2. Menemukan

740 90 12
                                    

Maaf, kita nggak bisa nerusin hubungan ini. Bapak jodohin aku.

Sepersekian detik, cowok itu hanya menatap nanar layar ponsel. Tidak mau percaya dengan apa yang tertulis di pesan tersebut. Tidak ada sebaris pesan yang lebih menyakitkan bagi cowok yang kini meringkuk di sudut indekosnya.

Ditinggal pergi seorang diri. Dia sudah mengalaminya sekian kali, berharap tidak ada yang meninggalkannya lagi setelah bertemu gadis yang memikat hati. Namun, semuanya sirna ditelan kenyataan pahit.

Cowok yang tampak kacau setelah semalaman tidak tidur, semakin kacau. Tidak hanya kepalanya yang terasa ditusuk-tusuk akibat menahan kantuk, tetapi hatinya ikut remuk.

Di luar, terdengar gemericik hujan yang turun pelan membuatnya semakin tak punya semangat untuk menjalani hari. Namun, berdiam diri di sini hanya akan menambah keterpurukannya.

Cowok itu bergerak, mengambil jas hujan yang dilipat rapi di laci, juga kunci motor di meja belajar. Detik berikutnya, dia sudah siap di atas motor. Tidak peduli bahwa ia belum mendapatkan asupan apa pun. Tidak peduli oleh tetesan air hujan. Ia melajukan kendaraan, membelah jalanan kota Semarang yang tampak sepi pagi ini. Hanya satu yang ia tuju, kembali ke kota asalnya. Bukan pulang ke rumah.

Melainkan ke kediaman sahabatnya di Jakarta.

***

"Nu, gue ke rumah lo, ya?" Perempuan rambut hitam sebahu terlihat kerepotan. Tangan kanannya menangkup laptop dan menggenggam plastik minimarket. Sedangkan tangan kirinya menempelkan ponsel di telinga.

"Tidak kalau ingin berantakin, Nona Sienna," balas orang di seberang telepon.

"Ya elah, gue cuma mau nyusun proposal. Lo nggak kasihan, sepupu lo yang paling cantik ini selalu ditolak dosen pembimbing?" ocehnya.

"Nggak peduli."

"Alah bodo, gue udah di depan rumah lo. Udah minta kunci juga ke Ibu. Selamat berlibur!" Sienna mematikan sambungan secara sepihak. Menyimpan ponsel di kantung celananya, lalu mengeluarkan sebuah kunci. Nggak butuh waktu lama untuk membuka pintu, dia sudah berada di dalam rumah Bhanu --sepupu yang seumuran dengannya.

"Enaknya jadi Bhanu, gue pusing mikirin tugas akhir. Dia malah liburan sekeluarga," gumamnya seorang diri.

Gadis itu duduk di atas karpet bulu yang nyaman. Dia menyalakan laptop, membuka dokumen yang akhir-akhir ini selalu membuatnya muak.  Setelah tak kunjung menemukan judul, akhirnya ada satu yang disetujui dosennya. Namun, tetap saja! Rentetan revisi yang mengejarnya selalu membuat napasnya tersengal-sengal.

Di tengah segala keruwetan, kakak laki-lakinya tak berhenti menganggu dan adik laki-lakinya yang selalu meminta ini-itu. Dia perempuan sendiri di tengah keluarga, membuatnya menjadi bahan kejahilan semua orang. Sienna butuh ruang yang sepi agar tugasnya cepat selesai, ia ingin lulus tepat waktu.

Jam menunjukkan pukul delapan malam ketika gadis itu menguap lebar, lalu terdengar suara dari perutnya yang protes untuk diberi makan. Iya, dia nggak beranjak sejak siang, merampungkan bab satu yang penuh coretan dari dosen.

"Huh! Akhirnya selesai juga, lanjut revisi bab dua abis makan." Sienna menggeliat, melemaskan otot-otot yang kaku sebelum beranjak ke dapur untuk merebus mie instan.

Sembari menunggu air mendidih, gadis itu membuka bungkus bumbu. Suasana sangat sepi lantaran dia nggak menyetel televisi atau memutar lagu. Hanya terdengar suara gerimis di luar yang entah sejak kapan turun.

Setidaknya hanya itu yang terdengar, sebelum suara ketukan --lebih tepatnya gedoran pintu memenuhi ruangan. Dia memutar bola mata, "Ngapain sih Ical nyusul!" gerutunya teringat sang adik yang selalu mengetuk pintu tidak sabaran.

ColourfulTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang