[13] Bir dan Norwegian Wood

2.2K 298 35
                                    

"berapa kaleng yang bisa kamu minum?"

Haein dan Jisoo berjalan menuruni tanah landai, menuju tepi aliran sungai yang berada tepat di depan karavan mereka. Haein membawa satu kardus bir yang sudah setengah terbuka, sementara Jisoo membawa satu kotak plastik stroberi yang siang tadi keduanya petik.

"ditambah, kamu sudah habiskan kira-kira setengah botol makgeolli tadi," Haein menambahkan. Ia lalu menoleh ke arah kirinya, menemukan Jisoo sedang menimbang-nimbang untuk menjawab pertanyaannya.

"hmm, alkohol membuatku mengantuk. Teman-temanku tidak akan membiarkanku minum anggur. Tidak ada dari mereka yang bisa menggendongku pulang kalau aku tertidur."

Seperti yang Haein sudah ketahui, perempuan ini memiliki toleransi alkohol yang rendah. Maka, Haein secara tidak sengaja terus menghabiskan makgeollinya agar tidak terlalu banyak yang terminum oleh Jisoo. Lagipula, Jisoo secara impulsif telah membeli dua kardus kaleng bir yang Haein yakini pula tidak akan pernah keduanya habiskan. Tidak dengan Jisoo bersamanya. Haein akan lebih banyak minum ketika ia pergi bersama teman-teman laki-lakinya.

"aku tidak pernah banyak minum. Jadi, aku tidak pernah tahu seberapa jauh toleransiku. Aku hanya akan cepat mengantuk—itu saja. Tapi aku akan menemani oppa minum malam ini." Ujar Jisoo sembari membuka kotak plastik stroberinya. Satu stroberi sudah mulai ia makan. Jisoo mengecap rasa manis stroberinya. Sembari mengangguk-angguk seakan memberikan persetujuan, ia lalu mengambil satu stroberi lagi dari dalam kotaknya dan menyodorkannya kepada Haein. "makanlah. Aku memberikan kehormatan untukmu memakan raja stroberi ini."

Stroberi itu adalah si 'raja' stroberi yang disebut-sebut oleh Jisoo karena bentuknya yang sangat besar. Haein mengerjap cepat lalu menahan tawanya. Namun demikian, ia tetap saja membuka mulutnya dan melahap stroberi itu.

"pernah dengar Summer Shandy? Bir dari Chippewa Falls, Wisconsin. Mereka menggabungkan bir dengan buah-buahan beri. Sebenarnya cocok kalau diminum saat musim panas. Kamu bisa coba stroberimu dengan bir nanti." cerita Haein berbagi sedikit informasi. Laki-laki ini adalah ensiklopedia bir berjalan.

Masih mengunyah, langkah keduanya membawa mereka tiba di sisi sungai. Ada bebatuan yang sengaja diatur berdekatan agar bisa menjadi tempat duduk. Tepat di depannya, terdapat tempat untuk membuat api unggun. Malam ini suhu menunjukkan 5 derajat celcius. Musim dingin belum berlalu. Jika Jisoo tidak keras kepala memintanya untuk minum bir bersama di pinggir sungai pada cuaca sedingin ini, Haein pun tidak akan melakukannya. "tapi ada api unggun di sana..." ujar Jisoo beberapa saat lalu. Maka, Haein tidak punya jalan lain untuk menurutinya.

Ketika Haein tengah bersiap menyalakan api unggunnya, Jisoo telah duduk di salah satu bangku batu dan masih memakani tiap-tiap stroberinya. Kardus bir telah Haein letakkan di bawah, di atas bebatuan kerikil kecil yang terhampar luas di sepanjang aliran sungai.

"lokasi ini sempurna sekali." Kata Jisoo. Ia mendongak ke atas, melihat gemerlapan lampu-lampu kecil yang terpasang berantai di sepanjang jejeran pohon-pohon rimbun di atas mereka. "dan seperti tidak ada orang lain di sini..." ucapan Jisoo mengacu pada tetangga karavan mereka. 

Satu-satunya karavan terdekat yang bertetanggaan dengan mereka berada di sisi sebelah kiri. Jika melihat dari luar, malam ini lampu karavan itu tidak menyala, pertanda tidak ada orang yang menyewanya. Haein dan Jisoo tidak menyadarinya hingga saat keduanya sedang membereskan panggangan makan malam mereka tadi.

Tangan Jisoo lantas menggapai dua kaleng bir di dalam kardus. Ia membuka keduanya, lalu memberikan salah satunya kepada Haein. Laki-laki ini menengguk isinya sekali, kemudian kembali sibuk dengan kayu-kayu api unggun mereka. Namun, matanya mengekori Jisoo yang sudah bangkit lalu berjalan mendekati aliran air. Di sana, Jisoo terlihat berputar-putar, seperti menari. Suara tawanya terdengar. Ia mengangkat tinggi kaleng birnya ke udara. Senyuman tersungging di bibir Haein melihat pemandangan ini.

The Journey To TellTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang