu membuatnya terhanyut. Bagaimana Jisoo dapat terenyuh pada setiap kalimatnya, walaupun di saat yang bersamaan, ia juga tak sepenuhnya mengerti maksud tiap bait tersebut?

Mungkin jawabannya satu. Karena ia tidak pernah benar-benar merasakannya.

Dan, Haein pun datang di kehidupannya. Maka, alih-alih terasa terlalu dramatis, segala bait yang ditulis sang pujangga ternyata menyatakan suatu kebenaran.

Di dasar pot milik Jisoo tertulis, 'dengan air mata engkau membuatku buta, menghalangiku melihat kekuranganmu.'

Jisoo pernah membaca, hanya Shakespeare lah yang mengetahui arti sebenarnya dari setiap puisi karyanya. Hingga kini, tidak ada satupun yang pernah tahu makna sesungguhnya selain sang pujangga itu sendiri. Namun, dengan Haein bersamanya kini, seakan Jisoo mampu memahami pesan apa yang terselubung di tiap kata itu.

Air mata tidak pernah selalu bersanding dengan suatu kesedihan. Ada kalanya seseorang menangis karena bahagia. Jisoo beranggapan, air mata adalah gambaran dari situasi antara dirinya dan Haein.

Segala kebahagian dan kesedihan yang ia lalui bersama Haein semenjak keduanya saling mengenal satu sama lain, telah mengaburkan penglihatannya. Pandangannya terkabur, maka setiap kekurangan seorang Jung Haein pun adalah keindahan baginya. Perasaannya untuk Haein, membuat Jisoo menerima Haein apa adanya.

Jisoo bermaksud menceritakan hal ini kepada Haein di hari Haein berhasil menebak teka-teki yang terukir di dasar pot milik laki-laki itu.

Nampaknya, ia akan butuh waktu lama hingga hari itu tiba. Waktu sudah menunjukkan jam 7 malam dan lebih dari dua minggu telah berlalu. Jisoo nyaris kehilangan kesabarannya.

Kemudian, ponselnya berdering, tepat di saat ia masih termenung, memandangi pot lilinnya di pojok ruangan. Kapan Haein berhasil menemukan jawabannya?

"Halo?"

Ucap Jisoo cepat. Secepat bagaimana ia mengangkat telepon itu tadi. Kemudian, terdengar suara seseorang di ujung sana.

"Jadi?" Tanya si perempuan. Alis Jisoo terangkat naik. Ia telah menunggu-nunggu telepon ini sejak lama.

"Kalau aku menyerah, apa aku benar-benar tidak bisa bertemu denganmu?" Di sana, suara Haein terdengar lemah. Haein sedang berada di apartemennya. Tepatnya, ia sedang berdiri di depan si pot lilin yang isinya telah lama kosong.

"Apakah sesulit itu?" Jisoo terkekeh. Ia menoleh ke belakang, memandangi si boneka Judy yang telah kembali terduduk di sudut tempat tidurnya.

Namun, Jisoo hanya bisa mendengar suara Haein yang mendesah, menghela napas panjang. Jisoo lantas memutar bola matanya. Ia pun menyerah.

"Apa boleh buat. Aku akan pergi ke apartemen oppa."

----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

The Journey To TellTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang