[7] Rahasia Jisoo

2.5K 305 31
                                    

Suara shutter kamera yang terdengar berkali-kali, telah berlalu. Si fotografer berdiri sembari menumpu satu tangannya di pinggul kiri, di depan layar besar tak jauh dari lokasi pemotretan tadi mengambil tempat. Tangan kanannya beberapa kali menunjuk ke arah layar. Di sana, ia membuat berbagai gestur, seraya menjelaskan poin-poin penting pada tampilan gambar yang muncul di layar tersebut kepada seseorang di sebelahnya. Jisoo, duduk di sana. Ia masih mengenakan pakaian yang ia gunakan di pemotretan terakhirnya tadi. Perempuan itu duduk serius, sesekali mengangguk-angguk mendengarkan penjelasan sang fotografer. Satu dua kali ia tampak balas berbicara sembari menunjuk layar yang sama. Kemudian, Jisoo tersenyum lebar diiringi suara tawa dari fotografer tersebut.

Beberapa staff yang mengikuti sesi pemotretan juga berada tak jauh mengelilingi mereka. Fokusnya sama, layar besar yang memampang foto-foto Jisoo, hasil jepretan sang fotografer tersebut. Tak lama, si fotografer lalu menepuk tangannya pelan dan menjabat tangan Jisoo. Alih-alih berwajah khas Korea, ia tampak seperti orang asing. Rambutnya coklat, sudah sedikit muncul rambut yang memutih di sana-sini. Sang fotografer sudah sering mengambil gambar public-public figure Korea Selatan untuk beberapa majalah fashion dunia.

Jisoo menjabat tangan si fotografer sembari membungkukkan badannya. Ia tersenyum, lalu mengucapkan sepatah dua patah kata terakhir dan setelahnya berpisah dengan si fotografer tersebut. Bersama beberapa staff yang mengikutinya, Jisoo kembali ke ruang riasnya.

Ia melalui lorong sedikit panjang berdinding putih, dengan lantai kayu mahogani berwarna gelap yang dengan konsisten memperdengarkan suara derap langkahnya di lorong tersebut. Setelah melalui beberapa pintu, Jisoo dan empat orang timnya berbelok ke kiri. Pintu berwarna coklat pudar yang tertuliskan namanya dalam tulisan hangul dan alfabet, 'Kim Ji-Soo' terlihat di sana.

Saat pintu dibuka, satu bagian dinding ruang tersebut diisi oleh cermin memanjang dengan cahaya lampu menerangi pinggirannya. Di atas meja rias, terdapat beberapa tas rias yang sudah terbuka dan jejeran kosmetik di kanan dan kirinya. Satu pintu menuju ke kamar mandi berada di sisi kanan ruangan. Jisoo duduk di kursinya dengan sandaran tinggi, tepat di depan meja rias. Ia menyandarkan tubuhnya di sana sembari mengayun-ayunkan kaki.

"kita ada jadwal fitting wardrobe di lokasi yang berbeda dalam 1 jam lagi. Istirahat saja dulu." Sang manajer lapangan lalu meninggalkan Jisoo di ruangan tersebut bersama tiga staff lainnya. Seluruhnya perempuan. Anggukan Jisoo tak terlalu kentara ketika ia membungkuk, mulai melepaskan sepatu hak tinggi sebelah kanannya. Ia lalu meregang-regangkan jari-jari kakinya seraya melepaskan sepatu di kaki kirinya. Kedua sepatu itu ia sampirkan di sisi kursi yang ia duduki.

"ponselku?" tanya Jisoo. Kepalanya mendongak ke arah ketiga staff yang sedang sibuk dengan urusannya masing-masing. Dua orang sedang mengatur ulang gantungan pakaian-pakaian dan beberapa kardus sepatu di pojok ruangan. Sementara satu orang lainnya sedang merapikan meja rias, memasukkan seluruh kosmetik dan peralatan rias yang bertebaran kembali ke dalam tas riasnya.

Salah seorang staff yang awalnya sedang memasuk-masukkan sepatu ke dalam kotaknya, segera menoleh ke arah Jisoo, sembari merogoh tas selempang yang berada di sisi kirinya. Ia mengeluarkan ponsel milik Jisoo kemudian menyerahkannya kepada perempuan itu. Di saat yang bersamaan, ia turut mengambil sepatu yang beberapa saat lalu baru saja dilepaskan oleh Jisoo.

Jisoo menyalakan ponselnya. Tak lama, layarnya kembali menyala dan waktu terlihat menunjukkan pukul 4 sore. Jisoo merapatkan bibirnya, gigi atasnya sekilas menggigit bibir bawahnya. Ada seseorang yang harus ia hubungi beberapa saat lagi. Jisoo menimbang-nimbang, apakah ia harus sesegera mungkin menghubunginya, atau membiarkan beberapa menit terlewat lebih dahulu. Ia tidak harus benar-benar menghubungi orang tersebut tepat di pukul 4 sore.

Jisoo kembali meletakkan ponselnya di atas meja rias. Nanti saja, pikirnya. Tangannya lalu sibuk meraih botol cairan pembersih riasan dan beberapa potong kapas. Setidaknya, ia harus mencari cara bagaimana menghabiskan waktu beberapa menitnya. Maka, ini waktu yang tepat untuk membersihkan riasannya.

The Journey To TellTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang