[8] Hai

2.3K 301 26
                                    

Apa yang kamu lakukan di detik pertama matamu terbuka setelah tidur malam yang panjang? Bergegas bangun dari tempat tidur, meminum segelas penuh perasan air lemon hangat dan memulai hari dengan 10 menit meditasi? 

Atau bergegas menuju toilet, berlama-lama duduk di sana sembari merenungi hidup karena sering kali inspirasi bahkan datang dari tempat yang tidak pernah dibayangkan? Ada banyak pilihan yang dilakukan orang ketika terbangun dari tidurnya di pagi hari.

Namun bagi Jisoo, kedua pilihan aktivitas seperti itu pun tampak begitu melelahkan. Ia menghabiskan nyaris 30 menit pertama pagi harinya berbaring di atas tempat tidur. Pertama-tama, matanya akan mengawang-awang, mengosongkan pikiran. Paginya harus dimulai tanpa beban. Kemudian, Jisoo akan mulai meregang-regangkan seluruh persendiannya. Tidak ada yang lebih menyenangkan daripada meregangkan kaki dan tangannya di tempat tidur. Ini bagai sebuah ritual. Jika orang lain menyebut apa yang Jisoo lakukan sebagai bermalas-malasan, nyatanya salah satu hal terindah dalam hidupnya adalah menghabiskan waktu, nyaris tidak melakukan apapun, di atas tempat tidur.

Pada malam hari pun, normalnya Jisoo habiskan dengan membaca buku sembari menyandarkan tubuh di headboard tempat tidurnya. Adalah suatu pemandangan yang biasa, jika terlihat satu dua buku tergeletak di lantai atau di atas selimutnya. Sebuah pembatas buku akan menyembul dari salah satu pinggir buku tersebut. Jisoo sering kali membuat dirinya mengantuk dengan membaca. Membaca baginya adalah sebuah seni menenangkan pikiran. Semakin cepat pikirannya tenang, semakin cepat pula ia tertidur. Semudah itu. Toh, membaca buku bukanlah suatu hal yang sia-sia. Bagai sekali dayung, dua tiga pulau terlampaui.

Sayangnya, pagi ini tidak demikian. Ia tidak menghabiskan waktu 30 menitnya di atas tempat tidur. Jisoo dengan gerakan cepat segera terduduk, menyalakan lampu di meja sisi tempat tidurnya, kemudian mengalihkan pandangan ke arah jam yang tergantung di dinding. Wajah datarnya tampak serius. Hari Sabtu. Kepalanya mengulang-ulang kata itu. Ia tidak pernah sebersemangat ini menyambut hari Sabtu.

Waktu berlalu tatkala semburat cahaya matahari dari arah jendela besar di kamarnya mulai bergeser dari tempat semula, pertanda matahari semakin meninggi. Sebuah tas travel kecil sudah menunggu di atas tempat tidur, sementara Jisoo berdiri di depan cerminnya. Meneliti dengan cermat penampilannya dari ujung kepala hingga ujung kaki. Satu suara di dalam kepalanya lalu berkata, semuanya sempurna. Jisoo mengangguk-angguk setuju. Ia melirikkan matanya kepada pantulan Judy di dalam cermin. Boneka itu diam saja di posisinya. Jisoo memutar tubuhnya, berbalik menghadap Judy. Satu, dua detik, ia masih dalam postur yang sama.

"tunggu..." Jisoo menggumam pelan. Alisnya mulai berkerut. "apa yang sedang aku lakukan?"

Apa yang sebenarnya sedang ia lakukan? Jisoo masih teringat bagaimana dirinya berteriak-teriak di balkon kamarnya sendiri karena satu alasan sepele—nada suara Haein yang terdengar tidak terlalu peduli dengan rencana Namyangju mereka.

Memorinya mengingatkan berapa kali sejak saat itu ia memeriksa ponselnya dalam sehari, berharap jika saja Haein membalas pesan terakhirnya. Debaran jantungnya yang terasa melaju lebih cepat ketika wajah laki-laki itu sepersekian detik terlintas di dalam benaknya, membuat wajahnya memanas. Haein tiba-tiba ada di mana-mana.

 Alih-alih membaca buku-Jisoo baru saja mulai membaca ulang Norwegian Wood karya Haruki Murakami, di atas tempat tidur, Jisoo malah membuat dirinya termenung, bertanya-tanya apa yang mungkin sedang Haein lakukan hari ini? Apakah laki-laki itu berada di Seoul?

Jisoo menatap Judy tajam. "ini tidak masuk akal..."

-----------------------------------------------------------------------------------------------------------------

"Jisoo eonni?"

Lisa memandangi Jisoo, tatapan penuh curiga. Perempuan ini berdiri di depan pintu kamarnya, membawa satu buah tas travel. Jaket putih tebalnya berada di genggaman tangan kiri. Mau pergi ke mana dia sepagi ini?

The Journey To TellTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang