[66] Kisah Kedua

1.3K 133 38
                                    

Musim dingin, 2029.

Semuanya berawal pada satu malam, di sebuah acara televisi yang secara berkala mengundang beberapa aktor maupun artis Korea Selatan.

Tidak ada yang spesial malam itu. Runutan acara telah diatur dengan apik, begitu pun nama-nama bintang tamu yang akan hadir pada episode tersebut. Walau, dua jam sebelum rekaman acara dimulai, terkonfirmasi bahwa satu dari tiga public figure yang diundang, ternyata hadir dengan arm sling di tangannya.

"Kenapa kita tidak diberitahu? Apa manajernya tidak bicara apapun?" Ujar PD acara dengan nada suara gusar. Ia bertolak pinggang di hadapan para staff yang ia kumpulkan secara mendadak di pojok ruang produksi.

"Manajernya mengatakan kalau artis Song Yuri hanya sedang tidak fit. Tapi karena mereka sudah setuju untuk datang, dia akan tetap hadir terlepas dengan kondisinya hari ini." Seorang staff membuka suara. Ia tertunduk. Wajahnya sedikit pucat pasi, menyadari kesalahannya yang tidak mengonfirmasi kembali terkait maksud dari 'hanya sedang tidak fit' itu.

"Maaf saya benar-benar tidak konfirmasi lagi mengenai hal ini." Tambah si staff. Kepalanya semakin tertunduk. Ia tak berani menatap sang PD yang masih memasang wajah tertekuk di hadapannya.

"Lalu kenapa agensinya tidak bilang apa-apa? Memangnya mereka tidak masalah memperlihatkan artis mereka di TV nasional dalam keadaan seperti itu?" Si PD berbicara sendiri.

Baginya, ini sangat tidak lumrah. Sebuah agensi normalnya akan menjaga artisnya menjauh dari sorotan kamera hingga keadaan kembali ke kondisi kondusif.

Sang PD masih bergerak-gerak resah dalam posisinya. Sembari sesekali menggaruk kepalanya, ia pun lantas memutuskan.

"Kamu, cari tahu apa yang menyebabkan dia bisa datang dalam kondisi cedera seperti itu. Bicara lagi dengan staff artis Song Yuri. Pastikan kalau tidak ada kesalahan komunikasi antara kita dan mereka. Dan, minta mereka untuk menutupi kaitan arm sling di bahu kirinya dengan rambutnya atau apapun—mereka yang pikirkan, agar tidak terlihat di kamera. Ini perintah," si PD menekankan. "Ini perintah, bukan permintaan yang butuh jawaban 'bersedia' atau 'tidak bersedia'. Lalu, kamu--"

PD itu lalu beralih pada seorang lainnya—sang floor director, yang ikut dalam sidang mendadak ini,

"koordinasikan dengan para staff untuk tidak menyorot tangan kiri artis Song Yuri. Ambil gambar dari sudut yang berbeda. Saya akan bicarakan juga mengenai hal ini dengan departemen penyutingan nanti."

PD ini lalu menatap jauh. Sekelebat ia melihat salah seorang MC acaranya tengah berlalu melewati pintu ruangan yang setengah terbuka, diekori oleh dua orang staffnya. Samar-samar terdengar suaranya yang tampak ceria.

Sang PD mengawang, "Para MC pasti akan membahas perihal ini di dalam acara nanti..." ucapnya kembali, dengan nada gusar yang sama, kini terdengar mulai melemah.

Beribu ide berputar di dalam kepalanya, memikirkan cara agar para MC tidak akan mengarahkan pembicaraan kepada kondisi tangan artis Song Yuri.

Acara televisi yang ditayangkan dalam konsep wawancara santai ini, tayang setiap minggunya pada slot prime time pukul 9 malam. Rekaman acara yang diambil pada hari ini, akan ditayangkan pada jadwal dua minggu mendatang. Dan selama sejarah penayangannya, ia selalu berada dalam jajaran acara televisi dengan rating tiga teratas pada slot waktu yang sama.

Menjaga rating untuk tetap stabil, begitu pula dengan penilaian dari penonton, bukanlah perihal mudah. Segalanya tidak akan pernah terduga, yang mana kerap menggiring para staff produksi ke dalam kondisi penuh tekanan.

Penonton menuntut kekreativitasan, agar tiap tontonan yang disajikan tidak monoton. Tidak kaku. Namun kreativitas bukan berarti pula mempertontonkan sesuatu yang murah. Tidak bermutu. Terutama yang tidak ada sangkut pautnya dengan tema acara.

The Journey To TellTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang