[58] Rencana

2K 209 31
                                    

Akan selalu menarik ketika melihat Jisoo tengah bercengkrama dengan seseorang. Setidaknya bagi Haein.

Jisoo akan selamanya tampak bersemangat dalam menceritakan sesuatu. Selalu ada gestur di sana, begitu pula dengan rentang nada suara yang terucap dari setiap kata-katanya. Wajahnya akan selalu tampak cerah, matanya berkilat-kilat, terutama pada poin-poin di mana ia menaruh minat lebih di dalamnya. 

Percakapan dengan Jisoo, akan terus saja mengalir. Tanpa putus. Dan, si orang yang sedang diajaknya bicara, seakan tersihir, sepenuhnya melupakan waktu yang telah begitu lama berlalu semenjak detik pertama keduanya memulai perbincangan ini.

"akhir-akhir ini, ini jadi wangi kesukaanku..." dan Jisoo terus saja melanjutkan ucapannya. Ia memegang sebuah botol parfum berukuran kecil—parfum milik merek dagang yang menjadikannya brand ambassador, yang dibawanya dari Paris sebagai oleh-oleh untuk sekian banyak kenalannya, berikut pula seluruh staff di dalam tim manajemen Haein. Sementara, di sekelilingnya, seperti calon pelanggan baru yang sedang berusaha dicuci otaknya oleh sang penjual, empat orang staff itu memperhatikan dengan tekun.

"mereka mengobrol sudah nyaris satu jam," manajer Haein berbisik ke arah anak asuhnya, seraya menggeleng. Ia menahan tawanya. Sementara, Haein, laki-laki ini masih dengan kesibukannya sejak beberapa saat yang lalu. Memperhatikan Jisoo.

"biarkan saja," ujar Haein. Kekehannya lalu menyusul kemudian. 

Entah, mungkin sudah satu setengah jam yang lalu semenjak Haein dan seluruh timnya tiba kembali di apartemennya. Ini adalah satu malam di pertengahan musim gugur, tahun 2024. Dan, Haein baru saja menyelesaikan jadwal kerjanya, sebuah pemotretan iklan, jauh di luar kota Seoul.

Seperti biasa pula, sebesar apapun rasa letih yang dirasanya, ketika Jisoo berakhir menghubunginya di perjalanan pulang, rasa letih itu akan seketika menghilang.

"aku akan ke tempat oppa malam ini. Penting." ucap Jisoo dengan nada suara serius. Bukan nada serius yang sesungguhnya, Haein tahu benar itu. Ia sudah cukup lama mengenal Jisoo untuk menentukannya.

Kira-kira setengah jam setelahnya, Jisoo muncul di ambang pintu, dengan dua kantong kertas besar di kedua tangannya. Topi hitamnya turun menutupi sisi wajah atas. Sementara, syal tipis melingkari leher hingga menutupi bagian bawah wajah Jisoo.

Si perempuan, di hari yang sama pula, dengan jadwal penerbangan lebih dini, baru saja tiba di Korea dari perjalanan kerjanya selama lebih dari satu minggu di Paris. Setelah tak lagi sepenuhnya aktif menjadi anggota grup yang membesarkan namanya, Jisoo kini lebih banyak disibukkan dengan berbagai promosi untuk beberapa merek dagang besar dunia. Selain, tentu saja, suaranya kini lebih dikenal mengisi soundtrack proyek-proyek drama.

Pun, di kuartal pertama tahun ini, Jisoo mendapatkan tawaran untuk bermain di sebuah proyek film kolosal. Persiapan produksinya memakan waktu lama, diiringi pula oleh skenario yang terus saja mengalami penggubahan sebelum diterima Jisoo pada awal musim panas kemarin. Pembacaan naskah pertamanya dimulai Agustus lalu, dan syuting direncanakan dimulai bulan ini. Bulan Oktober.

Jisoo kini tampak sibuk, namun dalam ranah yang berbeda.

"padahal kalian sudah satu bulan lebih tidak bertemu. Ya, kan?" si manajer berbisik lagi, berusaha menyiramkan kembali bensin ke api yang mulai padam. Keduanya, tengah berada di bagian depan dapur. Haein duduk di kursi tingginya, sementara, si manajer berdiri bersandar di konter.

Di hadapan mereka, Jisoo yang dikelilingi oleh keempat staff Haein, tengah duduk beralaskan karpet di ruang tengah. Beberapa kantong yang memajang nama si merek dagang, terhampar di sisi kanan dan kirinya. Keempat staff Haein, nampaknya mendapatkan jatah oleh-olehnya masing-masing, begitu pula sang manajer.

The Journey To TellTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang